Wednesday, December 19, 2018

MENIMBANG-NIMBANG PILIHAN DALAM PILPRES

      Pada masa kampanye Pilpres saat ini kedua pihak yang bersaing, masing-masing Capres/Cawapres 01 Jokow-Ma’ruf Amin dan 02 Prabowo-Sandi, tim kampanye mereka masing-masing berupaya meyakinkan calon pemilih bahwa calon mereka lebih layak untuk memimpin negeri ini untuk lima tahun ke depan.
Dari pihak petahana, yaitu kubu 01, selalu mengemukakan fakta dan data keberhasilan selama memerintah hingga saat ini, serta apa-apa yang masih harus dilanjutkan dan perlu dikerjakan untuk rakyat.     
  Berbagai  fakta  hasil pembangunan infrastruktur, pos lintas perbatasan, bendungan dan lain-lain sampai pada data tingkat kepuasan masyarakat. Semua dipaparkan.untuk menunjukan bahwa calon dari petahana telah sukses sehingga  layak  dipilih dan dberi waktu lagi untuk memimpin bangsa ini untuk lima tahun ke depan.
Dan memang , seperti dituturkan tetangga-tetangga yang sering mudik di masa libur, ‘pulang ke Jawa sekarang enak dan lancar jalannya’.
Pada  pihak pesaing, kubu 02, mereka berupaya mengumpulkan fakta, data dan informasi-informasi dari lapangan kemudian membeberkannya kepada rakyat sebagai calon pemilih.  Antara lain tidak terwujudnya sejumlah  janji petahana pada masa kampanye dahulu’ Mereka katakan sebagai pembohongan, seperti membatasi barang import serta keluhan-keluhan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga.
Pihak kubu petahana berupaya menetralisir semua ungkapan-ungkapan negatif itu sehingga seringkali terjadi debat dalam suasana panas. Bahkan terkadang dikeluhkan karena dinilai kurang beretika.
Kalau mau jujur, harus diakui, cukup banyak prestasi yang telah dicapai pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kala. Namun masih banyak juga yang belum berhasil. Ketidakberhasilan ini mestinya dapat diakui secara jujur oleh pihak calon petahana dengan mengemukakan berbagai penyebab  yang masuk akal. Seperti harga-harga kebutuhan pokok yang mahal. Meski  dikatakan stabil, tetapi stabil pada harga yang mahal. Sulit terjangkau lagi oleh mereka yang berpenghasilan tidak pernah naik-naik. Seperti para pensiunan. Pensiun sudah kecil tak pernah naik-naik, sedangkan  mereka tak  ada kemampuan lagi untuk bekerja. Kalaupun ada kenaikan, relatif kecil sekali. Tidak sebanding dengan tingkat kenaikan inflasi.
Karena itu adalah wajar apabila ada kebijakan untuk menaikan tunjangan pensiunan secara reguler sebanding dengan kenaikan tingkat inflasi.
Kondisi sosial-ekonomis di atas, tentunya terkait dengan kebijakan pemeritah termasuk Parlemen yang selalu mengesahkan APBN  dari tahun ke tahun. Khususnya mengenai perimbangan anggaran untuk belanja bidang sosial dan pembangunan fisik mega proyek.
Pada masa pemerintahan SBY, nampaknya anggaran untuk belanja sosial menempati porsi lebih besar daripada porsi pembangunan fisik seperti infrastruktur.  Contohnya subsidi bahan bakar yang demikian  los agar tetap terjangkau oleh para konsumen menengah kebawah.
Ada program BLT (Bantuan Langsung Tunai), yaitu bagi-bagi uang tunai langsung kepada rakyat miskin. Demikian juga raskin, yaitu beras  gratis untuk rakyat miskin. Di pihak lain, hampir tak ada pembangunan infrastruktur seperti jalan-jalan tol, bendungan dan lainnya.
Jadi tak heranlah kalau orang berkata pada pemerintahan dahulu lebih enak daripada sekarang ! Karena memang sebagian besar anggaran negara dihabiskan untuk konsumsi melalui subsidi aau semacam BLT. Tapi pembangunan fisik untuk diwariskan sebagai modal ke generasi berikutnya tidak ada.
Kebijakan konsumtif dan                     Kebijakan Masa Depan.
Ketika  Jokowi-JK  memulai pemerntahan mereka, mereka mengundang  para  tokoh pebisnis,  baik nasional maupun internasional.
Kepada mereka ditanyakan, mengapa mereka enggan berinvestasi di Indonesia. Jawaban pertama, kurangnya infrastruktur seperti jalan-jalan dan tenaga listrik. Alasan kedua, birokrasi terutama perijinan yang lama dan berbelit-belit !
Kemudian, ketika Jokowi berkunjung ke Cina, ia bertanya kepada Perdana Menterinya di sana, bagaimana ia dapat membangun pelabuhan-pelabuhan besar, jalan tol serta jalur kereta api ribuan kilometer. Tuan rumah menjawab, “dengan hutang”. Jokowi bertanya lagi : “Kalau hutang tidak terbayar, bagaimana ?”. Jawab tuan rumah, “ suruh angkat saja pelabuhan dan jalan-jalan itu ke negerinya”.Itulah kisah sepeti yang diceriterakan sendiri oleh Presiden Jokowi pada suatu pertemuan.
 Dan sekembalinya ke Indonesia, rupanya pola pembangunan yang dilakukan oleh pimpinan negara yang ekonominya maju pesat itu, sedang diterapkan pula oleh Jokowi di Indonesia.
Hal yang sama juga ingin dilakukan  Jokowi untuk membangunan jaringan listrik sebesar 35 ribu MW. Oleh sejumlah pihak, jumlah itu dianggap terlalu ambisius.
Mereka menilai perhatian Jokowi-JK terlalu terfokus kepada pembangunan infrastruktur sedangkan peningkatan kesejahteraan rakyat  agak kurang. Seperti  peningkatan produksi pangan supaya harganya turun, penyediaan lapangan kerja dan sebagainya. Memang ada program seperti Kartu sehat dan Kartu Pintar tapi itu tak cukup. Dan kekurangan inilah sekarang yang selalu diekspoitir oleh pihak pesaing dalam kampanye Pilpres.
Maka pertanyaannya, tetap layakkah Jokowi sebagai Capres dipilih kembali ? Menurut hemat penulis tetap layak tetapi dengan syarat : dalam program kerjanya nanti akan mengeimbangkan pembangunan bidang sosial dengan pembangunan infrastruktur. Caranya, dengan mengerem sedikit pembangunan infrastruktur dan memberi perhatian yang sama terhadap peningkatan berbagai produk pertanian untuk bisa berdikari dalam kebutuhan pangan. Kedua  meningkatan lapangan kerja.
Disadari, bahwa membangun infrastruktur seperti proyek-proyek jalan tol, kereta api cepat, pelabuhan modern dan jaringan listrik, adalah membangun masa depan. Yang akan paling menikmati adalah generasi penerus.
Sedangkan pembangunan yang bersifat konsumtif, adalah hanyalah  melayani kebutuhan generasi sekarang saja. Tidak untuk generasi masa depan.
Makanya orang-orang seperti Ir. Sukarno yang membangun Stadion Utama Senayan, Jakarta Bypass, Tugu Monas adalah orang besar yang berpikir untuk masa depan. Generasi sekarang dan berikutnyalah yang menikmatinya. Demikian pula Ibu Tien Suharto yang membangun Taman Mini  Indonesia Indah dan Ir. Jokowi yang membangun  jalan  tol berkilo-kilo meter dan jaringan kereta api baru. Bukan hanya di pulau Jawa tapi juga di luar Jawa.
Sebetulnya realisasi Tol Laut yang belum terwujud sampai saat ini masih tetap dinanti-nantikan. Suatu waktu, di mana perusahaan kapal besar  yang kapalnya mundar-mandir di perairan  Nusantara ini tidak lagi hanya dikenal PT. PELNI.
Pelayaran  kapal penumpang dan kapal barang antar pulau  dari Timur ke barat dan sebaliknya serta utara-selatan berjalan dengan teratur.
Mengenai Capres/Cawapres Pabowo-Sandi, belum banyak data dan informasi nuntuk dapat berbicara mengenai kelayakan mereka untuk menjadi pemimpin baru RI.
Prestasi dari karier mereka sebelumnya, tidak banyak yang menonjol. Prabowo memang pernah memukau ketika memberi pemaparan sebagai Cawapres mendampingi Ibu Mega sebagai Capres dahulu meskipun mereka diungguli SBY. Dia juga berjasa ketika  atlit pencak silat asuhannya berhasil menyumbangkan  banyak medali emas dalam Asian Games 2018 yang lalu.
Namun akhir-akhir ini beberapa pengamat mempertanyakan  ucapan-ucapannya yang dianggap kurang menunjukan sifat kenegarawan. Seperti menolak wartawan, NKRI akan bubar tahun 2030 dan Indonesia akan punah bila ia tidak menang pada Pilpres 2019 ini. Tapi masa kampanye masih terus berlangsung. ***

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *