Tuesday, February 11, 2020

PERUMAHAN ISLAMI,KRISTIANI,BUDHIS; WAJARKAH ?


Di antara iklan-iklan niaga di media masa sesekali kita jumpai iklan yang menawarkan perumahan bernuansa agama dengan berbagai fasilitasnya yang menarik.

Sepintas, seperti terkesan eklusif. Jadi kalau perumahan Islami, kesannya hanya khusus untuk calon pembeli dari keluarga Muslim. Lantas, bagaimana kalau ada perumahan Kristiani. Perumahan Budhis. Janggal bukan ?

Seperti ketika dahulu di beberapa Daerah ada Perda Syariah. Lalu di salah satu daerah di Papua mendadak ada yang disebut Perda Kristiani. Untunglah perda-perda bernuansa agama tertentu dan cenderung ekslusif ini segera dicegah Pemerintah sesuai kewenangannya sehingga tidak meluas dan berakibat membatasi keleluasaan kelompok agama minoritas setempat.

Akan halnya perumahan bernuansa agama ? Masalahnya sedikit lain sehingga penulis dapat menerima keberadaannya. Tetapi dengan satu syarat. Tidak diikat dengan peraturan apapun yang membatasi keinginan dari umat beragama berbeda untuk memiliki rumah dan bertempat tinggal di tempat itu. Tentu saja yang bersangkutan harus  siap mental  untuk menerima resiko sosial yang mungkin terjadi. Dan ini membutuhkan kesabaran dan harus pintar-pintar menyesuaikan diri agar dapat diterima dengan baik oleh lingkungannya.

Apa segi positif dari adanya lingkungan perumahan bernuansa agama ini ? Satu, menyangkut pendidikan kerohanian anak-anak. Setiap orangtua tentu selalu mengnginkan anaknya menjadi anak yang saleh menurut ajaran agama yang mereka anut. Mengajarkan akhlak baik sesuai ajaran agama. Mereka tidak menghendaki anak mereka menyinpang dan ajaran agamanya. Dan akan sedih sekali kalau sampai anak mereka jadi terpengaruh dengan ajaran keyakinan lain dan menjadi murtad. Semua oragtua dari agama manapun, menurut penulis akan berpikir demikian.

Kedua, bila tinggal dalam lingkungan agama yang sama, tidak akan terjadi  masalah dalam peribadatan di rumah-rumah warga. Contohnya, seperti yang sering terjadi, satu keluarga Nasrani yang akan menyelenggarakan kebaktian keluarga di rumahnya dicegah oleh tetangga-tetangganya yang mayoritas keluarga Muslim. Dan mungkin juga hal yang sama pernah terjadi ketika sebuah keluarga Muslim mau mengadakan pengajian atau tasyakuran di rumahnya yang dikelilingi mayoritas keluarga Nasrani.

Di beberapa Daerah seperti dahulu di kota Poso dan beberapa desa di Sulawesi Tengah, zonatisasi komunitas bernuansa agama itu sudah lama terjadi. Tetapi secara alamiah. Dan biasanya dibatasi oleh sungai dan ditandai dengan suku bangsa komunitasnya. Di Poso misalnya dikenal Kampung Minahasa dan Kampung Lage yang didiami orang Mori  yang beragama Kristen. Sedangkan di Sayo yang kebanyakan dahulu transmigran asal Jawa beragama Islam. Demikian juga kampung Gorontalo yang warganya kebanyakan suku Gorontalo adalah komunitas Muslim. Hal yang sama juga nampak di kota Kolonodale, desa Sampalowo, Tompira dan yang lainnya.

Tidak ada peraturan yang mengharuskan atau melarang seseorang tinggal di suatu lingkungan, semuanya terjadi secara alami. Setiap keluarga baru dengan bijaksananya akan memilih sendiri tempat yang lebih sesuai dengan keinginannya.

Zonatisasi alamiah seperti ini tidak pernah membawa dampak negatif apapun. Semua warga hidup dengan rukun dan damai dan berintegrasi dengan baik seperti di pasar-pasar, sekolah dan kegiatan umum lainnya. Kalaupun dahulu pernah terjadi kerusuhan di Poso, itupun disebabkan anasir-anasir dari luar seperti teroris-teroris yang pernah ke Afganistan dan kelompok teroris di Pilipina Selatan. ***


No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *