Sunday, January 24, 2010

RELAWAN DI HAITI : "KAMI PULANG UNTUK MENANGIS"

Seperti orang-orang lainnya yang telah memberikan waktunya menolong para korban gempa di Haiti, Gary Garner membutuhkan saat-saat yang baik untuk menangis sepuas-puasnyanya. Di kepala ahli medis dari Salt Lake City, Utah ini selalu terbayang tubuh-tubuh tak bernyawa yang diangkat dengan tangannya sendiri atau kaki-kaki, tangan dan jari-jari yang diamputasinya. Sekarang ia butuh istrahat.

Jumat lalu ia ditemui sedang termenung di lapangan terbang Port-au-Prince, berpikir untuk dapat kembali hidup normal. "Kami akan kembali ke rumah dan menangis", kata Garner dengan suara lemah. Dari raut mukanya, ia nampak tertekan, sangat menderita. Dan diam-diam ia mulai menangis. Kesedihan mendalam itu tak dapat dilupakannya sampai di rumah.

Demikian juga Elizabeth Bellino tak sabar menunggu. Dokter anak dari New Orleans, Lousiana ini ditemukan sedang menangis Jumat lalu di sebuah mobil. Ia sedih karena dokter-dokter dari rumah sakit negara lain tak mau menerima satu truk sumbangan makanan dan air yang dibawanya. Mereka juga tidak mengijinkan menumpangkan pasien-pasiennya ke rumah sakit lapangan tempatnya bertugas sebagai relawan. "Ini membuat frustasi:, katanya. "Sampai hati mereka begitu".

Ya, memang masih banyak tangisan terdengar di Haiti. Tapi para penolong mulai pulang ke negara asalnya. Padahal masih banyak pekerjaan yang perlu dilanjutkan.

Rumah sakit tempat Bellino bertugas terus dijejali pasien baru. Terletak di sebuah lapangan yang berdebu dekat lapangan terbang internasional Toussaint L'Ouverture. Gempa susulan yang berkekuatan 5,9 pada skala Richter yang menimbulkan kepanikan Rabu lalu menambah pasiennya.

Meskipun Garner tengah berpikir-pikir untuk pulang, namun ia masih tetap merawat para korban yang diturunkan di tempat pendaratan oleh tiga helikopter pribadi. Heli-heli itu milik pengusaha Utah, Jeremy Johnson, yang telah menawarkan sebuah tim kesehatan ke Haiti setelah terjadinya gempa berkekuatan 7.0 skala Richter yang telah menewaskan puluhan ribu jiwa dan ribuan lainnya luka-luka. Garner termasuk dalam tim itu bersama Craig Nelson tetangganya, seorang konsultan keuangan di Utah.

Nelson sudah berada di Haiti dalam missi gereja Hormon 20 tahun lalu bersama Steve Hansen dan Chuck Peterson, kedua-duanya kini menjadi dokter. Ketika Garner mendengar terjadi bencana, ia mengajak mereka ke Haiti dan mereka siap berangkat. Mereka diturunkan di Leogane, kota pantai hampir 30 km sebelah barat kota Port-au-Prince. Kota itu kemudian menjadi pusat gempa susulan dan menurut laporan, 90 persen bangunannya rusak atau hancur.

Dokter-dokter Amerika termasuk tim penolong pertama yang tiba di Haiti dan kemudian disusul tim dari Cuba, Jerman, Kanada dan negara-negara lainnya. Tidak seperti yang dialami Bellino di Port-au-Prince, semua orang bekeja baik di Leogane. " Bekerja seperti tim dokter PBB", kata Garner. Mereka merawat sekitar 300 korban. Obat-obatan kerap menjadi masalah karena keterlambatan pasokan. Seorang dokter menggunakan kulit dalam mengamputasi kaki bagian bawah seorang korban. Dokter-dokter juga menggunakan rangka bagian belakang sepeda dan memasang mur pada tulang tangan pasien.

Hari- hari terasa begitu panjang, sepanjang malam banyak yang mengalami pendarahan hebat. Tidur hanya tiga atau empat jam. "Kami bekerja sampai lampu di kepala kami kehabisan arus batere untuk digantikan yang baru." kata Garner. Engkau baru dapat tidur ketika kau mati", katanya. "Saya akan punya cukup waktu tidur pada akhir minggu ini".
( Dikutip dan diterjemahkan dari CNN, dilaporkan Arthur Brice, Jan.22,2010).



No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *