Wednesday, June 7, 2017

GERAK-TIPU BOLA DAN POLITIK



Dalam permainan bola, ada yang dikenal dengan gerak-tipu. Yaitu cara mendribel  si kulit bundar melewati pemain-pemain lawan. Ada yang secepat kilat mengoper bola ke kaki kirinya, balik belakang atau pura-pura mau menyepak sehingga lawan terkecoh.
Nah, di bidang politik juga ada. Misalnya seperti yang dimainkan Partai Gerindra di DPR saat ini, menyangkut  pembentukan Pansus angket KPK. Boleh percaya, boleh tidak.
Sejak dahulu-dahulu, Partai ini bersama PKS selalu berupaya mengubah Undang-undang KPK. Banyak orang mencurigainya hanya untuk mempreteli kewenangan dan keleluasaan KPK melaksanakan tugas pokoknya. Seperti dalam hal penyadapan, pengawasan dan menahan orang-orang yang dicurigai tersangkut perkara korupsi.
Pada waktu sidang pleno DPR tanggal 28 April 2017 untuk mendapatkan persetujuan diselenggarakannya angket KPK, pimpinan sidang dipegang Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, meskipun oleh PKS sendiri dianggal ilegal.
Anehnya, fraksi Gerindra beserta  seluruh anggotanya secara demonstratif  walk out  alias meninggalkan sidang. Aneh, selama ini getol mau mengadakan “perbaikan” dalam  KPK, dan dalam kesempatan ini terbuka peluang untuk itu, kok pada keluar. Sedang Fadli Zon, yang selain sebagai Wakil Ketua DPR adalah juga Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, tetap duduk adem-ayem mendampingi  Fahri Hamzah di meja pimpinan.
Ketika Fahri Hamzah tiba-tiba mengetokan palu tanda sidang menerima persetujuan penyelenggaraan angket, Fadli Zon diam saja tak bereaksi. Padahal, pengetokan palu tiba-tiba itu mendapatkan protes dari banyak anggota DPR. Mereka protes karena masih banyak yang interupsi minta kesempatan berbicara, tetapi tidak dilayani. Hal ini kemudian berbuntut panjang. Sejumlah fraksi yang semula mendukung jadi ragu-ragu bahkan sudah menyatakan tidak akan mengirim wakilnya dalam pembentukan Pansus. Bila itu terjadi, maka kemungkinan sidang tak akan mencapai quorum, sehingga angket KPK dengan sendirinya gagal.
Eh, pada situasi demikian tiba-tiba Fraksi Partai Gerindra tampil lagi ke depan dan menegaskan akan mendukung pembentukan Pansus. Ini memang sudah sesuai dengan asli haluan politiknya dari hari-hari sebelumnya.
Orang bisa berkata mereka berubah pikiran karena berbagai alasan. Tetapi menurut penulis ini hanyalah permainan gerak-tipu politik seperti yang dikemukakan di atas. Dan wajar-wajar saja dalam politik, sepanjang tidak melanggar hukum.
Ini sebagai taktik jitu, meski agar terasa kurang etis. Partai Gerindra mula-mula melempar gagasan untuk  mengubah sejumlah bagian dalam Undang-undang KPK. Tetapi ketika akan mulai permainan, pura-pura mundur menentang angket KPK dan membiarkan pihak lain maju dan memakai tangan-tangan lain untuk memperjuangankan keinginannya yang sebenarnya. Sekaligus dalam hal ini akan mendapatkan simpati banyak pihak sebagai pahlawan.
Karena sudah umum diketahui bahwa sebagian terbesar rakyat Indonesia, tidak menginginkan diadakannya perubahan dalam tubuh KPK. Biarkan keadaannya tetap seperti sekarang. Karena  terbukti telah banyak membongkar tindak pidana korupsi besar dan mampu memenjarakan orang-orang yang selama ini sulit terjangkau oleh hukum.
Ironis bahwa inisiasi angket KPK ini muncul di DPR ketika KPK  sedang gencar-gencarnya membongkar kasus korupsi besar seperti e-KTP, proyek Hambalang, alat-alat kesehatan  dsbnya -  yang melibatkan  banyak anggota DPR dan tokoh-tokoh partai. Lebih memprihatinkan lagi,  dalam Pansus angket KPK yang akhirnya ternyata jadi juga jadi terbentuk, ada orang-orang yang disebut-sebut namanya dalam kasus yang sedang ditangani KPK. Kok bisa ya ?. Di mana etikanya. ***



No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *