Monday, June 22, 2009

PRABOWO PANTAS DIPERTIMBANGKAN DPT GELAR DOKTOR

Satu hal yang menarik dari Cawapres Prabowo Subiyanto adalah penampilannya dalam memaparkan penilaian kondisi perekonomian kita selama satu dasawarsa terakhir. Meskipun seringkali diiterupsi pembawa acara di televisi, dia terus bersemangat memaparkan hasil kajiannya, membuat para pendengarnya, para politisi, mahasiswa sampai para profesor terpukau antusias.

Meskipun ia seorang mantan jendral pasukan komando elit KOPASUS/RPKAD, ternyata ia tak kalah brilian dari bapaknya Sumitro Djojohadikusumo. Prabowo tak pernah mengaitkan bakat itu sebagai turunan dari sesepuhnya. Mungkin khawatir dibilang kepopulerannya karena bayang-bayang bagawan ekonomi itu.

Tentu saja karena ditambah pengalamannya sebagai pengusaha dan penyelidikannya karena rasa ingin tahu yang kuat akan penyebab keganjilan realitas perekonomian kita saat ini ( negeri kaya raya akan sumber alam tapi rakyatnya miskin),- ia juga belajar secara otodidak, karena pasti ia akan diwarisi buku-buku ilmu pengetahuan ekonomi dari sesepuhnya.

Sangat disayangkan tokoh energik ini masih meninggalkan kesan-kesan kurang nyaman pada masa lalunya seperti pada penculikan para tokoh demonstrasi pejuang reformasi dan beberapa tindakannya yang dinilai kelewatan terhadap atasan seperti seperti terungkap dalam buku Sintong Panjaitan, "Perjalanan seorang Prajurit Para Komando".

Dalam kasus penculikan para aktivis,seperti juga dengan kasus-kasus seperti peristiwa Mei 98, kasus Semanggi dan Trisakti, memang sejatinya dapat diperjelas melalui forum pengadilan. Hingga sekarang proses peradilan itu masih menyisakan ketidakpuasan, dianggap belum tuntas karena campur-tangan politis oleh DPR yang menganggap semua itu bukan kasus pelanggaran HAM berat.

Sampai sekarang tidak pernah jelas siapa pengambil keputusan yang paling bertanggung jawab atas semua ini. Mungkin ada tokoh-tokoh misterius perancang di belakang meja, tapi yang dipegang kemudian para prajurit lapangan, termasuk Prabowo dan lain-lain. Bagi prajurit tak ada pilihan lain selain laksanakan perintah atasan. Apalagi prajurit komando, yang menurut seorang perwira CPM, mereka benar-benar menerapkan "disiplin mati".

Agaknya proses melalui pengadilan makin menjauh, mengingat sebagian dari mereka yang diperkirakan banyak tersangkut-paut sudah meninggal dunia. Barangkali negara perlu mengakui kegagalannya dalam memberikan perlindungan pada para korban lalu mengadakan rekonsiliasi dengan keluarganya dan memberikan kompensasi yang pantas.

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *