Friday, January 17, 2020

RALAT : PULAU MORI TIDAK ADA !!


Kalau ditelusuri peta Nusantara (Indonesia), kita tak bakalan  menemukan Pulau Mori seperti yang telah ditawarkan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjahitan kepada Putra Mahkota Uni Emirat Arab, Pangeran Mohamed Bin Zayed. Yang ada adalah Tanah Mori yang berlokasi di Kabupaten  Morowali Utara dan Morowali Raya Propinsi Sulawesi Tengah.

Meskipun ini tentunya hanya kepleset lidah, tapi akibatnya bisa fatal. Kalau saya saja yang orang Mori asli tak dapat menemukan Pulau nan indah permai itu di peta, apatah lagi sang Pangeran Arab yang diiming-iming akan menenamkan modalnya triliunan dolar itu. Jangan sampai sang Pangeran mencari-carinya di peta dan tak menemukan lalu bilang Pulau Mori fiktif.

Tanah Mori adalah bekas kerajaan Mori yang sepanjang sejarahnya selalu berseteru dengan Belanda yang berusaha mencaplok wilayah yang indah dan kaya itu. Perang dengan Belanda bermula ketika raja Mori dan Belanda bersepakat membangun jalan antara Kolonodale dan Istana raja di Matanda'u. Tetapi pihak Belanda memperlakukan rakyat yang dipekerjakan di proyek itu dengan kasar dan kejam. Rakyat mengadu pada raja. Ditambah lagi dengan kelancangan Belanda mulai menagih-nagih pajak. Seolah-olah mereka sudah menjadi penguasa Tanah Mori.

Pada perang pertama pertengakan abad 19 raja Marunduh gelar Ratu ri Tana menunjukan keahliannya mengatur siasat yang brilian bersama para Tadulako (panglima)nya sehingga kurang lebih empat puluh tentara Belanda bersenjata lengkap tewas. Hal ini menyebabkan Belanda marah besar. Mereka lalu mengirimkan tiga kapal perang dari Ternete dan Makasar dengan pasukan khusus Marsosenya. Perang besar segera berkecamuk, seperti perang di benteng Ensa Ondau dan terakhir di benteng Wulanderi. Disitu raja Marunduh terus bertempur hingga titik darah penghabisan. Mestinya dia layak dihargai sebagai Pahlawan. Setelah raja mereka gugur perlawanan rakyat pun berakhir.

Selain kekayaan alam yang melimpah dan potensi wisatanya, penduduk Tanah Mori juga mempunyai kharateristik yang mirip-mirip penduduk Indonesia secara nasional. Beraneka ragam tetapi menjadi satu. Hampir tiap kampung mempunyai bahasa lokal dan adat-istiadat masing-masing yang berbeda-beda sesuai dengan sukunya seperti bahasa Impo, bahasa Towatu, Tomolongkuni, Toroda,Timobahono, Tomoiki dll. Namun dalam pertemuan-pertemuan umum, seperti acara resmi, ibadah dan sekolah, tetap  menggunakan bahasa Mori umum disamping Bahasa Indonesia. Di perantauan, orang-orang Mori selalu menyebut diri suku Mori. Pertemuan-pertemuan  paguyuban mereka biasanya mereka awali dengan menyanyanyikan Mars  “Wita Mori”. Dalam salah satu baitnya, disebutkan Pohon Apali (Beringin) sebagai simbol kekuatan pemerintahan Tanah Mori. Jauh hari sebelum Golkar dan Departemen Dalam Negeri  menggunakan pohon rindang dan kokoh itu sebagai lambangnya. Bahkan jauh sebelum pohon itu dijadikan salah satu simbol dalam lambang negara Garuda Pancasila kita.***


No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *