Saturday, November 22, 2014

ANTARA SETUJU TIDAK SETUJU KENAIKAN HARGA BBM



Kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 2.000 per-liter untuk premium dan  solar sudah berjalan beberapa hari. Tetapi unjuk rasa mahasiswa dan masyarakat di beberapa daerah masih tetap ada. Beberapa korban luka-luka telah banyak dilaporkan, demikian juga kerugian materil akibat pembakaran yang dilakukan para demonstran yang anarkhis.

Sebagian lainnya dari masyaraka dapat memahami “pengalihan” sebagian subsidi BBM ini untuk program-program lain yang lebih produktif sehingga dapat menerimanya.

Bagi yang menolak, sangat mudah dipahami, karena mereka melihat realitas yang segera terjadi dalam jangka pendek. Yaitu   kenaikan harga-harga dan biaya transportasi. Bahkan sebelum keputusan pengalihan itu diumumkan, harga-harga sudah mulai bergerak naik. Kecenderungan ini tetap sama seperti dahulu-dahulu ketika harga BBM dinaikkan.

Tapi ada yang berbeda dengan kebijakan menaikan harga BBM bersubsidi kali ini. Bedanya dengan yang lalu-lalu, dibalik itu ada PENGHARAPAN besar untuk masa depan. Pengharapan akan adanya perubahan yang mendasar untuk peningkatan kesejahteraan rakyat dalam kurun waktu lima tahun mendatang ini.

Pengharapan itu terkait langsung dengan kepercayaan pada dua figur, Jokowi dan Jusuf Kalla, yang sudah tak diragukan lagi dedikasi mereka untuk rakyat, kejujuran mereka serta kesungguhan mereka untuk bekerja secara cepat untuk mewujudkan janji-janji mereka selama kampanye.

Kejujuran, ketegasan, kesederhanaan,  program serta kedekatan mereka dengan rakyat, menyebabkan oleh sebagian besar rakyat masih tetap mempercaya mereka, meskipun untuk sementara waktu mereka juga akan ikut terkenaq dampak oleh kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut.

Harapan itu mulai terlihat ketika memilih menteri-menterinya yang profesional, hanya menerima orang-orang yang dinyatakan bersih oleh KPK. Ketika Jokowi meletakan batu pertama pembangunan irigasi di Sulawesi Selatan, ketika bertindak cepat mengunjungi dan menyelesaikan korban bencana alam Sinabung serta gebrakan beberapa menterinya segera setelah mereka dilantik.

Apabila program toll laut jadi terwujud, pembangunan rel kereta api Jakarta-Surabaya yang dapat ditempuh hanya dalam 3 jam, begitu pula di daerah-daerah luar pulau Jawa, pembangunan pembangkit-pembangkit listri baru dibangun, maka dapatlah dibayangkan wajah Indonesia dalam beberapa tahun ke depan.

Demikian pula  setelah kapal-kapal besar pencuri ikan di lautan Nusantara disapu bersih dengan tegas, sehingga kekayaan laut kita yang luar biasa itu dapat dinikmati seluruhnya oleh rakyat, para mafia BBM dapat diberantas sehingga hasil kekayaan minya itu sepenuhnya dapat digunakan untuk rakyat,maka  dapatlah dibayangkan pula bagaimana kemakmuran rakyat dapat terasa dalam tahun-tahun mendatang ini.

Sebetulnya Jokowi-JK dan orang-orang Indonesia lainnya yang mampu berpandangan jauh ke depan, sudah lama merasa risih melihat porsi penganggaran dalam APBN Pemerintah sebelumnya , yang hanya memberikan bagian kecil saja untuk pembangunan infrastruktur dan pelayanan masyarakat, tetapi memberikan bagian terbesar untuk subsidi BBM yang sebagian besar hanya dinikmati orang-orang kaya.

 Jadi, dalam kebijakan ini, selain memberikan "pengharapan", ada pula tujuan mulia, yaitu menghilangkan KETIDAKADILAN.
Sebenarnya, kalau Jokowii-JK mau hanya sebagai administrator atau “Kepala Tata Usaha” negara saja, dan mau aman-aman saja, dia cukup menjadi seperti pemerintah-pemerintah sebelumnya. Yang penting kelakon dan kalau bisa dapat terpilih kembali pada Pemilu berikutnya.

Kalau berpikir dan berbuat demikian, memang tak perlu mereka melakukan kebijakan pengalihan subsidi BBM tersebut. Kondisi ekonomi sosial nampaknya tetap tenang dan stabil. Tetapi pada saat yang sama, yang mungkin tidak disadari (atau pura-pura) oleh para penentang kebijakan tersebut adalah jalan-jalan akan makin rusak, pelayanan listrik akan makin buruk dan ketergantungan bahan pangan  import dari negaraq asing  akan makin menghancurkan perekonomian rakyat.

Begitu juga perawatan  rumah-rumah sakit, gedung-gedung sekolah dan sarana-sarana sosial lainnya yang kini banyak hancur tidak akan terurus. Demikian pula lapangan kerja akan makin langkah, karena industri dan pembangunan tidak bergerak. Kalau kondisi ini terus berlangsung, dapatlah pula dibayangkan akan seperti apa keadaan generasi muda sekarang di masa depan. Suram !!

Yang pasti pada awal-awalnya  protes-protes dan tuntutan  untuk perbaikan ini itu akan kian meningkat. Dan pada saat yang sama tingkat kriminalitas akan meningkat.

Sebenarnya kebijakan pengalihan sebagian subsidi BBM ini, ada hubungannya juga dengan pengesahan APBN tahun 2015 buatan pemerintah dan DPR lama yang tidak nyambung atau tidak mendukung program Jokowi-JK.

Tidak ada alokasi untuk program toll laut, Kartu Indonesia Sehat  (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) dan lain-lainnya. Padahal program ini sudah sejak masa kampanye didengung-dengungkan sebagai program yang segera akan dilaksanakan bila Jokowi-JK menang. Sekarang pemerintah terpaksa menggunakan sisa anggaran 2014  pada pos anggaran yang mirip dengan itu seperi BPJS, BSM, atau dari dana cadangan.

Padahal menjelang akhir pemerintahannya, SBY selalu menyuarakan perlunya ada sinkronisasi program pembangunan pemerintahannya dengan program pemerintahan yang baru. Tetapi kenyataannya dalam ABPN tidak terlihat adanya sinkronisasi itu.

APBN 2015 cenderung seperti mau memaksakan pelaksanaan program pemerintahan lama menurut misi-visi mereka. Kalau memang benar tulus, mestinya pemerintahan SBY ketika itu mau mengikut-sertakan Tim Transisi Jokowi-JK dalam pembahasan RAPBN 2015 dan mau memasukan program-program mereka.

Lalu sekarang, orang-orang itu mulai mau mengotak-atik semua program pro rakyatJokowi-JK. Tidak konstitusionalah, ilegallah dengan alasan secara nomenklatur, tidak ada dalam APBN. Dan celakanya lagi, sejumlah oknum di DPR yang kini masih belum beres itu, sudah menyuarakan interpelasi segala.

Ketika Kabinet Kerja sudah tancap gas, bahkan Jokowi sudah melakukan perjalanan melang-lang buana  antar benua, sudah ke ujung Sumatera dan Indonesia Tengah,  Menteri Susi sudah menjelajah pesisir Kalimantan dan menangkap 4 kapal nelayan asing, DPR seperti mereka akui sendiri masih makan gaji buta, belum ada bukti kerja yang dirasakan oleh rakyat. Eh, sekarang tanpa malu  sudah mau menginterpelasi Pemerintah. Lebih baik membereskan dulu intern mereka daripada mulai merecoki  Kabinet yang lagi  sedang kerja.

Kiranya saudara-saudara sebangsa yang masih kurang menerima kebijakan Pemerintah mengalihkan sebagian subsidi BBM tersebut dapat memikirkan kembali niat baik dibalik kebijakan itu. Lebih-lebih para mahasiswa yang kini masih terus berunjuk rasa, mestinya dapat berpikir lebih cerdas. Daripada membiarkan diri  dipengaruhi orang-orang yang sesungguhnya mempunyai kepentingan pribadi atau kelompoknya sendiri. ***

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *