Thursday, May 20, 2010

KRONCONG, MENGAPA KURANG MEMASYARAKAT ?

Musik Kroncong adalah salah satu jenis budaya Indonesia yang sering dibanggakan, namun agaknya kalah bersaing dengan musik dan lagu-lagu populer di kalangan masyarakat.

Mengapa ? Mungkin karena lagu dan musik kroncong dianggap kurang laku di pasar komersial. Selama ini ada kesan seakan-akan lagu-lagu dan musik kroncong hanya cocok untuk orang tua-tua atau yang lanjut usia. Padahal sesungguhnya tidak demikian. Buktinya, selama Gesang dalam perawatan sering datang rombongan anak-anak muda dan anak-anak sekolah mengunjungi Gesang. Mereka mampu menyanyikan lagu-lagu Kroncong sang Maestro itu dengan baik.

Masalahnya antara lain pada penataan penampilan acara-acara musik kroncong. Penampilan acara-acara musik Kroncong jarang dilakukan di media massa, khususnya televisi. Hanya TVRI saja yang selama ini yang secara reguler menampilkannya. Itupun hanya sekali seminggu dan penyelenggaraan yang nampak seperti asal-asalan.

Dulu sebelum ada pengoperasian televisi swasta, RRI-TVRI secara rutin penyelenggarakan lomba Bintang Radio-TV, diantaranya lagu-lagu irama Kroncong. Maka bermunculanlah bintang-bintang muda penyanyi Kroncong seperti Mus Muliadi, Masnun Sutoto, Elok Satiti, Maljinah, Sundari Sukotjo dan lain-lain. Mereka merupakan penerus dari Bram Titale, Tan Tjeng Bok atau Mat Item dll.

Apabila program ini dilanjutkan dengan mengundang para pengusaha ikut berpartisipasi sebagai sponsor, ada keyakinan musik kroncong akan dapat diterima kembali di hati semua kalangan masyarakat. Bukan hanya kaum tua tetapi juga kalangan muda.

Musik kroncong yang berirama tenang, sesuai dengan orang-orang yang menghendaki ketenangan, saat istrahat/santai, dan mendapatkan inspirasi. Syair-syairnya yang menggambarkan rasa cinta tanah air, Bandar Jakarta, Bengawan Solo, Tirtonadi, Kroncong Kemayoran, Anging Mamiri, Banyu Biru, Jembatan Merah akan sangat menarik buat para pencinta alam. Demikian pula lagu Sepasang Mata Bola, Bandung Selatan, Pemda, akan membangkitkan semangat juang para angkatan muda Indonesia.

Selama ini penyajian acara musik Kroncong di TVRI kurang terarah. Para pembawa acara terlalu banyak mengobrol keluarga, latar belakang tidak serasi dengan pesan syair-syair lagu yang dinyanyikan serta tema lagu-lagu yang dibawakan kurang memperhatikan situasi yang sedang berkembang saat itu.

Misalnya, ketika membawakan lagu Bengawan Solo atau Tirtonadi sebaiknya ditampilkan latar pemadangan kali yang tenang dengan panorama yang indah dan alat-alat transportasi air yang sedang berlayar. Hal sama ketika membawakan Bandar Jakarta, Bandung Selatan atau Gambang Semarang.

Khusus pada penyelenggaraan bulan Oktober (Sumpah Pemuda) dan Nopember (Hari Pahlawan) agar lebih banyak ditampilkan lagu-lagu perjuangan seperi Sepasang Mata Bola, Pemuda,Bandung Selatan, Selendang Sutera dsbnya.

Syair-syair lagu kroncong banyak yang bertemakan hubungan cinta antar sebuah pasangan kekasih. Mungkin oleh para penciptanya semula dimaksudkan untuk
menggambarkan hubungan cinta tanah air, antara para pemuda pejuang dengan Tanah Air yang mereka cintai untuk menghindari tindakan keras pihak penjajah. Namun tidak ada salahnya bila pada masa kini dikemas menjadi yang sesuai dengan kehidupan pasangan muda yang sedang memadu kasih. Pakaian para penyanyi wanitanya tidak perlu harus pakaian nasional, kain-kebaya. Biarkan bebas karena bukan acara protokoler.

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *