Thursday, August 15, 2019

CARA LELUHUR ORANG BAHONO MERAWAT TANAH


Hari-hari ini sebagian warga bangsa kita di Kalimantan, Riau dan Sumatera, tengah dihantui kabut asap akibat kebakaran hutan. Baik akibat kemarau yang berkepanjangan maupun oleh ulah orang-orang berpikiran picik dan tak bertanggungjawab. Yang terakhir ini memanfaatkan kemarau ini sebagai kesempatan untuk membuka lahan kebunnya tanpa berjerih-payah dan tanpa memikirkan kepentingan umum.

Para leluhur orang Mori Bahono dahulu, membuka kebun mereka dengan pembakaran juga, namun dengan cara terukur dan terkendali. Sebelum pembakaran dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pemarasan rumput di sekeliling kebun agar saat pembakaran  api tidak merambet ke tempat lain. Dan sebelum api disulut akan diperhatikan lebih dahulu arah angin. Selama pembakaran berlangsung mereka terus  bersiaga mengawasi jangan sampai ada api menjalar keluar. Mereka baru akan pulang setelah yakin semua nyala api telah padam.

Satu hal lagi yang patut dipuji dari tradisi orang Bahono buka lahan. Mereka menyadari bahwa tanah perlu juga istrahat. Jangan terus-menerus dieksploitasi. Kurang  jelas apakah tradisi ini diadopsi dari  para penginjil dahulu, karena ini  sesuai dengan apa yang tertulis dalam Kitab Imamat pasal 25 bahwa tanah juga perlu diberi masa istrahat. Hanya penafsirannya sedikit berbeda. Dalam pasal ini diperintahkan, tanah kebun dapat ditanami dan dipungut hasilnya selama enam tahun tetapi pada tahun ketujuh harus diistrahatkan, tak boleh ditanami. Bahkan tanaman yang tumbuh sendiri selama tahun itu tak boleh dipeti. Tanah harus istrahat total.

Orang Bahono mengistrahatkan tanah mereka bukan hanya setahun tetapi tujuh tahun. Selama tujuh tahun itu mereka akan membuka kebun di tempat yang lain. Maka tak heranlah kalau keluarga-keluaga orang Bahono dahulu memiliki tanah kebun sedikitnya di tujuh lokasi yang berbeda. Mereka akan mengolahnya setiap tahun secara bergilir. Bekas kebun yang baru dipanen, tahun berikutnya tak akan dibuka lagi, tetapi akan dibiarkan untuk kembali ditumbuhi pohoh-pohon. Sesudah tujuh tahun akan dilihat, apakah sudah layak untuk dibuka kembali atau belum dengan memperhatikan diameter rata-rata pepohonan di bekas kebun itu. Rupanya mereka juga memiliki standar minimalnya.

Kalau dianggap sudah boleh, pembukaan akan dimulai dengan memaras rumput-rumput  dan semak-semak yang disebut “me’owu” dengan hanya meninggalkan pohon-pohon yang besar. Tahap berikutnya  kaum pria akan melakukan tugas “montuehi”, yaitu menebang pohon-pohon besar yang tersisa dengan kapak sambil “montutu’i:, yakni memotong semua cabang-cabangnya  agar hasil pembakarannya nanti merata.

Selang beberapa minggu, ketika  seisi lahan benar-benar sudah kering, barulah dilakukan pembakaran seperti diceriterakan diatas. Pekerjaan selanjutnya  adalah “montawui”. Yaitu mengumpulkan sisa-sisa  cabang dan ranting yang masih tersisa  untuk  dibakar kembali.

Dengan selesainya pekerjaan montawui, lahan sudah siap untuk ditanami. Untuk menanam padi atau “montasu”, biasanya dilakukan secara gotong royong yang disebut “merae”. Semacam arisan saling menolong secara bergilir. Barisan kaum pria  maju berderet bertugas membuat lubang dengan tugal kemudian diikuti dengan deretan kaum wanita di belakang yang mengisi benih padi. Saat-saat demikian biasanya mereka lakukan dengan riang gembira sambil bernyanyi-nyanyi. Dan satu lagi, khusus untuk acara montasu ini ada tradisi, nasi konsumsinya dihidangkan dalam bentuk “sinori”, yaitu nasi yang dimasak dalam bambu mirip lemang. Tapi isinya nasi biasa yang dibalut dengan dua potong daun sagu yang saling berhadapan.

Terkadang giliran montasu agak terlambat. Rumput-rumput sudah terlebih dahulu tumbuh disana sini sehingga perlu pekerjaan tambahan yaitu “monsaira” atau menyabit. Sebab maklum saja, tanah yang sudah istrahat selama tujuh tahun telah menghasilkan banyak humus. Tanahnya menjadi gembur  dan subur tanpa memerlukan pupuk lagi.

Selain padi, ditanam juga secara tumpang sari tanaman lain seperti jagung, semangka, dan sayur-sayuran, pepaya dan lain-lain sehingga semua kebutuhan konsumsi keluarga dapat terpenuhi. ***

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *