Monday, September 30, 2019

SP3 ?, GITU AJA KOK REPOT….


Salah satu masalah kontroversial dalam pro kontra terhadap Undang-undang KPK hasil revisi adalah masalah SP3 (Surat Pemberhentian penyelidikan, penyidikan dan penuntutan) terhadap perkara tersangka kasus korupsi berlarut-larut yang ditangani KPK. Ada beberapa kasus di mana tersangka tak pernah dapat diajukan ke pengadilan selama bertahun-tahun bahkan ada yang sampai meninggal – karena bahan-bahan pembuktian dianggap masih belum lengkap. Karena itu dalam revisi UU KPK, masa penyelidikan, penyidikan dan penuntutan itu dibatasi satu tahun. Lewat dari itu tersangka harus dibebaskan demi hukum.
Masalah SP3 ini nampaknya merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari paket penolakan UU KPK hasil revisi sehingga tak dapat ditemukan penyelesaiannya. Apabila soal SP3 ini ada solusinya maka salah satu pasal yang dipertentangkan dapat dikurangi.
Kalau dicermati, pasal 6 huruf a dan b UU No.30 tahun 2002 tentang KPK, tugas KPK antara lain melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi (tpk)  serta melakukan supervisi atas pelaksanaan tugas mereka.
 Sedang pada pasal 7 huruf a ditegaskan kembali  wewenang KPK antara lain  mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tpk. Selanjutnya, dalam tugas melakukan supervisi pada pasal 8 ayat (2) KPK diberi kewenangan mengambil alih penyidikan dan penuntutan tpk yang sedang ditangani Kepolisian atau Kejaksaan dengan berbagai alasan seperti yang dirinci pada pasal 9. Namun dalam ketiga pasal ini tak ada disebutkan tindakan sebaliknya, yaitu tentang penyerahan atau pelimpahan perkara TPK dari KPK ke Kepolisian atau Kejaksaan.
Tetapi dalam praktek pengadilan tpk, ada kasus di mana KPK harus melimpahkan penyidikan dan penuntutan perkara TPK kepada Kejaksaan, yaitu dalam perkara Budi Gunawan (BG). Sebelumnya, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Sarpin Rizaldi telah mengabulkan permohonan gugatan praperadilan yang diajukan Komjen Pol Budi Gunawan. Dalam putusannya, Rizaldi menilai, penetapan status tersangka Budi Gunawan oleh KPK tidak sah.  Berkas perkara kasus Budi Gunawan kemudian dilimpahkan KPK ke Kejaksaan pada 10 Maret 2015. Pelimpahan itu menjadi solusi yang diambil KPK setelah pengusutan kasus tersebut mandek.
Selanjutnya, pada 2 April 2015, Kejaksaan ternyata telah melimpahkan kembali penanganan kasus Budi ke Polri. Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, alasan penyerahan penanganan berkas Budi karena adanya nota kesepahaman di antara KPK-Kejaksaan Agung-Polri yang mengakomodir pengambilalihan perkara.
        Sementara itu, dari pihak kepolisian, Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Anton Charliyan ketika itu mengisyaratkan akan dihentikannya pengusutan kasus Budi. Anton mengatakan, berkas yang didapatkan dari kejaksaan tidak laik untuk ditindaklanjuti karena tidak ada dokumen penyelidikan dan penyidikannya. "(Berkas) itu hanya LHA dan itu fotokopian. Bagaimana kita bisa tetapkan tersangka dengan berkas seperti itu? Ada surat pemeriksaan, tapi nama yang akan diperiksa enggak ada. Kami kesulitan dong," ujar Anton.
Proses pengalihan perkara BG ini memang sempat mengundang kontroversi diantara para praktisi hukum. Namun pada akhirnya semua mereda sampai akhirnya BG diangkat menjadi Kepala BIN (Badan Intelijen Negara).
Kembali pada kontroversi SP3, nyatanya KPK telah melakukan pelimpahan perkara TPK ke Kejaksaan Agung dalam kasus BG. Solusi itu dianggap sebagai satu-satunya pilihan karena KPK tidak ada kesempatan naik banding. Meskipun pelimpahan balik oleh KPK ini tidak ditemukan dalam UU KPK No.30 Tahun 2002 namun prosesnya tetap berjalan sehingga kemudian dapat diklasifikasikan sebagai yurispridensi.  Maka daripada ribut-ribut memaksakan  KPK diberi kewenangan menerbitkan SP3, mengapa KPK tidak dianjurkan menggunakan yurispundensi ini saja untuk melimpahkan perkara yang berlarut-larut ke Kejaksaan atau Kepolisian yang telah mempunyai kewenangan menerbitkan SP3 ?. Tentu saja sesuai kewenangannya KPK dapat menyertakan syarat, bila diberikan SP3, perkara dapat dibuka kembali kalau ditemukan alat bukti baru. Gitu aja repot…*** (Sam Lapoliwa SP, mantan wartawan).

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *