Tuesday, January 27, 2015

KEPIAWAIAN JOKOWI SEDANG DIUJI



Dalam carut-marut hubungan KPK-POLRI akhir-akhir ini, Jokowi ditempatkan pada posisi sulit. Dia dituntut untuk segera mengambil kebijakan dan keputusan. Tetapi keputusan itu bukan hanya harus dapat dterima oleh kedua pihak, tetapi juga oleh masyarakat umum dipandang cukup elegan dan benar-benar dapat dilaksanakan.
Telah banyak saran-saran dikemukakan. Tetapi diantaranya banyak yang bila dilaksanakan, malahan dapat menimbulkan masalah baru. Diantaranya menyangkut dasar hukum. Sebab kalau salah, Presiden dapat diinterpelasi. Dan memang itulah yang ditunggu-tunggu oleh pihak-pihak yang selama ini  belum menerima kepemimpinan Jokowi-JK.
Hal ini memang disadari Presiden. Oleh karena itu ia sangat berhati-hati mengeluarkan pernyataan. Kalaupun ada, dianggap terlalu umum, datar, normatif, dan dianggap kurang praktis.
­Asal mula
Asal mula dari perseteruan ini diawali oleh pernyataan pers  Abraham Samad dan Bambang Wijayanto selaku Ketua dan Wakil Ketua KPK tentang telah ditetapkannya Komjen Pol. Bambang Gunawan (BG) sebagai tersangka tindak pidana korupsi. Padahal BG baru saja diusulkan Presiden kepada DPR sebagai calon tunggal Kapolri menggantikan Jendpol. Sutarman yang akan pensiun, bahkan sudah mulai diproses DPR.
Tidak jelas, mengapa KPK melakukan pada saat itu. Mungkin karena terdesak waktu untuk mencegah. Sebab bila diumumkan ketika sudah diangkat menjadi Kapolri, dampaknya  akan  lebih besar. Mungkin juga sebagai reaksi menolak kebijakan Presiden, karena sebelum itu, BG sudah diberi catatan merah dan dilaporkan oleh KPK ke Presiden ketika ia diajukan sebagai calon  menteri kabinet.
Memang patut disesalkan mengapa Jokowi tidak memperhatikan cacatan merah KPK itu, padahal sebelumnya selalu ditekankannya untuk tidak mengangkat pembantu-pembantunya yang dikemudian hari hanya akan menimbukan beban masalah yang tidak perlu.
Apapun alasannya, KPK telah dianggap seperti sedang membuka konfrontasi dengan Presiden. Presiden pun dipandang tidak lagi menghiraukan peringatan KPK.  Dan karena BG adalah mantan ajudan Presiden ke-5 RI Megawati Sukarnoputri yang sekarang masih Ketum PDI Perjuangan, maka scopenya menjadi tambah melebar.
Spekulasi beredar bahwa pengusulan BG itu atas tekanan dari PDIP kepada Jokowi. Spekulasi itu lebih menguat lagi ketika keluar pernyataan Plt Sekjen PDIP Hasto Kristianto yang membeberkan aktivitas politik Abraham Samad (AS) pada masa kampanye Pilpres yang lalu. Hal ini menyebabkan posisi AS sebagai Ketua KPK terancam.
Dalam suasana KPK terjepit seperti ini, pihak-pihak yang dirugikan KPK atau tidak menghendaki keberadaan KPK, mengambil kesempatan untuk tambah melumpuhkan kekuatan KPK. Laporan demi laporan tentang “tindak pidana” yang terjadi bertahun-tahun lewat, dituduhkan kepada para pimpinan KPK lainnya. Sesudah Abraham Samad, menyusul terhadap Bambang Wijayanto, kemudian Adnan Pandu Praja, Zulkarnain  dan sesudah itu entah siapa lagi. Dan anehnya, Bareskrim Mabes Polri dengan senang hati menyambut saja semua itu dan memprosesnya dengan cepat.
Mestinya Polri tidak begitu saja asal-asalan menerima setiap laporan untuk diproses. Apalagi kalau yang menyangkut nama baik seseorang. Sebab kalau nanti semua tuduhan dikalahkan di pengadilan, hanya akan menurunkan kewibawaan Polri.

Makanya tidak salah kalau Presiden Jokowi meminta agar para institusi penegak hukum, termasuk Polri dalam melakukan tugas dan fungsinya bertindak secara profesional dan menjaga kewibawaannya.

Anehnya, perseteruan para petinggi KPK dan Polri yang sekarang ini sudah yang ketiga kalinya. Dan semua itu terjadi ketika KPK sedang coba mengungkap kasus korupsi yang melibatkan oknum petinggi Polri.

Pertama kasus  mantan Kabareskrim Polri Komjen Susno Duadji dan KPK yang membongkar kasus Gayus Tambunan yang melibatkan dua jendral bintang satu Polri. Bibit dan Chandra, keduanya pimpinan KPK  dan Komjen Susno sendiri jadi korban kriminalisasi.

Kedua, kasus korupsi simulasi SIM yang melibatkan Irjenpol Djoko Susilo. Dan ketiga sekarang, kasus  rekening gendut menyangkut  Komjenpol BG. Korbannya di pihak  KPK  sang Ketua dan dua bahkan mungkin tiga Wakil Ketuanya. Maka menjadi pertanyaan,  dalam hal pemberantasan korupsi, di mana posisi Polri. Ketika KPK mau membantu membersihkan oknum-oknum terkait kasus korupsi di lingkungannya, bukannya berterima kasih, tetapi malah menyerang balik.  ***


No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *