Wednesday, June 24, 2009

PELARIAN MODAL TAK TERJAWAB

25 Juni 2009

Debat pertama ketiga Cawapres tanggal 22 Juni 2009 yang diperkirakan akan lebih menarik dari debat capres sebelumnya ternyata biasa-biasa saja. Cawapres Prabowo Subyanto selama ini lantang mempertanyakan larinya hasil surplus perdagangan dari tahun ke tahun dari Indonesia ke luar negeri yang menurutnya menjadi biang keladi sangat minimnya cadangan devisa dalam negeri.

Sebetulnya ia mempunyai kesempatan yang baik untuk mempertanyakannya kepada Cawapres Budiono yang sebelumnya lama menjadi Menko Ekuin dan terakhir sebagai Gubernur Bank Indonesia.

Sayang Prabowo, mungkin karena sungkan, hanya mengemukakan permasalahan, tetapi tidak berani "tembak langsung" mempertanyakannya, sementara Budiono nampak seperti menghindar menanggapinya. Padahal banyak rakyat yang ikut mempertanyakannya. Ibarat Pengairan, saluran primer langsung menuju sawah orang lain nun jauh di sana, sedang sawah rakyat Indonesia hanya dilewati saja dengan meninggalkan rembesannya.

Mudah-mudahan pada debat berikutnya akan terjawab. Karena didalamnya banyak tanda tanya lain dapat diperjelas. Apakah asumsi Prabowo salah karena ia memang bukan ahli ekonomi ? Atau kalau data Prabowo salah,itu berarti BPS yang menjadi sumber datanya, selama ini memberikan laporan yang tidak benar.

Laporan tidak benar itupun bisa disebabkan adanya laporan data fiktif dari aparat pemerintah untuk mengesankan keberhasilannya. Kalau kajian Prabowo benar, maka itu berarti memang ada kebijakan ekonomi Pemerintah yang tidak menguntungkan Indonesia. Biar jelas bagi seluruh calon pemilih !

Tuesday, June 23, 2009

KENAL RAKYAT MISKIN DI KRL JABOTABEK

Akhir-akhir ini para capres dan cawapres berlomba-lomba mendatangi komunitas rakyat kecil. Di pasar-pasar tradisionil, nelayan dan sawah-ladang mereka. Tetapi belum ada yang mendatangi mereka yang tinggal di emper-emper tempat tinggal mereka yang kumuh seperti di sekitar rel-rel kereta api yang kini banyak dijadikan obyek wisata turis-turis asing, menyaksikan orang miskin yang benar-benar miskin yang mungkin di negara lain sudah langkah.

Demikian pula ada baiknya, kalau para capres dan cawapres ingin merasakan penderitaan rakyat dan hati nurani rakyat, mereka ikut naik KRL JABOTABEK PP, entah Jakarta-Bogor PP, Jakarta-Bekasi PP atau lainnya. Biarlah mereka ikut merasakan bagaimana "enaknya", berdiri berdempet-dempet bagai ikan-ikan dipress sepanjang jalan, panas karena kipas angin tak jalan, bergaul dengan para pengemis anak-anak, tua renta, penderita cacat tubuh, pedagang asongan dan berbagai bentuk penderitaan rakyat lainnya.

Syaratnya biarkan keadaan apa adanya, tak ada penertiban sebelumnya dan tak ada perlakuan khusus. Kalau mau lebih merasakan, ambillah saat-saat ketika berangkat atau pulang kerja.
Harga karcisnya memang murah, hanya sekitar Rp 2000, dan mungkin karena harga murah itulah pula maka pelayanan mereka cukup yang murahan juga. Kereta kadang-kadang tak menentu kedatangannya tanpa pemberitahuan, atau tiba-tiba berhenti belum sampai ketujuan.
Menteri Perhubungan memang pernah melakukan peninjauan, tapi tak ada tindak lanjutnya.

UUD 1945 BUKTI JIWA PLURALIME PENDIRI NKRI

Pada saat memperingati hari lahirnya Pancasila tanggal 1 Juni 2009 yang lalu sebuah televisi swasta menyelenggarakan debat terbuka mengenai Piagam Jakarta. Pihak yang menghendaki diterapkannya Piagam tsb. menyatakan cukup banyak alasan untuk dapat menerapkannya dalam sistim hukum kita saat ini.

Pihak yang tidak setuju menyatakan tidak relevan lagi, karena dengan disepakatinya naskah terakhir UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945 maka final pulalah akan pilihan yang disepakati UUD yang akan menjadi dasar tata hukum NKRI. Memang bukan hal tabu untuk mengungkap kembali proses sejarah, tetapi untuk kembali lagi pada keinginan untuk menerapkan draft yang sudah ditinggalkan para pendiri republik ini, berarti mundur 64 tahun lagi.

Satu-satunya manfaat yang dapat diambil dari kajian Piagam Jakarta ini adalah menunjukkan jiwa ketulusan, kebijaksanaan dan konsistensi dari para tokoh pendahulu kita. Meskipun mereka mayoritas para tokoh Muslim yang sebagian dari mereka memiliki lasykar pejuang bersenjata di lapangan saat itu, mereka sepakat untuk menghapus tujuh kata yang kontoversial itu demi kemufakatan membentuk satu NKRI. Sebab, meskipun sejak tahun 1928 rakyat Indonesia sudah mengaku berbangsa satu, namun pengakuan sebagai bernegara satu belum ada.

Dalam kawasan Nusantara yang sebelumnya terdiri dari kerajaan-kerajaan dan berbagai etnis dan budaya, sangat potensial untuk bangkitnya kembali niat untuk mengembalikan kejayaan kerajaan-kerajaan itu. Seperti Mataram, Aceh, Madura,Goa, Banten dan lain-lain (bandingkan dengan Malaysia). Bahkan ketika itu sudah ada pernyataan dari Indonesia Timur, bila tujuh kata itu tetap ada mereka tidak akan ikut bergabung dalam negara yang akan dibentuk itu.

Pada akhirnya demi persatuan guna terbentuknya NKRI, semuanya secara konsisten melakasanakan azas musyawarah mufakat. Sebab kalau mereka mau, voting bisa saja, tetapi resikonya azas musyawarah-mufakat hanya di atas kertas saja (seperti banyak terdapat dalam praktek sekarang) dan NKRI tak terwujud. Mereka menyadari NKRI, mau tak mau hanya dapat dibentuk sebagai negara pluralistis.

Monday, June 22, 2009

PRABOWO PANTAS DIPERTIMBANGKAN DPT GELAR DOKTOR

Satu hal yang menarik dari Cawapres Prabowo Subiyanto adalah penampilannya dalam memaparkan penilaian kondisi perekonomian kita selama satu dasawarsa terakhir. Meskipun seringkali diiterupsi pembawa acara di televisi, dia terus bersemangat memaparkan hasil kajiannya, membuat para pendengarnya, para politisi, mahasiswa sampai para profesor terpukau antusias.

Meskipun ia seorang mantan jendral pasukan komando elit KOPASUS/RPKAD, ternyata ia tak kalah brilian dari bapaknya Sumitro Djojohadikusumo. Prabowo tak pernah mengaitkan bakat itu sebagai turunan dari sesepuhnya. Mungkin khawatir dibilang kepopulerannya karena bayang-bayang bagawan ekonomi itu.

Tentu saja karena ditambah pengalamannya sebagai pengusaha dan penyelidikannya karena rasa ingin tahu yang kuat akan penyebab keganjilan realitas perekonomian kita saat ini ( negeri kaya raya akan sumber alam tapi rakyatnya miskin),- ia juga belajar secara otodidak, karena pasti ia akan diwarisi buku-buku ilmu pengetahuan ekonomi dari sesepuhnya.

Sangat disayangkan tokoh energik ini masih meninggalkan kesan-kesan kurang nyaman pada masa lalunya seperti pada penculikan para tokoh demonstrasi pejuang reformasi dan beberapa tindakannya yang dinilai kelewatan terhadap atasan seperti seperti terungkap dalam buku Sintong Panjaitan, "Perjalanan seorang Prajurit Para Komando".

Dalam kasus penculikan para aktivis,seperti juga dengan kasus-kasus seperti peristiwa Mei 98, kasus Semanggi dan Trisakti, memang sejatinya dapat diperjelas melalui forum pengadilan. Hingga sekarang proses peradilan itu masih menyisakan ketidakpuasan, dianggap belum tuntas karena campur-tangan politis oleh DPR yang menganggap semua itu bukan kasus pelanggaran HAM berat.

Sampai sekarang tidak pernah jelas siapa pengambil keputusan yang paling bertanggung jawab atas semua ini. Mungkin ada tokoh-tokoh misterius perancang di belakang meja, tapi yang dipegang kemudian para prajurit lapangan, termasuk Prabowo dan lain-lain. Bagi prajurit tak ada pilihan lain selain laksanakan perintah atasan. Apalagi prajurit komando, yang menurut seorang perwira CPM, mereka benar-benar menerapkan "disiplin mati".

Agaknya proses melalui pengadilan makin menjauh, mengingat sebagian dari mereka yang diperkirakan banyak tersangkut-paut sudah meninggal dunia. Barangkali negara perlu mengakui kegagalannya dalam memberikan perlindungan pada para korban lalu mengadakan rekonsiliasi dengan keluarganya dan memberikan kompensasi yang pantas.

Wednesday, June 10, 2009

ANDALKAN PUTERA DAERAH PERBATASAN

Sengketa Ambalat antara Indonesia dan Malaysia masih berkepanjangan. Pihak Malaysia masih saja terus-menerus melakukan provokasi di laut memasuki perairan Indonesia yang dahulu telah diakui bersama. Bahkan menurut laporan warga Indonesia digaris depan, pihak Malaysia secara diam-diam sering memindah-mindahkan patok tapal batas di darat yang mengurangi wilayah Indonesia. Pernah pula diberitakan patok-patok di kawasan hutan pun banyak yang digeser.

Sangat disayangkan Malaysia yang rakyatnya masih serumpun dengan bangsa Indonesia sering berbuat hal-hal yang merugikan Indonesia. Bukan hanya dalam perlindungan dan keselamatan TKI tetapi juga, karya budaya. Ketika mengetahui Indonesia banyak keterbatasan dalam anggaran pertahanan yang ditandai dengan banyaknya pesawat-pesawat militer kita berjatuhan dengan mengorbankan banyak prajurit-prajurit terbaik, mereka bukannya ikut prihatin dan membantu. Sebaliknya malah mereka coba-coba memprovokasi.

Disayangkan juga pernah ada ucapan seorang anggota DPR di televisi bahwa ada kapal perang RI yang meriamnya hanya kamuflase yang ditutup, bukan senjata sungguhan. Kalau ini memang benar, maka anggota DPR itu sesungguhnya telah telah membocorkan rahasia militer di depan umum yang seharusnya tidak boleh terjadi. Kita harapkan, pihak lawan tidak salah perhitungan. Jangan lupa banyaknya korban yang jatuh pada peristiwa Sancta Cruz seusai referendum di Timor Timur, awalnya penggerak massa mengira TNI waktu itu hanya menggunakan peluru hampa sebagaimana sebelumnya. Akibatnya fatal.

Dengan keterbatasan TNI dan Polri mengamankan setiap jengkal tanah dan perairan RI, maka
kini perlu dipertimbangkan untuk mempercayakan dan mengandalkan tokoh-tokoh dan putera puteri di daerah perbatasan dalam mengawal perbatasan, khususnya tapal batas negara yang masih dipersengketakan. Mereka diundang ke Jakarta, dibekali pengetahuan membaca koordinat, menegaskan koordinat, rambu-rambu dan patok-patok batas NKRI, penghayatan akan cinta Tanah Air dan diberi latihan dasar kemiliteran seperti halnya ketika membekali putera-puteri Pasukan Pengibar Bendera (PASKIBRA) tingkat nasional. Setelah itu mereka dikembalikan ke daerahnya dan diberi status Relawan Merah Putih.

Tugas utama mereka adalah memastikan bahwa setiap tapal batas tetap tidak berubah. Bila ada yang akan mengubah harus ditentang dengan dengan berbagai cara bersama masyarakat Indonesia sekitarnya. Mereka harus segera menyampaikan informasi kepada aparat TNI dan Polri terdekat apabila terlihat ada gejala-gejala pelanggaran tapal batas.

Untuk lebih mempertebal rasa memiliki, tanah-tanah di perbatasan di kapling-kapling diberi dibagi-bagi kepada penduduk setempat untuk diolah dan diberi sertifikat hak milik dengan ketentuan tidak boleh diperjualbelikan kepada pihak asing.
Anda setuju ?

Saturday, June 6, 2009

PRIHATIN, MANOHARA BAK ANAK DIMAKAN INDUK

Mengikuti berita-berita media elektronik mengenai perkembangan kasus Manohara yang berhasil lolos dari sekapan suaminya sang pangeran di kerajaan Kelantan Malaysia 31 Mei 2009. membuat kita prihatin. Duta Besar Indonesia di Malaysia Dai Bakhtiar kabarnya mengancam akan mensomasi Manohara kalau tidak menarik kembali ucapannya. Demikian pula pihak Departemen Luar Negeri dan Kedutaan Besar Indonesia di Singapura mengeluarkan bantahan atas pengakuan Manohara. Kini mereka seperti sudah sehaluan dengan istana Kelantan menghadapi Manohara dan ibunya.

Prihatin, karena Departemen Luar Negeri serta Kedubes RI di Singapura dan Malaysia yang merupakan presentasi negara yang seharusnya memberikan perlindungan kepada warganya, kini malahan cenderung berbalik berhadap-hadapan dengan Manohara sebagai lawan. Manohara dan ibunya telah mengeluarkan keluh-kesah dan curahan hati mereka. Kalau ada kata-kata yang agak miring, dapatlah dipahami dapat keluar dari mereka yang secara batin sangat tertekan.

Ibarat anak yang mencurahkan kekecewaannya kepada ayah atau ibunya, apakah perlu diperkarakan ? Karena itu, agaknya cukuplah kalau Deplu dan para Dubes yang bersangkutan memberikan penjelasan menurut versinya dan tetap melakukan tanggung jawab kenegaraannya.

Friday, June 5, 2009

DALAM KASUS PRITA, MANA RASA KEMANUSIAAN

Selain berita Manohara yang menyentuh nurani kemanusiaan, hari-hari ini hati kita kembali dibuat terenyu membaca berita-berita penahanan Prita Mulyiasari, seorang ibu yang mempunyai dua orang anak kecil, bahkan dikabarkan seorang diantaranya masih menyusu. Ia disekap selama tiga minggu di penjara sementara kedua anak balitanya di rumah terus berteriak-teriak memanggil.

Ini semua berpangkal dari kekecewaan ibu ini dalam pelayanan di rumah sakit OMINI Internasional Tanggerang. Merasa tidak ditanggap dengan baik, kekecewaannya lalu dicurahkannya kepada teman-temannya melalui internet. Dia juga mengingatkan agar masyarakat berhati-hati agar tidak menjadi korban berikutnya. Serta-merta mendapat rasa simpati yang luar biasa dari masyarakat luas.

Hal ini oleh pihak rumahsakit dianggap menodai ama baik mereka lalu melaporkannya kepada polisi. Ia diancam pasal hukuman enam tahun penjara. Dan ketika perkaranya sampai di Kejaksaan Negeri Tanggerang, ia langsung ditahan.

Ketika berita penahanan ini tambah meluas, reaksi masyarakat kian keras.Tidak kurang dari Wakil Presiden dan para calon Presiden datang menunjukkan simpati dan kekecewaannya. Terpaksa pihak-pihak yang menyekap ibu yang juga karyawan ini mengubah status tahanannya menjadi tahanan kota.

Tanpa ingin menyampuri proses hukum, yang tidak habis dimengerti, bagaimana ada orang-orang abdi negara dan abdi masyarakat tegah-tegahnya memisahkan seorang ibu dari dua anaknya yang masih kecil-kecil. Apakah mereka tidak tahu kalau ibu itu mempunyai anak kecil ? Apakah mereka tidak pernah merasa memiliki anak kecil ? Kenapa tidak sejak semula dikenakan tahanan luar, bahkan kalau perlu tahanan rumah, sehingga tetap dapat menyusui anaknya.

Sedangkan para tersangka koruptor dapat diberi kemudahan tahanan luar. Kalau alasannya supaya tidak menyebarkan berita internet lagi, bukankah proses hukum itu sendiri sudah merupakan peringatan baginya ? Memang pikiran pendek.

Thursday, June 4, 2009

KASUS MANOHARA,DEPLU MEMGECEWAKAN

Berhasilnya Manohara meloloskan diri dari sekapan suaminya, sang pangeran dari kerajaan Kelantan Malaysia tanggal 31 Mei 2009 lalu telah mengungkapkan semua apa yang terjadi sungguhnya.Ternyata sungguh menggungah rasa kemanusiaan.Manohara mengisahkan bagaimana ia mengalami kekerasan disilet-silet, disetrika dan dibatasi ruang geraknya dan dibius. Pantas saja ibunya sebelum itu sering muncul di televisi dengan cucuran air mata memohon bantuan dari siapa saja untuk menyelamatkan anaknya. Karena kejadiannya di luar negeri, siapa lagi yang paling bertanggung jawab selain Deplu dengan pada dubesnya.

Tetapi dalam kisah penyelamatan ala operasi intelijens itu, peran Deplu dan Dubes kita
baik di Malaysia maupun Singapura mengecewakan bahkan memalukan. Seperti dikatakan Manohara, dubes Indonesia di Malaysia hanya mendengar versi istana Kelantan, tak pernah mendengar keterangan Manohara, bahkan kata Manohara, Dubes Dai Bahtiar menyatakan ia baik-baik saja.

Dalam drama penyelamatan dari rumahsakit di Singapura, permohonan darurat lewat telepon
dari Manohara ke Kedubes RI di Singapura tidak dilayani dengan alasan hari libur. Wah !!!

Akhirnya, Kedutaan Singapura dan Amerika bersama polisi Singapura yang dengan gerak
cepat dan tegas bertindak, bahkan mau bikinkan pasport sementara. Mungkin karena malu, akhirnya mereka muncul juga. Sungguh mnengecewakan. Maka itu dalam pengangkatan Dubes-Dubes di luar negeri hendaknya diseleksi benar-benar. Hanya mereka yang benar-benar berani membela kepentingan kita dan hak dan keselamatan warganegara kita di luar negeri. Terutama di negara-negara yang selama ini menjadi tujuan TKI. Para Dubes agar tidak hanya menghadiri undangan-undangan seremonial saja. Para Lasykar Merah Putih yang berjasa dalam operasi kemanusiaan itu pantas diberi penghargaan.

Dari peristiwa ini sekaligus juga membuka mata kita bahwa di abad 21 ini masih saja ada monarkhi di mana masih berlaku : "King can do no wrong" atau "Right or wrong my country".

Contact Form

Name

Email *

Message *