Tuesday, December 23, 2014

KETIKA ORANG TIDAK LAGI TAKUT MEMBUNUH



Tayangan televisi mengenai kriminalitas akhir-akhir ini sering membuat kita terenyu. Bagaimana tidak. Begitu  ringannya tangan orang menghilangkan nyawa manusia sesamanya dengan cara sadis. 
Pada beberapa kejadian, bukan saja satu dua orang yang menjadi korban, tetapi sampai belasan orang. Ada yang jasadnya disayat-sayat atau dimutilasi, ada yang dibuang di lubang WC, bahkan ada yang sampai memotong-motong dagingnya lalu menjualnya bak daging hewan, dan orang  yang tak tahu memakannya. Sungguh mengerikan !! Padahal, satu dari lima dasar negara kita Pancasila, adalah Kemanusiaan yang adil dan BERADAB.
Di beberapa tempat, sering diberitakan ada majikan yang  menyekap para pencari kerja yang tertipu bahkan sampai ada yang meninggal. Seperti  kasus keluarga Syamsul Anwar di Medan yang diberitakan beberapa waktu lalu menghabiskan nyawa beberapa pembantu rumah tangga (PRT). Di Brebes ada anak yang tega-teganya membunuh kedua ibu bapanya hanya karena permintaannya untuk dibelikan motor oleh orangtuanya tidak dapat dipenuhi.
Begitu murahkah sekarang nyawa manusia di zaman ini. Belum lama ini  dunia kembali dikejutkan dengan  pemberondongan 132 anak-anak sekolah usia SD berikut 9 guru mereka di Pakistan oleh sekelompok teroris Taliban.
Padahal manusia adalah ciptaan Tuhan yang  termulia dari segenap makluk  bumi yang dijadikan. Sampai-sampai diciptakan  menurut  “rupa dan gambar”-Nya. Kemudian mereka ditaruh di tempat yang khusus pula, sebuah tempat yang indah, Taman Firdaus.
Sesudah seluruh  umat manusia kecuali keluarga Nuh  dimusnahkan karena Tuhan melihat kejahatan manusia telah memenuhi  muka bumi, Tuhan lalu membuat perjanjian dengan Nuh dan keturunannya. Salah satunya, agar manusia tidak menumpahkan darah sesamanya, karena dalam darahlah terlekat nyawa manusia.
Larangan itu, begitu  sungguh-sungguh, dari  manusia Allah akan menuntut nyawa sesama manusia yang dikorbankannya. Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia sebab, “ Allah membuat manusia itu menurut gambar-Nya sendiri”. Bahkan kepada segala binatang pun, yang melakukan penghilangan nyawa manusia Tuhan akan menuntut balas. (Kejadian 8 : 5-6).
Perintah  untuk tidak melakukan pembunuhan terhadap sesama ini dipertegas lagi pada zaman nabi Musa  di Gunung Torsina ketika Tuhan menurunkan ”Hukum Sepuluh”.Pada  urutan ke-6 dari perintah itu tertulis “Jangan Membunuh”.
Lalu, kalau selama ini masih saja, bahkan orang makin ringan tangan saja untuk membunuh, siapa yang harus bertanggungjawab ? Selain diri pribadi masing-masing pelaku, tentu tidak lepas pula orang-orang terdekat, seperti  orangtua yang bertanggungjawab mendidik sejak awal, para pendidik,  khususnya para rohaniwan di mana seseorang senantiasa mendapatkan  tuntunan untuk berbuat baik.
Jadi, kalau suatu ketika ada  kejadian seperti di atas, maka patut pula dipertanyakan sejauh mana lembaga keagamaan tempat yang  bersangkutan menjadi jemaahnya telah melaksanakan fungsinya. Semestinya  pimpinan  Gereja, Masjid, atau rumah ibadah agama lainnya merasa malu, apabila ada  anggotanya yang tersangkut tindak pidana, apalagi kriminal.
Dalam Yehezkiel  33 : 11, sebetulnya Tuhan sendiri tidak menghendaki kematian orang jahat/fasik. Ia menghendaki pertobatan, pertobatan dan bertobat dari kelakuannya  supaya hidup.  Mengapa manusia harus mati ??
Dalam kaitan ini  kepada setiap orang diwajibkan mengingatkan  sesamanya yang diketahuinya berbuat atau akan  berbuat kesalahan yang akhirnya  akan berakibat mencelakakan orang lain atau mencelakan dirinya sendiri. Apabila orang itu tidak diingatkan dan kemudian ia kehilangan nyawa dalam kejahatannya, maka nyawa orang itu kelak akan dituntut pula pertanggungjawabannya kepada orang yang tidak berbuat apa-apa untuk menyadarkannya.( ayat 8-9).
Bagaimana dengan kejahatan kemanusiaan dalam praktek politik, seperti pada peristiwa kerusuhan 1988, peristiwa Trisaksti, Semanggi I, II, kematian  Munir  pembela hak-hak azasi mansia dan kehilangan  sejumlah aktivist pada waktu lalu ? Pengadilan dunia mungkin tak akan dapat menyelesaikannya  secara tuntas. Dan para pelaku yang bertanggungjawab mungkin  tenang-tenang saja di dunia ini. Apalagi sebagian dari para penuntut keadilan untuk merek a kini sudah berkurang karena sudah meninggal dunia.
Tetapi satu hal darah mereka, yaitu nyawa mereka, seperti juga darah Habil yang dibunuh kakaknya, terus-menerus berteriak menuntut keadilan dari Yang Maha Kuasa. Dan apabila saat  pembalasan Tuhan itu datang saatnya, maka siap-siaplah mengalami apa yang dilukiskan  dalam lagu  “Insyaflah”  seperti yang dilantunkan oleh Ida Laela.
Satu-satunya  jalan yang ditunjukan Kitab Suci untuk terhindar dari hukuman abadi itu adalah pertobatan seperti  disebutkan diatas yang didahului oleh pengakuan bersalah. Berdamailah dengan Allah yang empunya pemegang hak pembalasan itu sebelum terlambat.
Bertepatan, Presiden Jokowi berkeinginan  untuk menyelesaikan semua kasus kemanusiaan yang  terus menggantung itu hingga kini melalui pengadilan. Dan setelah diputus Pengadilan, Presiden menjajikan untuk  memberikan pengampunan dalam rangka rekonsiliasi.
Apabila  dalam pengadilan pihak yang bersangkutan mengakui kesalahannya dengan tulus dan memohon maaf, kita percaya para keluarga korban juga akan memaafkan, karena bangsa kita terkenal dengan budaya pemaaf. Apabila itu terjadi, akan terciptalah kelegaan. Baik bagi negara karena dapat menyelesaikan tunggakan masalah yang rumit  dengan tuntas dan damai, bagi para keluarga korban lega karena  kasusnya telah mendapatkan kepastian hukum, dan bagi yang merasa salah,  proses  hukum duniawi / negara sudah mereka lewati. Sedangkan ganjaran dari Yang Maha Kuasa, kita percaya Tuhan akan mengampuni. Ini bisa terjadi apabila kita mengimani  janji Tuhan dalam Kitab Nabi Yesaya 1 : 18 yang mengatakan : “ Marilah, baikah kita berperkara !- firman TUHAN. Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju;  sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba”.



No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *