Monday, May 25, 2020

UMAT BERAGAMA MENYIKAPI COVID 19

Hingga Januari 2020 bahkan mungkin Pebruari, agaknya tak seorangpun dapat membayangkan akan terjadi malapetaka penyebaran virus corona yang sejak Maret 2020 lalu telah menimbulkan kematian jutaan manusia di muka bumi. Termasuk juga di tanah air kita. Ketika itu, kalau bukan banjir Jakarta dan rencana ibukota baru, maka yang banyak diperbincangkan adalah masalah kaburnya politisi PDI Perjuangan Harun Masiku dalam kasus penyuapan pejabat KPU atau Omnibus Law yaitu sekitar penyederhanaan berbagai perundang-undangan ke dalam satu undang-undang saja gagasan Presiden Jokowi. Maka setelah ancaman virus corona menyebar, dimulai dengan pemulangan para WNI dari Wuhan Tiongkok, lalu isolasi ABK WNI dari kapal pesiar asing MW.Dream Explorer dan Diamond Princess di Kepulauan Seribu, semua perbincangan itu sontak terhenti. Sejak itu semua terarah pada penanggulangan penyebaran virus aneh ini. Sambil para peneliti dan ahli pharmasi berusaha menemukan vaksin dan obat mujarab untuk melawan penjakit menakutkan ini, pemerintah mulailah menyusun kebijakan-kebijakan untuk maksud yang sama. Menyediakan tenaga-tenaga medis, rumah sakit darurat yang dapat menampung pasien secara massal, alat pelindung diri (APD) buat para tenaga medis, pengalokasian anggaran dan bagaimana masyarakat harus bersikap menghadapi bencana penyakit ini. Seperti meneruskan dan mempublikasikan seluas-luasnya Protokol Kesehatan yang dikeluarkan WHO. Antara lain himbauan memakasi masker, menjaga jarak, sering-sering mencuci tangan dengan sabun, tidak berkerumun dan membatasi bepergian. Dalam upaya mengefektifkan Protokol Kesehatan itu, maka dikeluarkanlah himbauan-himbauan bahkan kebijakan untuk menutup sementara kegiatan belajar-mengajar di sekolah-sekolah dan berguruan tinggi. Diarahkan untuk belajar di rumah. Demikian pula para karyawan perusahaan, baik swasta maupun BUMN/BUMD, sedapat mungkin diarahkan untuk bekerja di rumah. Pengoperasian angkutan umum seperti kereta api, angkutan bus dan penerbangan komersial diatur ketat dan dibatasi. Bahkan cara beribadah yang melibatkan banyak orang juga diatur. Baik beribadatan rutin maupun tata cara ibadah di hari-hari raya keagamaan. Pada masa ini kaum Kristiani yang mula-mula dihimbau untuk melakukan penyesuaian. Ibadah minggu yang selama ini dilakukan secara bersama dipimpin Pendeta atau Presbyter, kini mereka dihimbau melakukannya di rumah keluarga sendiri dipimpin Kepala Keluarga atau anggota keluarga yang memiliki kapasitas. Bagi umat Kristiani agaknya tidak menjadi masalah. Dengan adanya panduan dari PGI dan Majelis Sinode masing-masing denominasi, semua dapat berjalan lancar. Apalagi tiap organisasi gereja umumnya sudah memiliki dan membagikan buku tuntunan harian kepada setiap keluarga Kristen seperti “Santapan Rohani”, “Sabda Guna Umat” dan lain-lain. Isinya, berupa khotbah singkat untuk pagi dan malam hari disertai lagu-lagu pujian bagi Tuhan. Sedikit bermasalah ketika tiba pada acara Sakramen Perjamuan Kudus( Ekaristi). Karena harusnya, Perjamuan Kudus itu dipimpin langsung oleh Pendeta yang telah ditahbiskan dan tidak boleh digantikan sembarang presbyter lain, kecuali yang ditunjuk secara khusus. Entah kebetulan atau karena memang sudah rencana Tuhan, yang adalah kepala Gereja, di bulan-bulan sulit ini ada tiga hari raya Kristen yang biasanya dirayakan secara khusus di gereja. Yaitu Hari Kematian Yesus Kristus pada Jumat tanggal 10 April 2020 yang biasa juga disebut Jumat Agung, lalu Hari Krebangkitan Yesus Kristus hari Minggu tanggal 12 April 2020 yang biasa juga disebut Hari Paskah. Selanjutnya sesudah empatpuluh hari setelah kebangkitanNya, yaitu tanggal 21 Mei 2020 tibalah peringatan Hari Kenaikan Yesus Kristus ke surga. Dan masih dalam rangkaian itu, sepuluh hari lagi yaitu tanggal 31 Mei 2020 akan tiba peringatan Hari Keturunan Roh Kudus atau yang dikenal juga dengan Hari Pentakosta. Dalam ibadah-ibadah ini, semula memang ada sedikit perbedaan pandangan diantara sebagian besar denominasi gereja dan kelompok lainnya. Yaitu sekitar dilarangnya berkumpul untuk melakukan ibadah bersama. Kelompok terakhir ini cenderung tetap mau beribadah bersama dengan keyakinan “Tuhan akan senantiasa melindungi umatNya dari segala mara bahaya sesuai janjiNya termasuk dari bahaya virus corona”. Masakan lebih takut kepada virus Corona daripada takut kepada Kristus, kata mereka. Sedang golongan terbanyak mengikuti petunjuk Rasul Paulus agar taat kepada arahan Pemerintah yang bertujuan baik. Karena tak ada pemerintah-pemerintah yang tidak ditetapkan Allah. Dan pemerintah adalah hambah Allah untuk kebaikan kita. Ironis memang, karena Paulus sendiri ketika itu ada dalam sekapan pemerintah totaliter Romawi dan pada akhirnya ia memang meninggal dipancung di Roma. Untunglah pada akhirnya kelompok yang tadinya berpandangan lain sepakat mengikuti petunjuk Palulus ini. Sehingga umat Kristiani Indonesia dapat memenuhi sepenuhnya anjuran Protokol Kesehatan untuk tidak beribadah dalam kerumunan. Dan wajar bila para pejabat pemerintah beberapa kali menyatakan penghargaan mereka atas kesepaahaman dan kerjasama ini. Umat beragama lain, seperti umat Muslim sama menghadapi ujian yang sama. Terlebih selama bulan puasa ini. Biasanya sholat berjamaah setiap hari Jumaat, tarawih bersama selepas buka puasa, takbiran dan sembahyang Ied setelah bulan Ramadhan berakhir, Apakah ada ajaran agama memungkinkan dilakukan penyesuaian dan apakah dapat dipatuhi. ***

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *