Monday, January 25, 2010

KALAU PARA PROFESOR BERDEBAT SOAL UANG NEGARA

Menyaksikan para profesor dan doktor-doktor berdebat sebagai saksi dalam rapat Pansus Angket DPR dalam kasus Bank Century malah membingungkan. Para anggota Pansus mengaku malah tambah bingung. Memang membingungkan.

Bayangkan para profesor, banyak diantaranya sudah bertahun-tahun menguliahi mahasiswa dan para sarjana, bahkan bertahun-tahun menjadi praktisi dalam mengelola keuangan negara ada yang tak berani merumuskan definisi "keuangan negara...!" Kalau begitu mereka tidak mengerti apa yang mereka kuliahkan sendiri selama ini ? Dan para profesor dan doktor yang mengelola uang negara selama ini tak tahu uang siapa yang mereka kelola ?

Ketika kakak saya mempertahankan disertasi untuk promosi doktornya di depan sidang guru besar UI di Depok, ada pertanyaan, "bila anda diperhadapkan dengan dua pilihan yang berbeda tentang suatu kasus dari sudut pandang sebagai ilmuwan dan dan sudut pandang sebagai birokrat, Anda akan memilih yang mana ?" Kakak saya menjawab "Pendapat sebagai ilmuwan."

Tetapi apa yang disaksikan dalam debat sidang Pansus DPR ini, nampaknya tidak semua berpegang teguh pada prinsip ini. Seperti ada pemerosotan kewibawaan intelektual. Para doktor dan profesor banyak yang seperti orang bodoh, mengaku "tidak tahu". Ada yang mengingkari keilmuannya karena kepentingan politiknya atau untuk menyelamatkan posisinya.

Karena itu para anggota Pansus DPR perlu menilai kelayakan keterangan para saksi yang nampak kurang selaras dengan logika keilmuannya, sekalipun ia profesor atau doktor. Adakah ia independent, tak ada keterikatan dengan kepentingan politik atau profesinya.?

Dapatlah dipahami kalau mantan Wapres Jusuf Kalla menolak tawaran gelar doktor HC dari sebuah lembaga pendidikan tinggi, karena katanya, kalau ia berbuat kekeliruan, nanti dia cukup menjawab : " Salah-salah sedikit tidak apa-apa, cuma sarjana S-1 ini.....". Malu kaaaan...................

Pantas juga kalau Bung Karno dahulu sering mengecam para ilmuwan yang hanya terpaku pada "text book", "text book thinking", padahal beliau sendiri seorang ilmuwan. Begitulah, para profesor dan doktor di Pansus DPR juga lebih banyak berteori seperti di forum akademis atau ketika merancang sebuah undang-undang. Padahal yang perlu ditela'a adalah undang-undang atau aturan-aturan yang positif, yang berlaku ketika kasus itu terjadi. Sebagai acuan untuk menilai ada pelanggaran atau tidak. Gitu aja kok repot.....

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *