Monday, March 29, 2010

"PEMBUKTIAN TERBALIK" DAN "HUKUMAN MATI"

Sudah sejak lama masalah "Pembuktian Terbalik" diwacanakan. Tetapi tidak pernah nampak aksi nyata untuk mewujudkannya.

Menurut pasal 20 Undang-Undang Dasar 1945 pemegang kekuasaan pembentukan Undang-Undang adalah DPR. Dus, dalam masalah pembentukan undang-undang, DPR lah yang seharusnya paling bertanggung jawab sebagai pemegang kuasanya. Sedang Presiden sesuai dengan pasal 5 "hanya berhak" mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR.

Dengan demikian sesuai dengsan jiwa konstitusi ini, DPR lah yang harus lebih berinisiatif melahirkan undang-undang "pembuktian terbalik" ini. Selama ini agaknya kebanyakan rancangan undang-undang datangnya dari pemerintah. Tugas pokok pemerintah seharusnya lebih pada pembuatan peraturan untuk melaksanakan undang-undang.

Mungkin saja rancangan undang-undang dimaksud sudah pernah ada, tetapi tidak diproses lebih lanjut karena kurang mendapat dukungan. Kalau kurang mendapat dukungan, perlu dipertanyakan. Mungkin di balik itu ada kekuatan-kekuatan seperti "mafia hukum" yang selalu berupaya menggagalkannya karena akan merintangi tindak kejahatan mereka. Bahkan takut hasil-hasil kejahatan mereka sebelumnya kelak akan dikejar dengan undang-undang itu.

Oleh karena itu dengan makin maraknya pengungkapan tindak pidana ekonomi akhir-akhir ini serta sulitnya menjerat koruptor dengan hukum acara pidana saat ini, sudah saatnya undang-undang pembuktian terbalik ini benar-benar diwujudkan.

Lembaga-lembaga penekan dari masyarakat, LSM-LSM, mahasiswa, media massa, jaringan seperti facebook, bahkan kalau perlu demonstrasi-demonstrasi perlu dikerahkan melakukan tuntutan. Semua fraksi-fraksi di DPR harus didorong. Fraksi partai yang enggan biar "dicecar" sebagai a-nasionalis. Melalui Perpu, agaknya sulit karena syaratnya harus "keadaan darurat".

Begitu pentingnya pembuktian terbalik ini, sehingga bila perlu diangkat ke atas dan dimasukkan dalam konstitusi melalui sidang MPR !

Hukuman mati
Ada lagi masalah hukum yang perlu mendapat perhatian, yaitu mengenai hukuman mati. Hukuman mati jelas tak selaras dengan jiwa Sila pertama Pancasila. Sebagai umat beragama semua yakin nyawa adalah berasal dari Tuhan dan yang berhak mengambilnya juga adalah Tuhan.

Mungkin inilah yang menjadi dilema selama ini, sehingga nampak seperti ada keengganan dalam melaksanakan eksekusi terhadap para terpidana mati. Hati nurani dan keyakinan iman membisikkan, bukan hak manusia "mencabut nyawa manusia", tetapi di lain pihak harus melaksanakan keputusan pengadilan ! Akibatnya jumlah terpidana mati di penjara-penjara terus meningkat.

Perlu kiranya dipikirkan penggantian hukuman mati ini dengan hukuman puluhan bahkan diatas seratus tahun seperti telah dilakukan di berbagai negara. Ini sama artinya dengan menjatuhkan hukuman mati secara alami, bukan oleh tangan manusia. Bukankah lebih selaras dengan Pancasila dan lebih manusiawi ?

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *