Friday, December 18, 2020

Ready to be the first

Menanggapi keraguan sebagian orang mengenai keandalan dan keamanan penggunaan vaksin anti covid-19, Presiden Jokowi tampil dengan menyatakan kesediaannya menjadi orang pertama untuk mendapatkan penyuntikan vaksin covid-19.

Penegasan ini juga barangkali sebagai tanggapan atas tantangan sejumlah tokoh seperti Aa Gymnasiar seperti dikutip CNN Indonesia - yang meminta agar petinggi-petinggi negara seperti Presiden Jokowi, Wakil Presiden Ma’ruf Amin, para menteri serta Ketua MPR Bambang Soesatyo, Ketua DPRI Puan Maharani dan para jenderal yang pemberani itu berani menjadi peserta klaster pertama menerima suntikan vaksin baru ini. Aa Gym sendiri baru mau disuntikan bila vaksin itu benar-benar sudah teruji keandalan dan kehalalannya.

Pemerintah yang diberi tanggung jawab oleh konstitusi melindungi segenap rakyat Indonesia, nampaknya tak sabaran menantikan ijin BP POM sebagai pemegang otoritasnya, sementara hari demi hari korban meninggal dunia karena covid terus bertambah. Jumlah orang terpapar makin meningkat sementara fasilitas perawatan makin tak mampu menampungnya.

Ketika para ahli dari lembaga penelitian dan organisasi profesi di bidang kesehatan masih sibuk berdebat di media sosial, pemerintah telah mengeluarkan banyak dana mengimpor jutaan vaksin yang sudah tiba di Indonesia dan akan menyusun jutaan lagi. Dan begitu ijin POM keluar sudah siap didistribusikan. Bahkan kalau tadinya pemerintah merasa mampu hanya dapat menyediakan 50 % untuk masyarakat secara gratis karena keterbatasan keuangan negara, kemudian 60% maka akhirnya pemerintah memberanikan diri meningkatkan menjadi 100 %.

Sebagian orang menganggap ini kebijakan spekulatif. Tetapi pemerintah bersikukuh, ini adalah masalah kesempatan. Ketika negara-negara lain di dunia berebut memesan obat penangkal yang dianggap pamungkas ini, kalau kita hanya berdiam diri akhirnya bisa menyesal sendiri karena tidak kebagian.

Kalau ditimbang-timbang, apakah ada obat yang tak memiliki efek samping ?  Menurut penulis yang pernah belajar sebentar di fakultas Farmasi, tidak ada. Sebenarnya bisa dibandingkan prosentase peningkatan kematian akibat virus corona selama ini dengan kematian akibat efek samping dari uji coba terhadap ribuan relawan selama ini dari masyarakat kita sendiri, termasuk Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Sayang data hasil uji coba itu kurang diinformasikan. Kalau hasilnya lebih kecil, maka tanpa ragu harus diputuskan : Laksanakan vaksinasi ! Penulis yang kini sudah berusia 76 tahun pun bersedia ikut di klaster pertama.

Jokowi yang memang punya latar belakang saudagar atau pengusaha, memang selalu mempertimbangkan setiap kesempatan yang hanya sekali lewat. Dan kalau saja Terawan Agus Putranto Menteri Kesehatan saat ini punya kewenangan mandiri memutuskan, mungkin dokter jendral bintang tiga ini sudah memerintahkan pelaksanaan penggunaan vaksin ini. Ingat, dalam kasus pengobatan “cuci otak”? Meski sudah banyak tokoh nasional kembali bugar oleh pengobatannya sewaktu masih memimpin RSPAD Gatot Subroto, pihak IDI masih mempertanyakan hasil penelitian mengenai cara pengobatan itu. Bahkan ia sempat dipecat dari keanggotaan IDI, meski kemudian direhabilitir kembali. ***

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *