Friday, June 8, 2018

DILEMA WARISAN KASUS HAM BAGI JOKOWI


     Keinginan Jokowi untuk menuntaskan berbagai kasus yang diwariskan oleh para pemerintah pendahulunya tak diragukan lagi.

Kalau cuma proyek-proyek besar yang mangkrak, mungkin tak begitu sulit bagi pemerintahan Jokowi untuk menyelesaikannya. Entah diteruskan setelah dievaluasi atau dihentikan samasekali.

Tapi kasus mega korupsi seperti kasus BLBI, Bank Century dan kasus pelanggaran HAM berat seperti kasus HAM dalam penumpasan G30S / PKI dahulu tahun 1965, kasus Trisakti, kasus Semanggi tidaklah mudah.

Salah satu sebabnya adalah karena tokoh-tokoh yang terlibat langsung atau tidak lansung dalam kasus-kasus ini hingga kini masih ada yang menempati posisi penting dalam kancah politik negeri ini. Di kalangan pemerintahan, parlemen ataupun di kalangan elit partai politik.

Apabila semua dibongkar saat ini, terlebih menjelang Pilkada, pemilihan legislatif dan pemilihan presiden 2019, dipastikan akan menimbulkan kegoncangan atau kegaduhan politik. Dan Presiden tentunya tak menghendaki itu terjadi.

Terlibat di sini tidaklah mesti diartikan sebagai pelaku langsung dalam kasus-kasus tersebut. Bisa saja sebagai  mantan pejabat yang dianggap patut bertanggungjawab oleh karena kejadiannya menyangkut tugas pokok dan fungsinya.

Pejabat-pejabat militer dan kepolisian di kala itu mau tidak mau harus tampil. Baik di  Pengadilan sebagai saksi ataupun dalam proses klarifikasi atau penyidikan yang mendahului sebelumnya. Dan seperti yang biasa terjadi dalam proses hukum, orang-orang yang semula berstatus saksi kemungkinan dapat berubah  menjadi tersangka. Bagaimana kalau ada dua tiga orang dari oknum-oknm dimaksud,  saat ini kebetulan menjadi oang penting di lingkaran istana ? Disinilah dilemanya.

Adanya tuntutan para keluarga korban agar pemerintah mengakui - negara  bertanggung-jawab atas kasus pelanggaran-pelanggaran  HAM ini, juga mengundang kontroversi. Bukan hanya berarti  bahwa semua mantan aparat birokrasi di zaman lalu itu secara keseluruhan memikul beban dosa terhahap para korban HAM. Bahkan sepanjang sejarah negeri ini akan dicacat sebagai negara yang pernah menjadi pelaku pelanggaran HAM berat paa kemanusiaan, seperti halnya Jerman di zaman Hilter.

Disamping itu, sebagai konsekwensi pengakuan, secara hukum ataupun moral, negara harus memberikan ganti rugi yang tidak sedikit kepada para ahli waris.

Agaknya solusi yang pernah dicontohkan  Nelson Mandela Presiden Afrika Selatan tahun 1994 masih layak dipertimbangkan. Semua mantan penguasa yang pernah memperlakukan dengan kejam musuh-musuh politiknya dihadapkan ke pengadilan. Yang mengakui kesalahannya dijatuhi hukuman. Tetapi pada saat yang sama mereka semua diberi pengampunan.

Untuk menyelesaikan ini, tentunya semua pihak perlu memperhatikan kepentingan bangsa. Semua menginginkan kasus-kasus ini cepat dapat dituntaskan dan tidak berlarut-larut lagi  serta merepotkan generasi selanjutnya. Bagi para keluarga diberi keadilan dan kepastian hukum. Tetapi mereka juga agar tidak terlalu banyak menuntut pada pemerintahan sekarang. Kasusnya bukan akibat kebijakan mereka. ***


No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *