Tuesday, November 24, 2020

SUSAH-SUSAH GAMPANG BERTANAM HIDROPONIK


Bertanam hidroponik, khususnya sayuran daun atau sayuran buah, nampaknya tidaklah semudah seperti yang banyak dipromosikan di internet khususnya di Youtube.

Dalam pembibitan, serangan jamur kerap membuat semua usaha gagal ketika baru mau memulai. Pada waktu pembesaran, kalau luput dari serangan jamur, adakalahnya tanaman yang pada mulanya nampak tumbuh bagus, seperti pada tanaman pepaya, tiba-tiba saja bagian bawah batangnya membusuk.

Kalau beruntung lolos dari serangan jamur, tanaman semisal kangkung tumbuh kerdil. Daun bayam tiba-tiba pada memutih. Cukup menakutkan untuk dimakan sendiri. Yang terakhir ini, tentu apa lagi biang keladinya kalau bukan hama. Entah semut, lalat putih atau apalah namanya.

Mau pakai peptisida kimia ?  Memang bisa. Tapi peringatan-peringatan pada label maupun para komentator yang menganjurkan sebaiknya menghindari penggunaan bahan beracun ini - membuat hati sudah kecut duluan. Apalagi kalau untuk dikonsumsi sendiri. Lha, kalau untuk diri sendiri atau keluarga jangan, lalu boleh dikasi makan ke orang lain ? Rasanya ada dosa di sana.

Kiri dan tengah ATC dan TDS error.Kanan TDS-EC baik

Meski terlahir dari keluarga petani turun temurun, cara bertani dengan model beginian memang terasa ribet. Di tanah kelahiran kami, di pulau nyiur melambai, biji apapun dilempar ke tanah tumbuh sendiri. Tak terasa sudah menjuntaikan buah-buah yang bagus atau sayur-sayuran yang segar.

Di sini ? Kita harus pilih benih dengan cermat. Harus pakai pupuk. Pupuknya harus tahu yang macam mana. Takarannya juga harus pas. Harus seperti merawat orang sakit. Makanannya ibarat memberi obat. Salah kasi jenis makanan berarti salah obat. Takarannyapun harus pas. Takaran kurang, kerdil atau mati. Berlebih juga salah. Ibarat makanan kelewat asin atau kelewat asam, tanaman ogah makan.

Untuk ini tentu dibutuhkan pengetahuan cukup mengenai pertanian. Maka kubelilah sejumlah buku-buku soal tanam-mananam. Buka internet, ikuti tutorial-tutorial, beli peralatan seperti polybag, bubuk nutrisi A/B, alat ukur PH, alat ukur kepekatan nutrisi, segala macam pupuk kimia, pupuk kandang, kompos, cocopiet, kapur dolomit,rockwool sampai serbuk gergaji, sekam, sekam bakar dll, dll. Belum lagi obat-obat seperi Dithane 45, Decis, Rizotin dan puradan.

Selain membuat kompos dari dedaunan dengan EM-4 dan pupuk cair untuk tanaman sayur maupun buah kami juga membuat peptisida dari bahan organik seperti yang banyak dicontohkan pada beberapa tutorial. Namun semua ini belum memberikan hasil yang memuaskan.

Rupanya dalam tahap ini perlu pelatihan dan pendampingan seorang ahli yang sudah berpengalaman, terutama dalam pelatihan. Karena ternyata dalam praktek sering ditemui kendala-kendala yang membuat apa yang dikemukakan dalam teori atau petunjuk tak berjalan sebagaimana mestinya.

Contoh: Kami sudah membeli alat ukur PH ATC dengan harga di atas seratus ribu rupiah melalui online. Harga yang rata-rata sama pada semua toko online. Teorinya, ketika dicelupkan ke cairan nutrisi sesuai petunjuk, mestinya akan berhenti berkedip pada suatu nilai tertentu yang menunjukan PH cairan. Tapi nyatanya, barang ini sampai lebih sejam tak pernah berhenti berkedip. Hanya bolak-balik dari angka- ke angka yang berda-beda. Ketika mau dicek dengan cairan kalibrasi, sama juga. Bagaimana mau disetel dengan obeng yang turut dipaketkan kalau ATC nya begini. Kalaupun berhenti berkedip, dia menunjukan angka 1 atau jauh diatas 14. Angka yang tak masuk akal. Kesimpulannya, alat ini barang rusak. Maka untuk sementara ini terpaksa pakai kertas lakmus saja.

Hal sama juga dialami ketika memesan TDSmeter (hold) untuk mengukur kadar nutrisi AB. Ketika ditest dengan cairan kalibrasi, dan coba disetel menurut tabel, meterannya seperti jalan sendiri, tak terkendali. Ketika dicoba dengan TDS-EC milik teman pada nutrisi yang sama, nilai PPMnya jauh berbeda. Namun begitu, TDS ini saya cobakan juga pada beberapa tanaman saya. Dan hasilnya semua layu. Maka terpaksalah pesan yang baru, TDS-EC.  Nampaknya yang ini lebih masuk akal. Bisa mengukur dalam satuan PPM maupun mikroS/Cm.

Satu pengalaman juga, untung-ruginya membeli barang melalui sistim online. Cara ini memang lebih memudahkan, tetapi tak ada jaminan bagi pembeli akan mendapatkan barang yang benar-benar baik. Umumnya toko online tak mencantumkan alamat jelasnya yang memungkinkan pembeli dapat mengadukan kalau ada masalah. Tempat-tempat servis yang dapat memberikan layanan perbaikanpun tak disediakan.

Mungkinkah pemerintah bisa membuat regulasi yang mewajibkan toko-toko online yang menjual produk-produk tertentu memberikan jaminan “after sales service” bagi produk-produk yang dijualnya sebagai bagian dari perlindungan konsumen ? ***

 

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *