Tuesday, September 22, 2009

PLURALISME DALAM AMANDEMEN PIAGAM MADINAH (1)


Bila melihat data kasus hubungan antar umat beragama di Indonesia selama ini, wajarlah bila ada kesangsian bagi sejumlah orang, benarkah ada toleransi dan kebebasan beribadah seluas-luasnya bagi setiap umat beragama di negeri ini ?

Dalam Islam, jaminan itu agaknya memang ada, hanya jarang dimunculkan seperti yang dapat dibaca dalam Amandemen I Piagam Madinah pada buku “Piagam Nabi Muhammad SAW,

Konstitusi Negara Tertulis yang pertama di dunia”. Dalam buku H. Zainal Abidin Ahmad yang diterbitkan Penerbit “Bintang Bulan” Jakarta ini, disebutkan bahwa piagam itu pernah mengalami perubahan dalam dua bentuk.


Pertama berupa amandemen-amandemen, yaitu perubahan perubahan yang dilakukan terhadap pasal-pasalnya – yang karena perkembangan masyarakat sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Kedua, berupa penggantian, yaitu seluruh konstitusi itu sudah harus diganti dengan konstitusi yang baru yang sesuai dengan panggilan zaman dan sesuai dengan tuntutan rakyat banyak.


Contohnya yang dilakukan Khalifah Umar bin Khattab yang mengundangkan peraturan "Zimmi”. Kemudian pengertian itu diperluas lagi artinya, meliputi segala warga yang memeluk agama yang bermacam ragam banyaknya. Dr. Muhammad Hamidullah misalnya, sesudah menyebut ahli Kitab” dan “ahli zimmi” menulis, bahwa Al Qur’an tidak berbicara mengenai agama-agama non Muslim lainnya. Tetapi dalam prakteknya, Nabi ternyata selalu mengambil keputusan bahwa semua yang non Muslim pun harus diberi toleransi sebagai warganegara.


Demikian pula Uthman dapat menerima pajak orang dari pemeluk agama lain seperti kaum Brahman dari India. Imam Besar dalam Ilmu Fiqhi seperti Imam Abu Haniefah, Asy Syaybani, As Sarachshi dan Qadhi Abu Yusuf juga berpendapat sama bahwa semua warga yang memeluk
berbagai agama selain Islam, statusnya sama.


Khusus mengenai kaum Yahudi dan Kristen, Neyla Izzeddin, menyatakan bahwa mereka bukan saja hanya dapat menikmati hak-hak azasi penuh, bahkan mereka juga berhak membentuk masyarakat mereka sendirisecara otonom.
Katanya, para ahli kitab, Yahudi dan Kristen, bukan hanya tak boleh terganggu dalam melaksanakan ibadah ibadah agama mereka tetapi juga dapat membentuk masyarakat otonom dalam Negara Islam. Islam sebagai agama termuda dari ketiga agama monotheisme, sangat memperhatikan wahyu kedua agama terdahulu itu dan menghormati Kitab Suci serta pendeta-pendeta mereka.

Amandemen I, Pengakuan terhadap kaum Kristen.

Amandemen ini dilakukan terhadap pasal-pasal mengenai golongan minoritas, yaitu pasal-pasal 24 s/d 35 Piagam Madina. Pasal-pasal itu semula hanya menyebutkan kaum Yahudi dengan segala kabillah mereka yang pada waktu itu mendiami kota Madina dan sekitarnya yang termasuk dalam kawasan Negara. Amandemen ini menambahkan masuknya kaum Kristen, dengan mendasarkan pada perjanjian yang pertama kali dibuat Nabi Muhammad dengan kaum Kristen dari Najran pada tahun 1 H (622 M) dalam bentuk “Perjanjian”, yang diterjemahkan secara bebas dari bahasa Inggeris sbb :

“Perjanjian Pertama Nabi dengan Umat Kristen Arabia.”
Perjanjian Rasul Allah, Muhammad,
dengan Umat Kristen, Rahib dan para Uskup ( AD.625).


Muhammad, Rasul Allah, mengirim pesan perdamaian kepada seluruh umat manusia. Dengan perkenan Allah, perjanjian ini didiktekan dan dicatat atas namanya dalam sebuah dokumen tertulis bersama-sama dengan umat Kristen. Siapa yang memelihara perjanjian ini, dialah yang disebut Muslim sejati, yang menghormati agama Allah. Dan siapa yang meninggalkannya pandanglah ia sebagai musuh, baik ia sebagai raja atau warganegara yang berkedudukan tinggi ataupun rendah.


******

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *