Sunday, February 24, 2019

DEBAT CAPRES : TARGET ATAU JANJI ?


Dalam berbagai debat tentang Pilpres di televisi, khususnya dari tim pemenangan  kedua  pasangan 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan 02 Prabowo-Sandi, sering terlontar kata-kata kasar seperti “pembohong”.

Kedengarannya tidak etis lagi dan tak sesuai dengan budaya Indonesia yang mestinya santun dan hormat kepada para pemimpin. Terasa lebih sadis lagi ucapan itu dilontarkan kepada seseorang yang sesungguhnya baik dan telah berbuat banyak untuk orang banyak. Dan perbuatan yang demikian – kalau pengadilan dunia tidak mampu memberi keadilan, pasti yang Maha Adil kelak akan menunjukan keadilanNya. Kalau yakin tuduhan mereka ada buktinya, mengapa tidak berani melapokannya ke aparat hukum untuk diproses ?

Saya agak merinding melihat dan mendengar di televisi seseorang dengan lantang dan tak sungkan-sungkan berteriak menuduh Capres dan sekarang masih Presiden negeri ini Joko Widodo sebagai pembohong ! Apa tidak akan kualat ? Dan bagaimana jadinya nanti negara ini kalau pencaci seperti ini duduk dalam pemerintahan.

Tapi rakyat Indonesia, sekalipun mereka yang masih berpendidikan rendah, tetap mempunyai akal budi, bahkan mereka malah lebih murni, belum terkontaminasi dengan berbagai kepentingan, Mereka bukan saja mendengar apa yang dikatakan, tetapi juga memperhatikan dan menilai kelakuan seseoang ketika berbicara.

Orang yang kasar cara bicaranya, seperti tak mempunyai tata krama  dan nampak seperti begajulan tentu tak akan dipilih sebagai pemimpin mereka.

Tuduhan yang terkesan pidana itu  diragukan apakah ada faktanya atau hanya asumsi ? Sengaja mengacaukan antara janji dan target dan kemudian dilemparkan ke masyarakat.

Seseorang yang akan memulai tugas umumnya mempunyai rencana dan target yang ingin dicapai. Mengapa harus mempunyai target ? Karena akan menjadi acuan dalam menggerakan seluruh potensi yang dimiliki agar target itu tercapai. Semua sumber daya manusianya akan didorong supaya terus ekerja keras untuk pencapaian target itu.

Pemimpin yang menginginkan hasil maksimal akan memasang target yang tinggi, tidak mau memasang target asal-asalan. Bung Karno selalu menganjurkan, “gantungkanlah cita-citamu setinggi bintang”. Padahal siapapun pasti tahu seorangpun tak akan mampu mencapai itu.

Pemimpin yang pesimistis atau yang pemalas biasanya akan memasang target rendah. Seperti  pimpinan kantor pajak misalnya. Dia memasang target penerimaan pajak hanya Rp 100 juta setahun. Baru enam bulan sudah tercapai. Sesuah itu kerja santai-santai. Dan akhir tahun boleh sesumbar, hasil melampaui target sampai 200 persen !

Lalu apakah target sama dengan janji ? Target umumnya dinyatakan dengan angka dan kemudian capaiannya diukur dengan prosentase terhadap target itu.

Sedangkan janji menurut saya adalah suatu yang akan dilakukan dan diucapkan kepada pihak lain. Entah kepada Tuhan, entah kepada calon isteri atau siapapun. Dalam janji bisa memuat target tetapi bisa juga tidak. Kalaupun ada, sifatnya nisbih atau relatif.

Mengapa relatif, karena kecuali rumus-rumus Ilmu Pasti, segala sesuatu di dunia ini akan selalu berubah  karena pengaruh berbagai hal. Begitu juga janji, apalagi target. Maka bagi saya adalah aneh, bila seorang calon pemimpin adakalanya didesak membuat “janji politik”.

Ketika SBY memulai pemerintahannya dahulu, menjelang seratus hari sejumlah LSM sudah siap-siap menagih janji janji capaian 100 hari. Tapi tiba-tiba tsunami besar melanda Aceh dan semua perhatian dan sejumlah besar daya dan dana dikerahkan ke sana. Menyadari posisi SBY dalam hal ini, maka tagihan janji capaian 100 hari pertama itu diurungkan.

Mestinya perlakuan terhadap SBY itu dipelakukan sama juga terhadap Presiden Jokowi. Kalau ada target yang tidak mencapai target, harus dilihat pula-faktor apa penyebabnya. Kita tidak boleh menutup mata terhadap berbagai bencana alam yang juga banyak nterjadi di jaman pemerintahan pertama Jokowi. Seperti tsunami di Palu dan sekitarnya, tanah longsror dan banjir di mana-mana. Semuanya menyedot dana yang besar sehingga ikut memperlambat upaya peningkatan kesejahteraan rakyat pada umumnya. Belum lagi dampak dari perang dagang beberapa negara besar.

Mestinya lagi, kita tidak dapat menutup mata terhadap prestasi tak terduga yang tak pernah dijanjikan Jokowi dalam kampanye : seperti terusirnya semua kapal pencuri ikan asing dari bumi Indonesia. Juga semaraknya pos-pos lintas-batas di  perbatasan yang dahulu sering memalukan Indonesia. Begitu pula kereta api bawah tanah, yang sebelumnya hanya angan-angan telah menjadi kenyataan. Bagaimana pendapat Anda ? ***

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *