Tuesday, August 6, 2019

DOGGY, SI PENIRU AZAN TELAH PERGI


Ketika  sedang sibuk bersiap-siap untuk membawa Doggy ke dokter , tak dinyana  hewan kesayangan kami itu – sudah tak bernapas.  


Doggy memang hanya seekor hewan. Tapi bagi keluarga kami Doggy  yang telah bersama kami selama hampir sepuluh tahun, bukanlah sekedar seekor hewan. Sudah menjadi bagian dari keluarga. Ke manapun kami pindah kami selalu bawa. Kami dahulu menemukannya bersama Dolly temannya ketika sedang terancam jiwanya oleh satu keluarga` yang marah menemukan mereka tersesat memasuki pekarangan rumah mereka.
Dengan membawa kayu dan bambu runcing. mereka dengan garang mengejar Doggy dan Dolly yang mengendap ketakutan di antara tanaman pagar. Maka ketika kami, yaitu saya dengan isteri melihat, kami mohon agar kedua mahluk yang masih kecil-kecil itu jangan dianiaya. Kami mendekati kedua hewan malang itu. Mereka datang mendekat dan mau diangkat dan digendong. Masih menggigil ketakutan ketika kami membawa pulang mereka untuk dipelihara.

Ada keistimewaan dari sepasang hewan ini. Kalau mereka mendengar suara azan mereka ikut meniru dengan menggonggong berkepanjangan. Tidak peduli, siang ataupun subuh. Rumah kami, waktu itu di Bogor, bersebelahan dengan mushollah yang juga digunakan sebagai pesantren. Kebiasaan Doggy-Dolly yang suka meniru azan ini pernah dibahas ibu-ibu pengajian dengan uztad mereka. Kata si ustad,” anjing saja ingat  jam sholat, bagaimana dengan kita ?”.

Kembali kepada musibah yang menimpah Doggy. Hewan jantan mirip herder ini, biasanya kami tempatkan di teras depan rumah kami, kini di Depok, untuk menjaga keamanan. Suatu ketika, entah mengapa,ia mimisan. Banyak darah keluar dari hidungnya. Muntah-muntah dan  batang hidungnya nampak membengkak. Kami bawa ke dokter. Oleh dokter disuntik dan diberi antibiotik dan obat-obatan lainnya untuk menghentikan pendarahan dan mual-mual. Obatnya ternyata mujarab. Pendarahan dan muntah-muntah berhenti. Demikian juga bengkaknya hilang.

Dokter berpesan, kalau obatnya mau habis datang lagi. Ketika obat kapsul antibiotik terakhir terpakai, kami kembali sesuai pesan. Mungkin akan tambah obat. Kami juga beritahukan obatnya cocok dan Doggy sudah membaik. Melalui asistennya dokter hewan itu berpesan tak perlu lagi diberikan obat.

Tapi sayang, selang dua minggu kemudian terjadi lagi pembengkakan di batang hidung Doggy dan sekali-sekali pendarahan lagi. Kami kembali ke dokter. Namun dokter ini tak lagi bersedia memberikan obat apapun. Khususnya antibiotik. Alasannya, pemakaiannya sudah terputus. Pertolongan lain juga tidak.

Meski kondisinya tambah parah, dan pembengkakan mulai mengenai kedua matanya, Doggy tetap berusaha makan. Tidak merepotkan. Meski nampak seperti turunan herder tapi ia makan apa saja yang kami berikan.

Tetapi menjelang kematiannya ia tak mampu makan lagi. Ketika mau makan darah mengucur ke wadah makanannya. Kami berikan vitamin K sisa pemberian dokter dan nampak pendarahan berhenti. Namun timbul masalahah baru. Doggy susah bernapas melalui hidung. Mungkin hidung tersumbat. Terpaksa ia  bernapas melalui mulut. Tapi akibatnya, dia tak bisa minum. Apalagi makan. Kami coba menyemprotkan air minum ke mulutnya yang mulai nampak kering. Sekedar untuk membasahi mulutnya dan syukur-syukurkalau bisa ditelan.Tapi apa yang terjadi ? Dia gelagapan, “kesleg”. Mungkin  pernapasannya melalui mulut itu terhambat ketika mencoba menelan.

Semalaman dia terengah-engah dalam posisi terbaring. Sesekali ia menggelepar dan berusaha bangun tapi tak ada kekuatan lagi. Nampak ia sangat menderita. Pagi hari, anak saya bertanya bisakah diakhiri saja penderitaannya dengan meminta dokter memberikan suntik mati ?  Memang semalaman anak saya ikut mengawasi dan mengelus-elus hewan kami yang sekarat ini. Saya jawab, “ Papa tak akan pernah melakukan atau menyarankan hal seperti itu. Sekalipun kepada hewan. Apalagi selagi kita masih tetap berusaha dan masih ada sedikit harapan. Kalau harus mati biarlah mati secara alami.”

Pagi hari, saya hubungi lagi dokter yang pernah merawatnya. Mungkin ia masih bisa melakukan sesuatu menyelamatkan Doggy. Karena tak berhasil, saya menghubungi klinik hewan lain yang pernah direkomendasikannya. Tapi dokter di sana mengatakan fasilitas mereka belum memungkinkan  menerima rawat inap hewan.

Lalu kami ke klinik hewan di kawasan Jalan Sentosa Depok. Syukur, Klinik itu bisa menerima Doggy dirawat. Fasilitas ada seperti rontgen, infus dan lain-lain. Dokter praktek juga selalu siap, bahkan sampai malam. Seketika timbul kembali semangat dan harapan dalam diri saya . Semoga Doggy yang sedari pagi saya tinggalkan masih tetap bertahan hidup meski sekarat, dapat kami bawa ke klinik itu untuk segera mendapatkan pertolongan darurat. Mungkin diinfus agar tak kelaparan dan bantuan oksigen.

Nampaknya Doggy masih bisa muat di kandang besi mereka dahulu dan kemudian akan saya membawanya ke dokter dengan menggunakan sepedamotor.Tetapi ketika sedang mempersiapkan kandangnya, Doggy telah pergi.***

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *