Tuesday, September 1, 2020

Sejarah Perjuangan Suku Mori Bahono versi TBB (10): BENTENG BAHONO DISERANG, TENTARA BELANDA KOCAR-KACIR

K

egiatan orang-orang Belanda yang kurang menghormati adat-istiadat di kerajaan Mori / Petasia maupun  Palopo makin meresahkan rakyat termasuk di orang Bahono di Lasi. Ditambah lagi dengan kehadiran kekuatan militer mereka.

       Tentara Belanda pernah coba menyerang benteng Pa’ano, benteng pertahanan Bahono-Lasi. Sebelumnya mereka menyebarkan berita-berita propaganda bahwa Belanda akan membawa perdamaian di kawasan itu. Karena itu, ketika pasukan Belanda muncul dilembah Lembono, Ue Lagasi yang dikawal Panglima Ue Baby serta saudara iparnya Ue Lagale bermaksud turun menyambut mereka.

       Dari atas benteng, jelas terlihat pasukan Belanda itu cukup banyak, berbaju kehijau-hijauan dan bersenjata lengkap. Sedangkan Ue Lagasi dan kedua pengawalnya disertai beberapa orang anggota lasykar yang hanya bersenjatakan ponai dan tombak. Tetapi diatas benteng terdapat meriam-meriam yang pelurunya dari potongan-potongan besi yang dimasukkan dari larasnya. Pada waktu pasukan Belanda melihat ke atas, dan melihat kedatangan Ue Lagasi, bersama pengawalnya, seketika itu juga mereka menyerang dengan rentetan tembakan.

      Ue Lagasi segera berbalik memerintahkan panglimanya, Ue Baby, membalas dengan membakar patron yang sudah siap diisi sabut kelapa. Tiba-tiba meletuslah mulut meriam-meriam itu yang mengeluarkan penggalan-penggalan besi menyala seperti bara api menyambut pasukan musuh. Dan bersamaan dengan itu kayu penahan timbunan-timbunan batu di atas benteng di lepas. Maka terjadilah longsoran batu-batu besar kearah datangnya musuh. Dengan adanya perlawanan sengit itu pasukan Belanda mundur dan tidak pernah muncul lagi. Namun salah satu peluru musuh konon sempat mengenai ponai (pedang) Ue Lagale lalu melenting ke udara. Pedang tidak rusak tetapi sarungnya rusak.

       Perbuatan itu membuat Ue Lagasi sangat marah. Ia samasekali tidak mempercayai lagi  orang-orang Belanda.Apalagi serangan itu dilakukan ketika suku Bahono sedang berperang dengan suku Towatu. Perang itupun tidak lepas dari politik adu-domba Belanda untuk melemahkan Raja Marunduh dengan raja-raja kecil (Karua) yang semula setia kepada Raja Mori / Petasia.

         Raja-raja kecil yang menjadi penghalang menurut pihak Belanda, adalah Kepala Suku Towatu, Tomoiki dan Tolasi-Bahono. Disebarkanlah desas-desus bahwa para Kepala Suku ini menghina raja Petasia. Raja-raja kecil inipun satu sama lain diadu-domba. Akibat adudomba itu terjadilah perang segitiga. Raja Marunduh berperang dengan Karua Tole dan Suku Towatu berperang dengan Suku To Lasi / Bahono. Terjadinya perang suku menyebabkan kekuatan raja-rajanya bertambah lemah. Kesempatan itu lalu digunakan Belanda mulai menyerang benteng-benteng pertahanan orang-orang Mori.

        Tahun 1907 jatuhlah tanah Mori ke tangan penjajah Belanda dengan korban tidak sedikit pada kedua pihak.***

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *