Sunday, November 24, 2019

Ahok Datang, Banyak Yang Merinding……



Ya, Ahok datang banyak yang merinding. Terutama orang-orang yang selama ini mengambil keuntungan dan menikmati ketidakjelasan pengelolaan perusahaan minyak dan gas bumi negeri kita Pertamina. Karena itu mereka berusaha merintangi orang jujur, tegas dan berintegritas tinggi seperti Ahok masuk ke Pertamina dengan berbagai komentar. Lagu lama “penista agama”lah, mulut kasarlah, atau barangkali juga mengorganisir organisasi massa menyatakan penolakan.
Tapi meski Ahok bukan sebagai Direktur Utama yang memegang kewenangan melakukan eksekusi, namun sebagai Komisaris Utama pun kita yakin Ahok akan dapat membawa perubahan. Karena di atasnya ada Menteri BUMN Erick Thohir mantan pengusaha sukses yang juga kini sedang melakukan banyak gebrakan di BUMN-BUMN serta di atasnya lagi ada Presiden Jokowi yang memang sejak lama sudah tak sabar untuk melakukan pembenahan di perusahaan andalan negeri ini. Selama ketiga strata ini tetap konsisten pada tugas mulia mereka dan cepat tanggap, maka diharapkan Pertamina akan dapat kembali pada masa kejayaannya dahulu ketika Pertamina mampu membawa Indonesia duduk sejajar dengan negara-negara dunia pengeksport minyak, OPEC.
Mungkin ada juga yang meragukaan kemampuan Ahok. Sama juga ketika ia baru masuk menjadi orang nomor satu di Pemda DKI. Penulis sendiri ketika pertama kali melihat fotonya sebagai  Cagub yang ”baby face” merasa seperti itu. Tapi ketika mengawali tugasnya dalam rapat perdana dengan para pejabat bakal bawahannya, segeralah terasa wataknya yang tegas. Saat seorang menyuarakan komentar agak miring, Ahok cepat menimpali : “Hati-hati kalau ngomong, saya ini Auditor !”. Semua terdiam dan tak ada lagi yang coba-coba mau menguji kebolehan pemimpin baru ini.
Gebrakan lain yang masih di lingkungan internal adalah “menginstirahatkan” sementara beberapa Walikotamadya yang kinerjanya kurang memuaskan. Lalu memperbaiki sistim penggajian pegawai yang sebelumnya dirasakan kurang adil. Yang rajin dan berprestasi sama saja penghasilannya dengan pegawai yang pemalas dan suka berleha-leha. Maka diberlakukanlah penggajian dengan sistim tunjangan kinerja. Sejak itu kinerja para pegawai Pemda DKI bertambah baik. Gaji mereka juga dinaikkan secara signifikan sehingga membuat pegawai dari beberapa Pemda lain merasa iri. Rasa bangga sebagai pegawai Pemda DKI juga meningkat. Soal prestasi Ahok dalam pembangunan dan pelayanan kesejahteraan warga Jakarta, ruang ini tentulah tak cukup untuk memaparkannya.  Umumnya orang sudah mengetahuinya.
Lalu, apa kira-kira yang dapat dilakukan Ahok sebagai Komisaris Utama di Pertamina ? Fungsi utama para Komisaris dan Inspektorat pada umumnya adalah menjaga agar “Das Sein sesuai  dengan Das Sollen”. Artinya, pelaksanaan sesuai dengan yang diharapkan atau yang seharusnya. Yang seharusnya ini bisa berupa, eksekusi oleh Direksi agar sesuai dengan keputusan Direksi bersama Dewan Komisaris, kebijaksanaan Direksi tidak menyimpang dari peraturan atau Kebijaksanaan kembaga lebih tinggi seperti Undang-undang dan Konstitusi dan sebagainya.
Maka yang mungkin dapat dilakukan Ahok antara lain adalah :
1.     Mengawal agar semua keputusan dan program kerja Direksi maupun eksekuasinya benar-benar sesuai dengan rencana Pemerintah untuk kemakmuran rakyat.
2.     Mengevaluasi kembali seluruh peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan yang berlaku di Pertamina yang diperkirakan menghambat pengembangan perusahaan minyak negara itu. Baik yang menghambat upaya ekslorasi, tata import maupun distribusi.
3.     Mengevaluasi kembali sistim pengendalian managemen. Meliputi organisasi agar efisien, pengambilan kebijaksanaan, personalia yang tepat, prosedur dan sistem pelaporan yang semuanya dilakukan secara transparan.
4.     Merekomendasikan adanya efisiensi. Pos-pos pengeluaran yang dinilai tidak begitu penting dan hanya memboroskan keuangan perusahaan dihapus atau dikurangi. Bahkan bila perlu berbagai tunjangan direksi dan komisaris juga dipangkas.
5.     Mengevaluasi kembali mitra-mitra kerja Pertamina. Mereka yang cenderung melakukan bisnis gaya mafia direkomendasikan untuk diputus.
      Apakah Ahok akan berhasil membawa perubahan pada Pertamina ? Kembali lagi kepada konsistensi para pengambil keputusan dan eksekutor di tingkat atasnya. Menteri BUMN dan Presiden. Sebab, sejak dahulu lembaga pengawas internal seperti BPKP dan Inspektrorat sudah sering dianggap hanya sebagai “mata dan telinga” para pimpinan organisasi yang mempunyai kewenangan eksekusi. Para pengawas tidak berwenang melakukan eksekusi. Hanya melaporkan kepada pimpinan organisasi selaku eksekutor adanya temuan-temuan, baik positif maupun negatif, disertai saran rekomendasi untuk ditindaklanjuti.
Selanjutnya pimpinan organisasilah yang memutuskan apakah akan melaksanakan saran rekomendasi itu secara tegas, hanya menganjurkan untuk dilaksanakan atau hanya mendiamkan saja dengan berbagai alasan. Seperti pengalaman pahit penulis dahulu sebagai auditor bidang ASN. Seorang pegawai yang sudah dua tahun tidak masuk kerja direkomendasikan untuk diberhentikan tidak dengan hormat. Karena menurut peraturan, pegawai yang sudah enam bulan berturut-turut tidak masuk kerja harus diberhentikan. Tetapi apa yang terjadi ? Pegawai tersebut muncul kembali dengan menerima rapel gaji selama tidak bekerja bahkan pangkatnya dinaikkan.
Tentang Ahok, tak diragukan lagi ketegasan dan konsistensinya. Buktinya ia bisa berkata  “tidak” kepada Prabowo Subiyanto ketika Ketua Umum Gerindra itu menyatakan penolakannya dahulu atas sistim pemilihan presiden secara langsung. Ahok tidak sependapat sehingga berakibat ia didepak dari partai yang dahulu menjadi pengusungnya itu sebagai Gagub DKI. Ia juga berani berkata tidak pada hasil pemeriksaan BPK yang bahkan berujung pada pemenjaraan salah satu auditor lembaga pengawasan itu. Kalau kepada mantan Jenderal Kopassus saja dia bisa berkata tidak, mengapa dia tidak bisa melakukan hal yang sama kepada  orang-orang yang coba menyuap, pejabat atau mafia yang ingin menakut-nakuti ?
Kalau lembaga-lembaga pemerintah lain berupaya tidak membuat masalah dengan BPKP atau KPK, Ahok malah seperti menantang dan memancing-mancing kedua lembaga pengawasan itu ikut mengamati pemerintahan di DKI. Rupanya itu merupakan salah satu triknya untuk melibatkan KPK dan BPKP untuk mencegah agar aparatnya bebas dari niat  korupsi tanpa mengeluarkan biaya.***




No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *