Tuesday, October 15, 2019

PRIHATIN, TNI BISA KECOLONGAN


Ya, prihatin TNI bisa kecolongan. Seorang isteri perwira berpangkat kolonel, Komandan KODIM lagi, yang sekali naik pangkat lagi jadi jenderal sampai melakukan perbuatan yang bernada miring seperti kebiasaan kaum radikal. Ada lagi isteri seorang bintara AD. Bukan hanya di AD tetapi juga ada isteri seorang anggota polisi militer TNI-AU di Sidoarjo. Bahkan lebih mencemaskan lagi Mabes Polri belum lama mengungkapkan adanya anggota Polwan yang ditangkap dengan sangkaan terpapar faham ISIS. Malah sedang disiapkan untuk menjadi pelaku bom bunuh diri !
Yang menjadi pertanyaan penulis adalah bagaimana dengan pembinaan organisasi para isteri TNI/POLRI. Yang di TNI-AD dikenal dengan Persit Chandrakirana, di TNI-AL  ada Jalasenastri dan di TNI-AU ada  PIA Ardhya Garini. Dan di tingkat gabungan ketiga angkatan ada Dharma Pertiwi. Sedangkan di lingkungan POLRI dikenal organisasi Bhayangkari.
     Secara umum fungsi dari organisasi-organisasi para isteri anggota TNI-POLRI ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dan menunjang pelaksanaan tugas suami. Sering dikemukakan moto: “dibalik kesuksesan suami ada isteri yang hebat”. Tetapi apa yang terjadi dengan kasus ini malah sebaiknya. Akibat kurang hati-hati dan berpikir panjang dalam menggunakan media sosial akhirnya sang suami ikut menanggung akibatnya. Dipecat dari jabatan bahkan dimasukan sel sekian hari.
Lalu, siapa yang bertanggung jawab ? Tentu saja para pelakunya. Namun, sang suami juga tak bisa melepaskan tanggung jawabnya. Ia sebagai kepala keluarga dari keluarga anggota TNI-POLRI berkewajiban secara moral untuk selalu membimbing isteri dan anak-anaknya dalam berperilaku baik, khususnya dalam penggunaan media sosial.
Tentu saja organisasi-organisasi para isteri anggota TNI-POLRI di atas tak boleh lepas tangan. Kini boleh menyadari ternyata masih ada yang kurang dalam pembinaan anggota mereka selama ini.
Para pimpinan TNI-POLRI yang akan mengangkat pimpinan baru atau komandan di suatu wilayahpun, sejak awal seharusnya juga lebih berhati-hati. Tidak hanya memperhatikan rekam jejak personil yang akan diangkat tetapi juga rekam jejak isterinya. Sebab sang isteri biasanya secara otomatis akan menjadi Ketua Persit, Jalasenastri, Pia Ardhya Garini atau Ketua Bhayangkari di wilayahnya. Seperti di Kodam, Kodim, Koarmada, Lantamal, Lanal, Kowilu, Polda,Polres,Polsek dstnya. Merekalah yang kelak akan menjadi pembina para isteri-isteri anggota suaminya di lingkungan penugasannya. Jangan sampai terjadi, seperti isteri Komandan Kodim di Kendari. Seharusnya menjadi pembina para isteri anggota TNI AD di Kodim kendari, malahan menjadi pencercah Menko Polhukam Jend.TNI Pur.Wiranto yang sedang terkena musibah dalam tugas.
Hal sama seharusnya juga tidak dilakukan isteri seorang anggota polisi militer AU di Sidoarjo. Padahal Wiranto adalah mantan KSAD dan Panglima  TNI/ABRI bertahun-tahun dan sekarang masih menjadi atasan dari atasan-atasan suami mereka. Dari ketiga kasus ini, nampaknya ada gejala kaum radikal sedang mencoba siasat untuk menyusup ke dalam tubuh organisasi TNI dan Polri melalui para isteri bahkan kemungkinan pula melalui anak-anak dalam keluarga mereka. TNI dan POLRI agar waspada tidak sampai disusupi kaum radikal seperti  ex HTI atau simpatisan ISIS. Cukuplah pengalaman ketika TNI berhasil disusupi Biro Khusus PKI Kamaruzaman. (Penulis: mantan anggota PWI Sie Hankam/Polri).

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *