Monday, January 25, 2010

JENDERAL TERNYATA TAKUT JUGA....

Ini pengalaman ketika masih jadi wartawan. Suatu ketika saya mencari seorang teman wartawan di daerah elit Menteng dengan mengendarai sepeda motor. Saya menggunakan jaket agar tak masuk angin, dan didalamnya aku menyandang tustel. Teman ini hanya memberi tahu nama jalan dan nomor alamat kantornya.

Sambil meluncur lambat-lambat, aku perhatikan setiap rumah di kiri dan kanan jalan mencari alamat kantor teman tersebut, dan memang tidak sulit menemukannya.

Ketika kembali ke kantor, aku terkejut karena diberi tahu seorang perwira polisi dari Bagian Reserse Kriminil Kramat Jakarta Pusat meminta saya menghadap ke kantornya. Apa salahku ?

Setibanya di sana, perwira polisi yang memanggil berdiri dari kursinya menyalami saya sambil tertawa geli :" Oh.....ente..., kirain siapa.....", katanya dalam logat Betawi. Perwira ini memang sudah kukenal baik, karena sebagai wartawan aku sering mengikuti kegiatan-kegiatan kepolisian.

Ia lalu menceriterakan, rupanya ada seorang jenderal di kawasan Menteng yang memperhatikan dan mencurigai saya. Ia menelpon polisi minta diselidiki siapa pemilik motor yang nomornya telah dicatatnya. Setelah diteliti ternyata pemiliknya Kantor kami. Dan ketika pimpinan kantor kami meneliti siapa pemakai motor dengan nomor misterius tersebut, ternyata saya.

"Jenderal siapa itu, nanti kujelaskan.", kataku. "Disangkanya mungkin aku penembak jitu", Periwa ini tak mau menyebutkan. "Ya, sudah", katanya. "boleh pulang", sambil kami tertawa lalu saya pulang.

Peristiwa kedua :
Ketika naik pesawat dari Makasar kembali ke Jakarta. Namanya wartawan, selalu mengamati kalau-kalau ada sesuatu yang dapat dijadikan berita. Nah, pada jarak beberapa kursi samping kanan depan aku kenal seorang jenderal yang ketika itu menjabat sebagai salah seorang Panglima Komando Wilayah (Kowilhan) yang membawahi beberapa Komando Daerah Militer (Kodam).

Saya mendekati sang jenderal ini dan menyapanya, maksudnya untuk sekedar wawancara. Eh, ia nampak terperanjat. "Saudara siapa......", ia bertanya dengan wajah curiga. Mungkin ia menduga aku pembajak pesawat. Maklum ketika itu masih hangat berita pembajakan pesawat Indonesia "Woyla" yang digagalkan pasukan RPKAD di Bangkok. "Saya wartawan Pak", sambil menunjukkan kartu pers yang ditandatangani Jendral HSS, Komandan Mabes ABRI. Barulah ia tenang. Namun karena suasananya terasa tidak nyaman lagi, maka wawancara saya batalkan.

Untunglah di situ ada Yohanes Auri, bintang lapangan kesebelasan nasional PSSI yang ketika itu sedang memuncak pamornya. Senang mendapat julukan "si Kuda Hitam dari Timur" ia kelihatan sangat antusias diwawancarai. Ia berceritera bagaimana ketika kakinya cedera diinjak pemain kesebelasan Dinamo-Moskwa, diangkat sebagai pegawai PN. Pertamina dan..... pernikahannya yang baru saja berlangsung. "Oh.... rupanya sedang bulan madu ya......", kataku ketika kami sudah siap-siap mendarat di Kemayoran.

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *