Thursday, December 10, 2020

KORUPSI HAK ORANG MISKIN

Siapa menyangka kalau Manteri Sosial, Juliari Batubara, orang yang mestinya paling bertanggung jawab dalam penyaluran bantuan bagi rakyat miskin akibat pandemi virus covid 19 - ternyata justru menjadi pemain utama dalam jaringan perampokan bantuan untuk orang berkesusahan itu. Politikus PDI Perjuangan ini - yang dipercaya Presiden melakukan tugas kemanusiaan itu ternyata telah mengkhianati kepercayaan yang diberikan kepadanya. Bagaimana tidak. Untuk setiap pengadaan paket sembako yang akan dibagikan kepada kaum miskin, diminta jatah dari kontraktor yang ditunjuknya sebanyak Rp 10.000,00. Presiden Joko Widodo merinci jumlah bansos yang akan disalurkan kepada masyarakat di seluruh Indonesia, sebagai berikut : Untuk masyarakat yang tinggal di DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) akan mendapatkan bantuan sebesar Rp600 ribu per bulan selama tiga bulan dalam bentuk sembako.Sedangkan masyarakat di luar Jabodetabek akan mendapat bantuan berupa uang tunai. "Untuk masyarakat di DKI dialokasikan untuk 2,6 juta jiwa atau 1,2 juta KK (kartu keluarga) dengan besaran Rp600 ribu per bulan selama tiga bulan. Anggaran yang dialokasikan adalah Rp2,2 triliun. "Bantuan sembako untuk wilayah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi kepada 1,6 juta jiwa atau 576 ribu KK sebesar Rp600 ribu per bulan selama tiga bulan. Dengan total anggaran Rp1 triliun. "Untuk masyarakat di luar Jabodetabek akan diberikan bantuan sosial tunai kepada 9 juta KK yang tidak menerima bansos PKH maupun bansos sembako, sebesar Rp600 ribu per bulan selama tiga bulan dan total anggaran disiapkan Rp16,2 triliun," papar Joko Widodo. Nah, hitung saja berapa yang sudah diterima dan masih akan diterima komplotan tersebut. Ketua KPK, Firli Bahuri dalam konferensi pers, menduga Juliari Peter Batubara (JPB) menerima Rp17 miliar dari korupsi bansos sembako yang ditujukan untuk keluarga miskin yang terdampak akibat wabah virus corona. Uang tersebut diduga digunakan untuk keperluan pribadi. Kalau untuk oknum-oknum dari Kemensos saja sebagai pemberi proyek sudah dipotong Rp 10.000,00 per paket , lalu berapa lagi yang masih harus dipotong si kontraktor pelaksana ? Logikanya, jumlah biaya yang tersisa untuk pembelian barang sesuai standar jumlah dan jenis barang yang ditetapkan untuk tiap paket akan semakin kecil. Belum jelas benar bagaimana modus operandi para pembajak hak orang miskin ini karena pengusutan masih terus dilakukan. Tapi ada beberapa kemungkinan. Untuk memenuhi standar itu, kwalitas barang seperti beras, gula dsbnya diturunkan.Maka tak heran, bila pernah diberitakan adanya paket bansos yang ditolak dan dikembalikan masyarakat karena mutunya jelek. Bisa juga untuk menutupi pungli Rp 10.000 itu, kedua pihak sekongkol melakukan "markup" harga, karena kontraktor tak mau rugi. Selain modus operandi di atas, mungkin juga ada pencatutan nama. Hak pemohon yang sudah diloloskan dialihkan untuk diri sendiri atau orang lain. Atau ditambahkan nama-nama fiktif yang seolah-olah pemerima bansos. Untuk itu anggaran harus digelembungkan sehingga tambah membebani anggaran pemerintah. Cara manapun yang mereka gunakan, jelas merupakan pelanggaran berat. Mereka yang terlibat pantas diberi hukuman berat. Apalagi yang dikorup hak orang-orang miskin, dilakukan pada masa darurat bencana nasional, saat ekonomi negara sulit, dan dilakukan orang-orang-orang berendidikan dan berkecukupan. Yang pasti kasus ini dapat menjadi peringatan pula bagi PDIP. Sama dengan partai-partai lain terdahulu seperti Partai Golkar, Nasdem, Demokrat, PPP. Ketika sejumlah tokoh-tokoh intinya banyak terlibat korupsi dan masuk bui satu persatu perolehan suara mereka pada pemilu turun drastis. Bahkan ada partai yang sampai tak mampu mengirimkan wakilnya ke Parlemen.***

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *