Monday, September 30, 2019

KONSEKWESI TERBIT TIDAKNYA PERPU KPK


Presiden Jokowi kini dalam posisi sulit. Antara harus mengeluarkan PERPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang) untuk membatalkan undang-undang KPK atau tidak. Terjepit antara desakan DPR, sebagian besar partai politik dan sejumlah pejabat eksekutif ex. partai disatu pihak, dan kelompok aksi mahasiswa, aksi pemuda pelajar, perguruan tinggi, para rohaniwan dan para tokoh sepuh nasional dan sejumlah budayawan di lain pihak.
Kelompok pertama bersikukuh agar Presiden segera memperlakukan undang-undang KPK hasil revisi tersebut sedangkan kelompok kedua mendesak untuk segera membatalkannya dengan mengeluarkan Perpu.
Semula Presiden enggan untuk mengeluarkan Perpu. Pertama, mungkin Presiden berpikir akan sia-sia saja karena bila DPR tidak setuju mereka dapat bersidang dan membatalkannya. Namun, setelah bertemu dengan tokoh-tokoh sepuh nasional, tokoh agama dan sejumlah budayawan beberapa waktu yang lalu, Presiden mulai melunak dan berjanji akan mempertimbangkan kembali penerbitan Perpu UU-KPK dan akan mengumumkan keputusannya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Atas perubahan sikap itu, sejumlah politisi di DPR menganggap apabila Presiden mengeluarkan Perpu berarti itu merupakan penghinaan terhadap DPR. Namun pada saat yang sama unjuk rasa atau demonstrasi menuntut pembatalan UU KPK hasil revisi makin meningkat dan meluas. Bukan saja dari para mahasiwa yang tergabung dalam  BEM-SI (Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia), tetapi juga secara tak terduga di hari berikutnya ribuan pelajar dan anak-anak pramuka mengepung gedung DPR/MPR di Senayan. Dan sementara itu diberbagai kota di Indonesia seperti Padang, Surabaya, Semarang, Bandung, Makasar, Cirebon, Medan dan beberapa kota lainnya demonstrasi  mahasiswa makin menjadi-jadi. Disayangkan di antara para pendemo itu telah menyusup para  pendemo liar yang berperilaku brutal dengan melakukan pengrusakan, pembakaran bahkan menyerang petugas sehingga aparat Kepolisian yang dibantu TNI terpaksa menyemprotkan gas air mata, semburan air. Dibeberapa tempat sejumlah oknum petugas terpancing emosi sehingga melakukan kekerasan.  Akibat bentrokan itu banyak para pengunjuk rasa ditangkap dan luka-luka sehingga harus diangkut ke rumah sakit. Sebaliknya, banyak pula anggota polisi yang cedera akibat lemparan batu, bom molotov bahkan ada yang terkena anak panah. Yang sangat menyedihkan, telah jatuh dua korban jiwa dari mahasiswa di Kendari. Satu orang tewas akibat tertembus peluru tajam yang mengenai paru-parunya dan yang seorang lagi meninggal sehari kemudian akibat pukuan benda keras di kepala. Padahal menurut pihak Kepolisian seluruh aparat telah dilarang menggunakan senjata api dengan peluru tajam. Tiga selongsong peluru telah ditemukan di lokasi penembakan dan kini masih dalam proses penelitian. Peluru dari senjata jenis apa dan siapa pemiliknya.
Kembali kepada kedua pilihan, terbit atau tidaknya Perpu, agaknya Presiden perlu bertemu dan bermusyawarah dengan para pimpinan Parpol untuk mencari solusi yang terbaik.  Karena segala keputusan  DPR  umumnya adalah sejalan dengan garis politik para pimpinan partai yang diinstruksikan kepada setiap anggotanya di DPR melalui fraksinya. Hal ini perlu agar bila Presiden mengeluarkan  Perpu tidak dibatalkan lagi oleh DPR. Kedua, agar DPR tidak kehilangan muka atau merasa terhina. Dan lebih dari itu asas musyawarah dalam segala permasalahan sesuai anjuran konstitusi tetap dijalankan.
Menurut hemat penulis, nampaknya pilihan terbaik dan efektif untuk membendung gelombang demnstrasi akhir-akhir ini harus dikeluarkan Perpu secara utuh. Idealnya atas hasil kesepakatan bersama tersebut di atas.
Kalau tidak dikeluarkan, atau dikeluarkan Perpu setengah-setengah, maka dapat dipastikan gelombang unjuk rasa akan kembali berlanjut bahkan akan lebih masif. Berapa korban jiwa lagi yang akan jatuh. Berapa ratus lagi yang akan luka-luka diangkut ke rumah sakit dan berapa banyak lagi kerugian harta benda yang habis musnah.
Keuntungan bila Perpu dikeluarkan, maka kepercayaan terhadap konsistensi Presiden dalam memberantas korupsi  dapat dipulihkan kembali. Selain itu situasi politik maupun sosial akan kembali tenang dan perekonomian akan kembali normal. Tetapi kalau Presiden mengeluarkan Perpu dan DPR menolak,  maka DPR mungkin akan mengancam membatalkannya lagi. Bahkan bisa jadi para pimpinan partai akan menginstruksikan anggota-anggotanya di DPR/MPR untuk memboikot pelantikan Presiden terpilih Jokowi-Ma’ruf Amin dengan tidak menghadiri sidang sehingga tidak tercapai quorum persidangan.
Kalau ini yang terjadi, maka rakyat akan marah. Unjuk rasa sangat masif akan terjadi. Sasarannya mungkin bukan hanya ke DPR/MPR tetapi juga bisa ke kantor-kantor DPP partai yang memboikot. Karena mereka akan dianggap bertanggungjawab. Dan siapa bisa menjamin bahwa demontrasi massa rakyat yang sedang marah itu tak akan anarkis. TNI pun yang telah berikrar akan menghadapi siapapun yang coba-coba menggagalkan pelantikan Presiden/Wakil Presiden pilihan rakyat akan tergoda untuk bertindak. Dan dalam situasi yang demikian, mungkin Presiden akan terpaksa mengeluarkan Dekrit Presiden sebagai Kepala Negara seperti yang pernah dilakukan Presiden Sukarno dahulu. (Sam Lapoliwa, SP, mantan wartawan)***


No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *