Sunday, June 30, 2019

MENCARI DASAR YANG PAS UNTUK BAGI-BAGI KURSI KABINET


Usai penetapan Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih Ir. Joko Widodo dan KH. Ma’ruf Amin untuk priode 2019-2024 oleh KPU hari ini tanggal 30 Juni 2019, topik bagi-bagi kursi menteri kian gencar diperbincangkan.

Awalnya dimulai ketika Presiden menghadiri ulang tahun paguyuban Angkatan 1998 yang lalu dan memberi lampu hijau beberapa orang muda dari angkatan ini pantas menjadi menteri pada pemerintahan yang akan datang.

Lalu ketika KPU menetapkan Paslon 01 keluar sebagai pemenang Pilpres dengan keunggulan 55,50 % dari total jumlah surat suara yang sah, Joko Widodo berkali-kali membuat pernyataan ingin mengajak mantan pesaingnya  ikut bersama-sama membangun bangsa ini ke depan untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Pernyataan ini oleh banyak kalangan diartikan, Presiden terpilih itu setelah dilantik Oktober 2019 mendatang, akan memilih pembantu-pembatu atau menterinya, tidak saja dari kalangan pendukung, dan kalangan prefesional, tetapi juga dari kalangan pendukung pesaingnya. Katakan dari Partai Demokrat, PAN bahkan Gerindra.

Banyak yang menduga maksudnya adalah dalam rangka rekonsiliasi sesudah terjadinya  keretakan hubungan semasa kampanye panas yang lalu. Mengajak yang kalah untuk bekerjasama daripada nanti akan terus-menerus menjadi “pengganggu” semasa pemerintahan baru.

Kalau ini yang terjadi, maka secara moral, kurang etis kedengarannya. Bagi-bagi hadiah kursi untuk rekonsiliasi dan demi mulusnya jalan pemerintahan. Padahal seorang menteri haruslah seorang kapabel, loyal pada pimpinan pemerintahan dan mau bekerja keras untuk melaksanakan program Presiden dan Wakil Presiden.

Presiden Jokowi tentunya sudah belajar dari pengalaman masa pemerintahannya yang lalu. Ada beberapa menteri yang diberhentikan oleh berbagai sebab. Target yang tidak tercapai, kinerja kurang memuaskan, bahkan ada karena kurang disiplin alias mbalelo.

Perbedaan pendapat dalam sidang kabinet di ekspose ke luar, ke media masa, sehingga kabinet Presiden mendapat celaan, tidak kompak. Padahal Presiden sudah berulangkali mengingatkan agar perbedaan pendapat di sidang kabinet tidak dibawa keluar. Dan apabila Presiden sudah memutuskan maka semua tinggal melaksanakan.

Tentu kejadian-kejadian di atas menjadi pelajaran untuk tidak terulang lagi. Jadi dengan alasan rekonsiliasi lantasa dilakukan bagi-bagi kekuasaan dan mendorong mantan pesaing bergabung dalam koalisi, tetap saja kurang etis.

Alasan yang mungkin lebih terhormat adalah pada keselarasan program. Dari sekian banyak program-program yang pernah ditawarkan pihak Paslon 02 mungkin ada program yang sejalan dengan program Paslon 01 bahkan mungkin akan dapat dipadukan dan  saling menguatkan. Seperti untuk menurunkan harga-harga, mempercepat swasembada pangan, menambah lapangan kerja dan lain-lain. Bila ada yang sesuai, Presiden Terpilih dapat mengajak untuk dikaji bersama. Dan bila perlu pelaksanaan dan perwujudannya dapat dipercayakan kepada penggagasnya sebagai menteri di bawah Presiden.  Apa pendapat Anda.***


No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *