Sunday, September 20, 2009

SEKOLAH DI PEGUNGSIAN (2.3)

Aku dimasukkan ke Sekolah Rakyat GKST 6 Tahun Tinompo. Sekolah ini dahulu merupakan sekolah lanjutan bagi anak-anak di kampung kami yang ingin melanjutkan setelah lulus kelas tiga. Mereka tinggal di rumah pemondokan yang dibangun dekat sekolah atau pada keluarga-keluarga yang bersedia menampung. Setelah warga Uluanso pindah di kampung baru dekat Beteleme, murid-murid pondokan inipun pindah sekolah ke Beteleme.

Orangtua minta aku tetap sekolah di Tinompo dan tinggal bersama keluarga Kak Ura di Kampung Korowalelo. Kebetulan Kak Ura baru melahirkan anak mereka yang ketiga, Yuser, dan aku diminta untuk membantu mete’ia. Aku baru saja naik kelas dua ketika pindah sekolah.

Pada mulanya aku merasa agak sulit mengikuti pelajaran. Guru kelas menempatkan aku di meja terdepan dekat meja guru diantara dua anak perempuan. Roslin, murid yang selalu menggunakan baju putih duduk disebelah kananku. Ia termasuk anak yang pandai dan cantik. Ia ternyata puteri guru kelas tiga, Bapak Lamale Tumakaka. Aku malu kalau nilai pelajaranku lebih buruk dari dia. Atau kalau ia dapat menjawab pertanyaan guru dengan benar dan aku tidak. Aku mulai terdorong untuk lebih memperhatikan pelajaran.

Peristiwa menyedihkan tiba-tiba terjadi. Pak Lamale guru kelas kami ini tiba-tiba meninggal dunia. Aku sudah duduk di kelas tiga. Kami bukan saja kehilangan guru kelas, tetapi juga kehilangan ayah tercinta dari kawan sekelas kami, Ros. Karena hari libur, kami murid-murid beliau tak dapat menghadiri pemakamannya.

Almarhum adalah sosok yang sudah dikenal baik oleh keluargaku karena pernah bertugas sebagai guru di Uluanso. Semua kakak-kakakku adalah bekas muridnya.

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *