Saturday, August 17, 2019

Keanggotaan MPR Perlu Ditinjau Kembali


Bila Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) benar-benar akan melakukan amandemen terbatas pada Undang-Undang Dasar 1945 dalam sidang-sidangnya mendatang, maka satu hal yang agaknya penting juga dipertimbangkan adalah perubahan keanggotaan MPR yang diatur pada pasal 2.

Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami empat kali amandemen. Pada amandemen pertama tahun 1999, bunyi pasal 2 yang mengatur keanggotaan MPR ini tidak berubah, masih sama dengan aslinya, yaitu  bahwa MPR (ayat 1)  terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.

Dalam penjelasannya, dua-duanya menyatakan “ maksudnya adalah supaya seluruh Rakyat, seluruh golongan, seluruh daerah akan mempunyai wakil di Majelis, sehingga Majelis itu akan betul-betul dapat dianggap sebagai penjelmaan Rakyat. Yang disebut “golongan-golongan”, ialah badan-badan seperti Koperasi, Serikat Sekerja dan lain-lain badan kolektif. Aturan demikian memang sesuai dengan alisan zaman. Berhubung dengan anjuran mengadakan sistim koperasi dalam ekonomi, maka ayat ini mengingat akan adanya golongan-golongan dalam badan-badan ekonomi”.

Namun pada amandenen ke empat atau terakhir, pasal ini dirombak menjadi : “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.”

Terlihat bahwa golongan-golongan seperti badan-badan Koperasi, serikat Sekerja dan badan-badan ekonomi dihilangkan samasekali. Tidak ada penjelasan, apakah golongan-golongan seperti badan-badan Koperasi, Serikat Sekerja dan badan-badan ekonomi lainnya yang dimaksud para peletak dasar negara ini dahulu, oleh para politisi sekarang dianggap sudah terhisap dalam Golongan Karya (Golkar) yang kemudian menjadi partai ?

Kalau  dugaan ini benar, maka ini kesalahan serius yang perlu dikoreksi.  Golkar sebagai sebuah partai yang kebijakan politiknya dikendalikan oleh segelintir pengurusnya, telah terbukti tak pernah kita dengar suaranya memperjuangkan aspirasi  badan-badan koperasi, serikat-serikat sekerja atau badan-bahan ekonomi lainnya seperti Organisasi Perusahaan Sejenis (OPS) yang kita kenal dahulu.

Serikat-serikat buruh, Serikat Penerbit, PGRI dan banyak organisasi-organisasi profesi lainnya tak ada yang mewakili mereka bersuara di forum majelis konstitusional. Maka satu-satunya jalan untuk menyalurkan aspirasi mereka adalah dengan melakukan demontrasi di jalanan.

Karena itu, adalah adil rasanya apabila bunyi pasal 2 UUD 1945 ini dikembalikan lagi  sesuai aslinya. Utusan golongan-golongan profesional harus hadir juga membawakan aspirasi mereka bahkan ikut menetapkan kebijakan negara di forum resmi seperti MPR. Syarat-syarat golongan yang boleh mengirim wakilnya dapat diatur dengan undang-undang. Sedang komposisi anggota dari anggota DPR, DPD dan golongan-golongan dapat diatur secara proporsional. ***

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *