Monday, March 15, 2010

Klarifikasi Kebenaran Sejarah Adam Malik

Tanpa mengurangi keinginan Julius Pour beberapa waktu lalu untuk menemukan kebenaran sejarah dengan “menyebarluaskan” isi buku Legasi of Ashes, The History of CIA” tulisan Tim Weiner yang memuat tuduhan Adam Malik seorang agen CIA, sungguh menggelisahkan kita. Perlu segera ada klarifikasi dan bangsa ini harus menyatakan sikap.

Penulis kenal Pak Adam Malik seorang pejuang, pemimpin dan diplomat terkemuka Indonesia pertama-tama melalui buku-buku sejarah. Perannya sebagai pemuda Pejuang Menteng 31, peristiwa Rengasdengklok dimana para pemuda “menculik” Bung Karno dan Bung Hatta untuk mendesak agar segera memproklamirkan kemerdekaan. Ia juga adalah tokoh pendiri partai Murba yang pada masa Orde Lama dibubarkan.

Ketika ia menjabat sebagai menteri Luar Negeri Indonesia lalu Menteri Utama, diplomat ulung ini pernah masuk sebagai laporan utama majalah terkemuka Amerika News Week. Ia mempopulerkan motto beliau dalam kariernya dengan mengutip dalam kata-kata Indonesia : semuanya bisa diatur. Memang dialah salah satu tokoh penggagas pemulihan kembali perdamaian di Asia Tenggara pada saat konflik konfrontasi dengan Inggeris-Malaysia masih tengah berlangsung. Dia pula salah satu penggagas dan yang merealisasikan pembentukan ASEAN. Lalu mengembalikan Indonesia menjadi anggota PBB. Dialah yang kemudian mengangkat nama harum Indonesia ke forum internasional sehingga boleh berdiri tegak kembali di pentas politik dunia.

Kegetirannya dalam hal penegakan hukum dan pelanggaran hak-hak azasi manusia pernah dia lontarkan ketika masih menjabat Ketua MPR. Ia mengecam keras praktek hukum rimba aparat keamanan yang menghukum mati para tersangka pelaku kriminal pada saat itu yang dikenal dengan petrus (penembak misterius). Hampir setiap hari ditemukan lelaki-lelaki bertato tergelatak di pinggir jalan dengan luka tembak di kepala. Tak ada proses hukum dan konon pernah ada orang salah culik dan ditembak hanya karena nama sama. Adam Malik meradang dan mengecam cara-cara penembakan misterius itu. “Kalau memang menjahat, adili mereka di pagi hari lalu petangnya ditembak mati di tanah lapang”, begitu sekali pernah ia ungkapkan seperti dikutip suratkabar.

Kalau tentang pengetahuan akan Negara dan bangsanya, Indonesia, dialah orang yang dipilih penerbit Ensiklopedi Americana dengan buku tebal-tebal itu untuk menulis tentang Indonesia.
Penulis beruntung pernah mengenal beliau secara langsung dalam tiga kali pertemuan. Pertama ketika ia menyerahkan piagam pemenang sayembara tulisan mengenai penegakan Hak-hak Azasi Manusia yang diprakarsai PWI dan LBH – dimana penulis menjadi salah seorang penerimanya. Saat itu ia sudah menjadi Wakil Presiden. Ini sekali lagi menunjukkan kegandrungan seorang Adam Malik dalam menghargai harkat manusia.

Pertemuan langsung kedua ketika cikal bakal Dewan Redaksi koran Harian Empat Lima membicarakan persiapan penerbitan koran ini di rumah beliau di Jalan Imam Bonjol Menteng. Kebetulan penulis bakal menjadi salah seorang redaktur di bawah kepemimpinan Zulharmans dan Drs. Suyatno Pemimpin Usaha. Sedang Adam Malik sebagai pendiri koran berlogo bambu runcing dengan Merah Putih di ujungnya ini, sebagai Penasehat.

Saya terheran-heran melihat di ruang tamu beliau selembar besar kain beludru bergambar jenazah Yesus Kristus terpampang di dinding, tepat di depan kursi-kursi tamu. Latar gambar yang kecoklatan memang menambah perasaan iba melihat tubuh dibalut separoh kain kafan itu diturunkan hati-hati ke lubang batu. Ini bukan saja mengekpresikan kemarahannya atas perlakuan tak manusiawi kepada sesamanya, tetapi juga menunjukkan bagaimana jiwa toleransi beliau atas kebinekaan khususnya perbedaan agama. Orang semua tahu itu adalah symbol-simbol Kristiani sedang Adam Malik adalah seorang Haji.

Pertemuan langsung ketiga ketika rapat bersama di kantor PT.Inaltu Pulogadung, yang mencetak Harian Empat Lima. Kami memutuskan tidak melanjutkan penerbitan koran ini. Alasan formalnya karena terus-menerus merugi. Tetapi yang sebenarnya, tim redaksi yang sebagian besar adalah bekas wartawan-wartawan Harian Kami yang dibreidel sebelumnya mulai gerah karena mulai coba didikte oleh sebuah lembaga sekuriti. Setiap malam seorang mayor intel mengawasi setiap berita-berita yang akan diterbitkan, dan bila ada yang menurut pendapatnya “dapat mengganggu keamanan” ia minta dicabut. Adam Malik yang memang seorang bekas jurnalis kawakan sungguh memahami suasana batin para wartawan muda-muda itu dan menyetujui pembubaran. Apalagi oleh campur tangan pihak luar itu Harian Empat Lima tak bebas lagi menampilkan berita-berita yang faktual dan kristis senafas dengan jiwa symbolnya.

Jadi menilik karakter beliau meski hanya sepintas ini, agaknya apa yang disebut-sebut bekas agen CIA itu mengenai Adam Malik sungguh diragukan. Patutlah dipertanyakan apa sesungguhnya motivasi melontarkan ceritera itu. Apa memang benar-benar mau mengungkap kebenaran ? Atau hanya mau mencari popularitas dan penghargaan murahan seakan-akan jadi orang sangat berjasa buat bangsanya ?

Bahwa Adam Malik sebagai tokoh berjiwa sosialis yang peduli akan nasib rakyat kecil, is ok. Karena partai Murba memang berhaluan sosialis. Tapi apakah semua kaum sosialis menjadi Marxis ? Semua orang yang berjiwa sosial, yang peduli akan nasib sesama adalah sosialis, termasuk semua pemeluk agama. Inilah akibatnya bila kata “sosial” disalahgunakan dalam dunia politik. Citranya menjadi rusak. Sosialis selalu dianalogikan dengan marxisme, bahkan komunisme. Sama dengan Islam yang sering didiskreditkan orang-orang tak bertanggung jawab - yang menganalogkannya dengan teror karena para teroris sering menggunakan predikat agama ini dalam nama organisasi atau gerakan mereka. Karena itu agaknya ada baiknya bila MUI mengeluarkan fatwa yang mengharamkan menggunakan nama Islam dalam nama organisasi atau gerakan yang menggunakan cara-cara kekerasan kecuali perang yang dibenarkan agama.

Adalah sulit dipahami bila seorang pribadi Adam Malik yang menentang pembunuhan semena-mena tanpa proses pengadilan terhadap mereka yang baru disangka sebagai pelaku kriminal, seorang pribadi yang gandrung dengan penegakan hak-hak azasi manusia, mau menerima uang 10.000 dollar AS untuk pembasmian Gestapu.

Pembasmian terhadap jutaan orang-orang yang disangka anggota Gestapu/PKI memang terjadi sesudah itu. Banyak kaum murba yang sebetulnya tak tahu politik dan hanya ikut-ikutan karena desakan ekonomi yang sulit, ikut menjadi korban. Masuk akalkah ini terjadi dengan melibatkan tokoh pembela hak-hak azasi manusia Adam Malik ? Uang itu mungkin saja ada diberikan kepada oknum yang mengaku-ngaku sebagai “orangnya Adam Malik”. Yang ini perlu diselidiki. Mungkinkah beliau mau mempertaruhkan reputasinya yang agung dengan perbuatan brutal itu ? Barangkali mantan agen CIA itu terobsesi dengan ucapan Lenin yang berkata jika akan mewujudkan komunisme yang murni ia tak akan gentar melangkahi timbunan mayat jutaan manusia.

Agen ini memberi predikat marxis kepada beliau lalu mengaitkannya dengan pembasmian jutaan manusia. Memang ini salah satu gaya-gaya kerja intelijens dalam melakukan perang urat syaraf. Mungkin saja ada dana dimaksud dan atas persetujuannya tapi digunakan untuk kebutuhan lain yang baik menurut pandangan beliau. Seperti Jepang melatih tentara Peta untuk tujuannya, tetapi Supriyadi menjalaninya untuk membela Tanah Air. Atau seperti yang banyak terjadi sekarang kaum politisi memberi uang kepada calon pemilih untuk membeli simpati mereka tetapi rakyat tidak memilihnya dan menggunakan uang itu untuk kesejahteraannya sendiri.

Bukankah Pak Adam Malik dijuluki Si Kancil karena cerdiknya ? Satu hal lagi kegeniusan beliau, ia tidak banyak mengandalkan pendidikan formal. Tak akan ditemui titel-titel yang berderet pada namanya. Ternyata ia mampu meraih karier tinggi. Demikian juga Haji Agus Salim. Mengapa sekarang sering dipusingkan dengan syarat titel kesarjanaan bagi seorang pemimpin bangsa ?

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *