Thursday, July 7, 2022

Miris Dengan Kasus ACT ( Indonesia )

Mengikuti pemberitaan mengenai kasus yang melibatkan ACT (Aksi Cepat Tanggap “Indonesia”) , hati sungguh miris. Mengapa ? Bacalah beberapa judul berita di bawah ini : 


-  Izin ACT Kumpulkan Uang Dicabut, Mensos Ad Interim Muhadjir Ingin Berikan Efek Jera

-  Menag Yaqut Minta Izin ACT Dicabut Jika Terbukti Selewengkan Dana Umat untuk Terorisme

-  ACT Diduga Selewengkan Dana Umat, Bareskrim Turun Tangan

- ACT Langgar Pasal 6 Dalam pengumpulan dana 

- Masalah di ACT : Kampanye berlebihan.Pemotongan Donasi hingga penyelewengan.

-  8 Pernyataan ACT Respons#AksiCepatTilep dan #JanganPercayaACT                                                                                                                                                     

        Sudah dua kali, terakhir 8 Mei 2019, penulis melalui  blog Wita Mori blogspot.com. seperti kukutip kembali berikut ini,  ingatkan untuk berhati-hati menggunakan nama ACT, karena dalam lembaga ACT yang asli terkadung misi suci yang mendunia. Penulis garisbawahi lagi saran penulis ketika itu agar ACT Iaksi Cepat Tanggap) Indonesia itu - tak menjiplak nama ACT . Tapi lebih baik mencari nama dan simbol lain. Dan penulis heran, bagaimana mungkin hak paten lembaga internasional itu bisa diijinkan  oleh pemerintah negara saya, Indonesia, untuk organisasi lain yang sejenis ini.

 

Monday, May 8, 2017

ACT dan ACT

 

        Ketika sedang ribut-ribut soal Cak Budi yang kabarnya menyalahgunakan sumbangan untuk orang miskin, saya tertarik dengan organisasi ACT (Aksi Cepat Tanggap). Kenapa ? Karena ini dapat disalahpaami dengan ACT (Action by Churhes Together), sebuah lembaga sosial gerejani internasional yang berpusat di Swiss. Lembaga kemanusiaan ini khusus mmbantu para korban bencana alam dan korban kerusuhan di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Bencana alam Aceh, Nias, Bengkulu, Lebak, Purworejo,, NTT, Luwuk Banggai, Poso, Sangir Talaud, Ambon dan banyak lagi.

          Di Indonesia ACT Internasional pernah bekerjasama dengan Yayasan Tanggul Bencana (YTB) yang didirikan dengan dukungan Dewan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). Dana bantuan diperoleh dari jemaat-jemaat gereja pendukung di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Penyaluran dan penggunaannya diawasi ketat oleh ACT Swiss. Pertanggungjawaban penggunaan dana dan penyalurannya harus selalu dilaporkan secara terbuka kepada donatur, diperiksa  Akuntan Publik dan sewaktu-waktu juga oleh ACT sendiri.    

          Ketika penulis menjadi Asdir Keuangan di YTB, saat itu (th.2000an) setiap bantuan harus segara disalurkan secepat mungkin kepada para korban bencana, jangan ditahan-tahan, atau dibungakan dulu dsb. Boleh mengambil untuk biaya operasional sekian persen, tidak lebih dari sepuluh persen. Kerena tidaklah mungkin karung-karung beras atau bantuan dalam bentuk barang berjalan sendiri ke lokasi bencana. Perlu alat angkutan dan tenaga pikul.

            Kembali soal ACT, sebaiknya organisasi Aksi Cepat Tanggap (ACT) ini berganti nama lain untuk mencegah hal-hal yang tisak diinginkan. ACT Internasional ini, yang sudah sejak lama beraktivitas di seluruh dunia, mungkin mengambil nama mereka terinspirasi dari Kitab Suci Kisah Para Rasul (inggerisnya : Act) .Mungkin mereka sungkan untuk mempermasalahkan nama ini , tetapi sebagai bangsa yang beretika mestinya kita bijaksana.

             ACT juga senantiasa menyediakan dana darurat untuk membantu para korban yang memerlukan bantuan sangat mendesak, yaitu dana RRF (Rapid Reaction Fund). - Sam Lapoliwa, mantan Financial Assistan-YTB).

 

 

       Lihat apa jadinya sekarang. Memang sesuatu yang ditabur dalam keburukan akhirnya akan menuai keburukan juga bahkan kejahatan !

Mau tahu lebih lanjut tentang ACT yang asli ?  Penulis bukan mau jadi corong lembaga ini, tetapi merasa patut membela yang dizolimi. Orang kah, lembaga kah atau yang lain. Siapa saja dapat menemukan informasi mengenai Act melalui Google atau Wikipedya atau yang lain. ACT ini juga telah menjalin kerjasama dengan Dewan Gereja-Gereja Sedunia (WCC) melalui suatu Joint Statement  serta lembaga-lembaga internasional lainnya. Tapi biarlah kita kutipkan informasi dari ACT sendiri tentang siapa mereka  sbb :

 

ACT Alliance is the largest coalition of Protestant and Orthodox churches and church-related organisations engaged in humanitarian, development and advocacy work in the world, consisting of more than 130 members working together in over 120 countries to create positive and sustainable change in the lives of poor and marginalised people regardless of their religion, politics, gender, sexual orientation, race or nationality in keeping with the highest international codes and standards.

ACT Alliance is supported by 30,000 staff from member organisations and mobilises about $3 billion for its work each year in three targeted areas:

·        humanitarian aid

·        development

·        advocacy

ACT Alliance is deeply rooted in the communities it serves. It has earned the trust and respect of local people long before large international interventions scale up, and remains steadfast in its grassroots commitments for many years after world attention has shifted elsewhere.

This means that every day, ACT Alliance is on the frontlines:

·        addressing systemic poverty

·        supporting survivors of disasters, wars and conflicts

·        training rural communities in sustainable agricultural techniques

·        helping people adapt to environmental change,

·        and influencing governments and other key decision makers to safeguard citizens’ human rights.

Members are associated with the World Council of Churches or the Lutheran World Federation.

The global secretariat of ACT Alliance is based within Switzerland, Jordan, Thailand, El Salvador, Kenya, Canada and New York. In addition, the  ACT Alliance Advocacy office to the EU is based in Brussels, Belgium.

Contact Form

Name

Email *

Message *