Sunday, September 20, 2009

Di Betlehem Tanah Mori (2.5)

Dalam Beibel bahasa Mori, Beteleme adalah terjemahan dari Betlehem. Entah apa latar belakangnya kota kecil ini diberi nama sesuai kota tempat kelahiran Kristus. Memang dari kota inilah pendeta klasis melayani seluruh jemaat di wilayah Kecamatan Lembo. Sebagai ibukota kecamatan, kota ini bekembang pesat.

Di Uluanso Baru aku berjumpa kembali dengan kawan-kawan lamaku dahulu. Dan ketika aku pindah sekolah, kami dapat belajar bersama lagi. Tapi hidup di daerah pengungsian, kami tidak sebebas bermain seperti dahulu lagi. Selesai sekolah kami harus ikut bekerja membantu orangtua di sawah atau kebun masing-masing yang saling berjauhan.

Di kelas enam, terasa mulai ada persaingan kepintaranan. Weli, murid yang pintar dan cantik adalah adik dari dua orang guru. Iparnya Kepala Sekolah dan guru kelas kami. Ika juga pintar. Meskipun ia anak Camat dan cantik, namun ia selalu rendah hati. Persaingan itu terutama terasa pada mata pelajaran berhitung.

Ujian Penghabisan selesai dan kami diliburkan. Kepastian kelulusan kami diberitahukan ketika kami dipanggil satu persatu. Ketika namaku dipanggil, Ibu Gansinale, kakak Wely yang menyerahkan Tanda Lulusku, nampak tersentak; ’’Wah, istimewa, sepuluh”, katanya sambil menatapku. Rupanya nilai ujianku untuk mata pelajaran berhitung 10 (sepuluh) dengan sebutan “istimewa.” Berarti aku dapat menyelesaikan semua soal-soal ujian berupa pecahan-pecahan dan bilangan-bilangan berpangkat dengan benar.

Berhitung memang merupakan mata pelajaran pokok. Aku senang mendapat nilai tertinggi ini pada ujian akhir. Sayang sertifikat yang amat kubanggakan itu ikut terbakar ketika kota Beteleme dibumihanguskan gerombolan.

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *