Saturday, January 25, 2020

MENGAPA POHON-POHON DI MONAS PENTING


Pada pertengahan tahun 70-an, salah satu masalah yang cukup memusingkan para petinggi di Pemda DKI Jakarta adalah masalah genangan air di lapangan Monumen Nasional (Monas). Mengapa ? Karena tempat itu bukan saja pas berhadapan dengan istana Merdeka yang menjadi salah satu simbol negara, tetapi juga menjadi obyek wisata dengan adanya tugu Monas yang selalu ramai dikunjungi orang. Sedang di satu masa, saat musim panas, sekitar Jakarta Pusat terasa makin panas dan polusi udara makin meningkat seiring dengan makin meningkatnya jumlah kendaraan yang setiap jam menghembuskan gas buangannya.
Untuk mengalirkan genangan air  keluar dari bekas lapangan Ikada atau yang pernah juga populer dengan lapangan Gambir itu tidaklah gampang. Kondisi lapangan yang rata bahkan di beberapa lokasi ada lekukan menyebabkan air di musim hujan susah mengalir ke dalam parit sekeliling yang sudah digali dalam-dalam.
Maka kemudian ditemukanlah solusi, yaitu dengan melipatgandakan penanaman pohon-pohon pelindung. Diharapkan pohon-pohon itu, kebanyakan akasia karena bisa tumbuh dengan  cepat, akan dapat menghisap habis genangan-genangan air itu di musim hujan. Dan dimusim panas dapat mengurangi panasnya hawa di sekitar serta mengurangi polusi udara.
Selang beberapa tahun terbukti pohon-pohon yang sudah rindang itu memang mampu menghilangkan genangan air di kala musim hujan. Melihat hasilnya yang efektif, maka tak tak tanggung-tanggung. Jakarta Fair Monas yang letaknya strategis dan selalu ramai dikunjungi warga dari segala penjuru, siang dan malam, digusur habis. Dipindahkan ke Kemayoran yang letaknya dirasa kurang strategis dari segi transportasi umum.  Bekas lokasinya dipandang lebih menguntungkan bila dihijaukan dengan pepohonan.
Semua itu saya tahu karena sejak era gubernur Ali Sadikin, saya telah menjadi konstributor pemberitaan untuk Majalah Media Jaya, Cinta Ibukota dan majalah Kotapraja yang diterbitkan Biro Humas Pemda DKI Jakarta. Bahkan sebelum diangkat menjadi pegawai organik di Inspektorat Wilayah Propinsi DKI Jakarta, sempat menjadi staf redaksi Majalah semi ilmiah “Widyapura” yang diterbitkan PPMPL (Pusat Penelitian Masalah Perkotaan dan Lingkungan) DKI yang dipimpin Dpl.Ing. Liem Bianpoen. Pakar lingkungan hidup ini, yang kebanyakan stafnya pada ahli dari Universtas Indonesia sehari-harinya melakukan penelitian. Mulai dari pengukuran polusi udara, polusi air, ketinggian banjir di musim hujan, penelitian masalah sampah bahkan sampai rencana jaringan lalulintas di masa depan.
Maka sangatlah mengherankan kalau gubernur yang sekarang membabat habis ratusan pohon-pohon pelindung di Monas untuk kemudian digantikan dengan bangunan beton. Kalau Jakarta Fair Monas saja, yang dahulu sangat digandrungi rakyat bisa digusur demi perbaikan lingkungan, masakan sekarang pohon-pohon itu diratakan lagi demi bangunan yang belum begitu jelas apa manfaatnya.
Gubernur sekarang nampaknya sudah lupa di waktu musim panas yang lalu kota Jakarta dinilai dunia sebagai kota dengan polusi tertinggi di dunia. Sampai-sampai akan diprogramkan penanaman massal sejenis tanaman yang dapat mengurangi polusi udara.
Agaknya niat bongkar-membongkar yang gagal seperti yang pernah dirancangkan untuk Taman Izmail Marzuki (TIM) Cikini sedang beralih ke Monas. Mungkin sebentar lagi area tugu Pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng akan menyusul di“vitalisasi”. (Sam Lapoliwa, mantan wartawan/PNS)***

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *