Saturday, August 15, 2020

Sejarah Perjuangan Suku Mori Bahono versi TBB (4) Reformasi Pemerintahan Bahono Gaya Mokole Mpalili

Model rumah orang Bahono tempo doeloe
                              

 Dibawah kemimpinan Kepala Suku ketiga ini ketentuan adat ditegakkan kembali.Tadulako selaku Mokole Mpalili harus dipilih oleh rakyat secara demokratis. Ia memerintah dibantu beberapa orang tua-tua yang sangat dihormati sebagai penasehat sekaligus sebagai Dewan musyawarah adat.

  Ue Lagasi memerintah pada abad 18. Pada masa kepemimpinannya,ia berusaha keras untuk lebih memperkokoh persatuan atas dasar kesamaan wawasan untuk mencapai kesejahteraan bersama.

     Untuk itu dibangunlah Rumah Pertemuan (Raha Terisoa) di empat wilayah. Pertama di Lasama Bahono, kedua di Ranonsumia, ke tiga diLintumewure, Ture’a dan keempat di muara sungai kecil Tiwo’a, Lembono.

    Keempat bangunan itu disebut Lobo, artinya umah Besar. Dalam lobo itulah dilakukan terisoa atau rapat musyawarah yang mengikut-sertakanseluruh rakyat  Tomobaholo-Lasi. Setiap musuawarah besar itu selalu didahului dengan upacara agama yang memuja dewa Lahumoa Lasaeo, yang dipercayai berdiam di gua-gua batu (Kunepo) atau pohon beringin besar (apali).

       Selesai upacara keagamaan, musyawarah dilanjutkan dengan membahas masalah-masalah yang dihadapi atau usaha apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan kemudian diputuskan bersama pula.

      Meskipun jumlah warga suku itu terbilang kecil, namun mereka memiliki semboyan yang senantiasa menggugah rasa persatuan di antaramereka serta membuat semangat juang mereka tetap tinggi dalam menghadapi musuh. Semboyannya :“Opituto koa mia Tolasi, siino lada mpae mpena” artinya, “Cukup tujuh orang Lasi, tapi semua seperti cabe rawit kecil yangt pedas”.

      Dengan semangat persatuan serta patuh kepada kepemimpinan Kepala Suku serta nasehat para orang tua-tua tokoh adat, seluruh rakyat dengansemangat tinggi bergotong-royong mereka memperkuat Benteng Gunung Lasi dan bentengGunung Waawulo. Orang-orang Bahono juga biasa menyebutnya “Pa’ano”, artinya, “tanah ketinggian”.   Kedua benteng itu, di Gunung Lasi dan Gunung Waawulo selalu menjadi simbol ketahanan atau keberanian suku Lasi atau Bahono.


 

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *