Saturday, March 28, 2020

GOMBAL

Ketika ada keluarga dekat kami meninggal tiba-tiba belum lama ini, kami begitu sangat prihatin tidak dapat menghadiri acara mengantarkan kekasih kami itu ke peristraharannya yang terakhir. Tidak dapat juga mendampingi keluarga yang sangat terpukul oleh kehilangan tiba-tiba itu. Sebab saudara kekasih ini dikabarkan terindikasi terpapar virus coroa. Menghormati himbauan pemerintah dan juga atas kesadaran sendiri, kami dengan sangat berat hati mengurungkan keberangkatan kami ke rumah duka bahkan juga ke pemakaman. Tidak ingin kami menjadi kumpulan orang terpapar lalu menulari pula banyak orang di sekitar di manapun kami berada. Ketika Ibunda Bapak Jokowi meninggal beberapa waktu lalu – yang kita semua ikut berbelasungkawa – kita menghargai permintaan Presiden agar para menterinya tetap bekerja seperti biasa. Dengan kata lain, cukup menyampaikan pesan belasungkawa tanpa harus ke Solo. Barangkali cukup dengan ucapan belasungkawa atau mengirim karangan bunga. Kita menaruh penuh hormat kepada Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan mantan wakil Presiden Juruf Kala yang cukup mengucapkan ucapan belasungkawa dan tidak ke Solo. Konsekwen dengan himbauan bahkan instruksi Presiden dan para petinggi sebelumnya agar warga masyarakat membatasi diri tak berkerumunan serta menjaga jarak satu dengan yang lain. Tapi apa yang kita saksikan dalam acara pemakaman ibunda kekasih Bapak Jokowi ? Masalahnya bukan kehadiran para pelayat yang banyak itu. Tetapi kerumuman itu. Dan sayangnya yang nampak disaksikan rakyat di layar televisi malah muka-muka para pejabat tunggi. Menteri-menteri, gubernur, walikota dan pejabat-pejabat lainnya yang selama ini kerap menganjur-anjurkan rakyat agar tak berkerumun. Apakah bila tak datang, Pak Jokowi akan menilai solodaritas mereka kurang ? Rasanya tidak ! Apakah rasa hormat Pak Jokowi ke Pak Jusuf Kala akan berkurang ? Tidak. Disayangkan pula, para pelayat tak diatur sedemikian rupa, misalnya diatur bergantian, agar kerumunan tak terlalu nampak menonjol . Sekarang, ketika acara-acara pesta perkawinan dibubarkan, ketika orang berkumpul makan direstoran dibubar paksa, maka jangan salahkan rakyat bila mereka nanti menanggap sinis himbauan-himbaun para petinggi yang melanggar sendiri himbauan mereka. Mereka tak mempunyai kekuatan moral lagi. Gombal. Citra Presiden Jokowi juga mungkin bisa sedikit ternoda. Kalau instruksi larangan berkerumun harus dilaksanakan secara tegas oleh rakyat, tetapi terhadap para petinggi boleh tak perlu tegas. ***

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *