Tuesday, May 15, 2018

Bagian ke empat : JAKARTA KOTA PROKLAMASI


4.1. Selamat Tinggal  Poso   
    
 Setelah berlayar seminggu tibalah kami di Surabaya. Di pelabuhan Tanjung Perak aku berjumpa dengan Madison Katili teman sekolah sejak di SMP sampai  SMA. Hanya Madi duduk di kelas IIIc sedang saya IIIb.
Kami tak lama bercakap-cakap karena Pak Tonggiro segera mengajak aku ke Hotel. Besoknya  kami berangkat dengan kereta api dari Stasion Semut. Pengalaman pertama naik kereta api. Penuh berdesak-desakan. Pak Tonggiro tertidur memangku  tas kulitnya sambil terangguk-angguk oleh goncangan kereta. Pagi-pagi ia terkejut. Ternyata tas kulitnya digores pencuri dengan silet. Sarung batiknya hilang. Untung dompetnya tempat uang kami dimasukkan masih ada.
Pemandangan masih gelap ketika  kami tiba di Stasion Gambir,. Kami beristrahat sejenak sambil sarapan dan minum di depan  Stasiun. Inilah perkenalanku pertama dengan Jakarta. Di sebelah barat nampak benda aneh,  besar menjulang tinggi, hitam remang-remang. Bagaikan pohon rindang yang cabang-cabangnya baru ditebas. Makin terang makin  jelas, ternyata itu sesungguhnya sebuah proyek besar yang sedang dikerjakan.Tiang-tiang penyangganya masih terpasang tetapi aku belum tahu kalau kemudian akan berupa tugu. Monumen Nasional. Teman   seperjalanan    dari  Departemen  Pertanian  membantu kami menawar becak ke Senayan sedang ia sendiri akan langsung pulang ke rumahnya  di Grogol.
               Kami lewat depan Balaikota dan  aku pikir kantor Pemerintah Dati II Poso masih lebih bagus dan lebih  luas Di kiri kanan Jalan Jendral Sudirman masih banyak semak belukar dan pepohonan. Di Jembatan Semanggi, seorang polisi lalulintas membantu menunjukan kami jalan  masuk ke kompleks Istora Senayan lalu mencari jalan Atletik.
                Gedung utama Senayan tentu saja selalu menjadi perhatianku. Stadion ini terletak tidak berapa jauh diujung Jalan Atletik tempatku kini menumpang di keluarga  kakak sepupuku, anak  bungsu kakak  laki-laki tertua ayahku..
Aku telah membaca, di tempat itulah diselenggarakan Asian Games dan Conefo gagasan Bung Karno belum lama berselang. Maga, kakakku tentara yang bertugas di  Sukabumi pernah mengirimkan Kartu pos yang bergambar stadion utama Senayan. Memang megah.
         Khawatir tersesat,  aku belum berani pergi jauh-jauh. Apalagi rumah-rumah di kompleks ini sama persis semuanya. Baik blok-bloknya,  bentuk bangunan, teras. tanaman-tanaman hiasnya, kursi perabotan didepan rumah semuanya sama, dan tanpa pagar. Nama jalan dan nomor rumah  belum lagi kuingat, sehingga suatu hari ketika aku disuruh membeli sesuatu aku hampir tersesat. Untunglah setelah cukup lama hilir-mudik, puteri kakakku yang masih kecil keluar di teras depan.
            Isteri kakak sepupuku seorang Roro, puteri asal Kendal, Jawa Tengah. Ia biasa memanggil suaminya Mas Narumi. Mereka  telah  mempunyai  tiga orang  puteri yang masih kecil-kecil. Disitu telah ada pula Siman, kemanakan Mas Narumi. ***
                                             

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *