Monday, November 25, 2019

PERLUKAH SERTIFIKAT PRANIKAH ?


Hari-hari belakangan ini muncul tanggapan-tanggapan pro kontra tentang rencana akan diberlakukannya kewajiban memiliki sertifikat perkawinan bagi yang ingin menikah seperti yang digagas Menko PMK Muhadjir Effendy. Hanya belum jelas apakah sertifikat itu diberikan kepada pasangan calon pengantin ataukah bisa juga kepada perorangan yang berencana suatu ketika akan menikah meskipun belum memiliki pasangan.
Prinsipnya penulis setuju dengan gagasan ini setelah melihat banyaknya kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga akhir-akhir ini. Ada suami menghabisi isteri, isteri membunuh suami lalu dibakar, anak membunuh orang tua, ibu membunuh anak karena tekanan ekonomi dan sebagai pelampiasan kekesalan kepada suami yang mengingkari tanggungjawabnya. Ada karena dugaan perselingkuhan.
Meski setuju namun teknik pelaksanaanya harus flekseibel dan tidak memberatkan calon pengantin. Berkaca dari kasus-kasus yang terjadi di lingkungan Departemen Agama, seperti masalah penipuan jemaah haji dan masalah korupsi yang bahkan telah menyebabkan ada menteri Agama masuk penjara, maka urusan sertifikat perkawinan ini tidak diserahkan kepada Departemen Agama. Departemen Agama sendiri sudah punya banyak masalah yang belum beres. Jangan ditambah lagi.
Pelaksananya sebaiknya diserahkan ke lembaga keagamaan, ditunjang Catatan Sipil dan bila perlu dari BP4 (Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan). Pemerintah memberikan dukungan tenaga penyuluh, fasilitas dan biaya.
Para Penyuluh antara lain:
Tokoh agama dari agama yang dianut calon pengantin , materi tentang makna pernikahan menurut agama serta tanggung jawab suami-isteri satu sama lain serta pada orangtua, keluarga besar dan lingkungan.
Paramedis, tentang perlunya pemeriksaan dini sebelum menikah, tentang gizi dan makanan sehat,  perawatan anak/bayi, gejala-gejala penyakit dan cara mencegah serta pertolongan pertama dsbnya.
Ahli hukum, tentang materi yang menyangkut hak-hak dan kewajiban setiap orang dalam rumah tangga dari segi hukum berikut sanksinya.
Motivator , materi tentang kemungkinan-kemungkinan peluang usaha yang dapat dikembangkan bagi setiap calon pasangan setelah menikah sesuai bakat dan pendidikan masing-masing. Dalam sesi ini motivator diharapkan sudah dapat mengidentifikasi mana pasangan yang sudah siap / bisa mandiri membangun keluarga sendiri dan mana yang belum.
Kalau selama ini BP4 dikenal sebagai pemberi nasehat ketika sepasang suami-isteri menggugat bercerai di pengadilan, agar mengurungkan niat mereka bercerai maka kali ini mereka dapat melakukan pula pada pra perkawinan.

Program Sertifikat perkawinan sebaiknya dapat pula diikuti perorangan yang telah memenuhi ketentuan undang-undang untuk menikah meskipun belum mempunyai pasangan tetapi mempunyai niat untuk suatu waktu akan menikah. Sertifikat ini sekaligus bisa  menjadi  dokumen pendukung seseorang ketika meminang calon pasangannya.
Penyelenggaraan penyuluhan harus fleksibel. Maksudnya, peserta penyuluhan dimungkinkan untuk dapat mengikuti penyuluhan di luar wilayah asalnya. Mungkin karena penugasannya seperti anggota TNI/Polri, tak dapat mengikuti program penyuluhan di tempat tinggalnya, tetapi dimungkinkan mengikutinya di wilayah  penugasannya. Namun dengan tetap menyertakan rekomendasi / persetujuan dari lembaga penyelenggara di wilayah domisilinya
Setelah mengikuti penyuluhan, setiap peserta perlu mengikuti test evaluasi untuk menentukan klasifikasi kesiapannya untuk berumah tangga. Nilai klasifikasi diperoleh dari nilai unsur-unsur penilaian pemahaman tentang perkawinan dari sudut : agama, hukum, ekonomi, kesehatan, sosial dsbnya. Semuanya disusun dalam matrix 0-100, kemudian dihitung rata-ratanya. Khusus untuk pria,  nilai unsur ekonomi harus minimal 7 ( cukup), karena secara tradisi , suami sebagai kepala rumah, dialah yang bertanggungjawab dalam hal nafkah dan kebutuhan anak-isterinya.  Bagi peserta yang dinilai telah mampu untuk menikah, baik secaya biologis, kesehatan, mental dan ekonomis, layak  untuk mendapatkan sertifikat klasisfikasi A, sedangkan pria yang belum bekerja atau mempunyai penghasilan sendiri dianggap belum layak menikah. Kecuali ada jaminan tertulis dari orangtua atau orang lain yang akan ikut menanggung mencukupkan kebutuhan calon  keluarga baru itu nanti.
Selain sertifikat, kepada para peserta diberikan juga Buku Saku yang berisi resume dari materi-materi penyuluhan disertai kutipan lengkap  UU No.16 Tahunn 2019 tentang perubahan atas UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, UU No.35 Tahun 2019 tentang Narkoba, UU No.23 Tahun 2004 tentang KDRT dsbnya.***

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *