Monday, May 11, 2009

Kebakaran Murni atau Subversif ?

Akhir-akhir ini sering terjadi kebakaran di kota-kota besar yang membumihanguskan pemukiman padat penduduk. Siapa yang tak berbelas kasihan dan iba melihat penderitaan rakyat kecil yang hartanya yang tak seberapa dan telah diperjuangkannya dengan susah payah, tiba-tiba ludas dalam sekejap.

Selama ini tindakan yang dilakukan pemerintah baru sebatas tindakan represif. Tidak pernah ada penyelidikan khusus mengenai sebab-sebabnya. Penyebab yang sering dikemukakan adalah hubungan listrik arus pendek, kompor meledak, lampu minyak atau lainnya yang biasanya dipersalahkan kepada kecerobohan atau kelalaian warga di lingkungan itu sendiri.

Hal-hal yang perlu diteselidiki:
1. Penyebab kebakaran.
Kalau penyebabnya hubungan listrik arus pendek, perlu dipertanyakan apakah instalator listriknya orang atau perusahaan jasa yang dapat dipertanggungjawabkan keahliannya. Kalau itu terjadi, maka persyaratan pemberian ijin instalator perlu dievaluasi kembali dan diperketat.

Kemudian peralatan listrik yang digunakan. Apakah bahan dan produknya telah teruji kelayakan mutunya. Penyuluhan mengenai cara pemasangan instalasi dan penggunaan bahan serta peralatan listrik seyogyanya dilakukan secara berkala. Pelanggaran yang terjadi dikenakan sanksi berat. Produk-produk elekronik merek tertentu yang terbukti sering menjadi penyebab kebakaran seperti kabel, lampu pijar atau stop kontak harus tegas dilarang.

Para penghuni di perumahan-perumahan yang sangat rapat perlu selalu saling mengawasi dan mengingatkan bila ada sesama warga yang mengotak-atik sendiri instalasi listrik. Karena bila terjadi kesalahan akibatnya dapat membawa bencana bagi seluruh komunitas.

2. Status kependudukan penghuni.
Penghuni rumah asal kebakaran ditelusuri apa profesinya, apakah penduduk tetap,kost atau hanya menyewa sementara. Apakah tinggal sendirian atau bersama keluarga. Sebab penghuni yang berniat baik umumnya akan membawa serta keluarga dan harta bendanya di situ, tetapi yang berniat buruk tak akan melakukannya.

Namun tak perlu cepat berprasangka karena mungkin ada alasan lain. Bila status kependudukannya hanya sementara, profesinya tidak jelas, tinggal sendirian apalagi tidak ada di tempat ketika kebakaran terjadi, perlu diusut lebih jauh kemungkinan adanya keterkaitan dengan pihak lain. Yang sering dicurigai adalah mereka yang menginginkan pembangunan proyek di suatu lokasi tetapi sangat sulit mendapatkan kesepakatan dengan para penghuninya mengenai ganti rugi.

3. Kelambanan pemadaman.
Perlu diamati kesungguh-sungguhan dan kecepatan bertindak aparat pemadam kebakaran. Kalau terjadi kelambatan, waktu kedatangan mereka ke tempat kejadian maupun kelambatan mereka memadamkan api perlu diselidiki, apakah benar-benar karena hambatan teknis dan bukan karena kesengajaan memperlambat. Kalau ada indikasi yang terakhir, maka penyelidikan perlu dikembangkan ke pada kemungkinan motif lain.

4. Adakah motif politik ?
Dalam dunia politik tak jarang terjadi praktek-praktek kotor. Untuk menjatuhkan popularitas atau dukungan rakyat kepada kepemimpinan penguasa yang tengah memerintah, dilakukanlah aksi-aksi atau menciptakan kondisi yang menimbulkan kekecewaan, ketidakpercayaan bahkan kemarahan rakyat kepada aparat pemerintah. Kalau pelaku atau simpatisannya “orang dalam”, maka bila ada masaalah mungkin saja yang dilakukan - yang adalah pembiaran - sebagai salah satu cara politik pembusukan.

5. Adakah subversi ekonomi ?
Pertanyaan ini layak dikemukakan dalam era ekonomi global yang makin keras ini. Kebakaran areal hutan-hutan produktif, pasar-pasar bahkan beberapa pabrik yang merupakah unsur kekuatan ekonomi Indonesia, perlu diwaspadai benarkah terjadi tanpa sengaja – dan bukan ada kekuatan ekonomi asing bermain di belakangnya.

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *