Tuesday, November 4, 2014

SUSAHNYA ORANG BERIMAN MENJADI POLITIKUS DI INDONESIA



      Bahasa orang beriman yang Muslim berkata : “ Katakan yang benar itu benar, dan yang salah itu salah”. Sedang bahasa orang beriman yang Kristiani berkata : “Katakan yang ya di atas ya. Lebih dari itu jahat”.
Lalu apa bahasa orang politik ? Hampir dapat dipastikan, yang di atas itu sulit dilaksanakan. Ada ahli yang mendeffinisikan politik itu sebagai kekuasaan.  Dan  sudah umum diketahui bahwa kekuasaan itu selalu jadi obyek perebutan. Ada yang cara halus, agak kasar, sangat kasar bahkan sampai cara-cara sadis.
Berbagai akal-akalan, kepura-puraan, kelicikan, fitnah, saling memojokan dan menyerang pribadi para rival seperti yang terjadi sejak Pemilu yang lalu bahkan berlanjut hingga kini di negeri ini, seperti makanan sehari-hari sebagian besar  politikus di DPR.
Para politikus berkata dan bersumpa akan berlaku adil, mementingkan negara dari pada kepentingan pribadi atau golongan. Tapi apa yang terjadi dalam proses pemilihan pimpinan MPR dan DPR beserta alat-alat kelengkapan lainnya ?? Kepentingan golongan diutamakan sehingga menyebabkan terjadinya perpecahan berlarut-larut di DPR.
Mereka mengatakan akan mendahulukan musyawarah mufakat. Tetapi justru orang-orang yang berkata begitu yang malahan menggajal dan mempersulit tercapainya musyawarah mufakat itu. Karena  dengan melalui voting sebagai alternatif, akan menguntungkan kelompok dan golongannya.
Meskipun penulis dari jurusan politik, namun telah berketetapan untuk tidak terjun ke politik praktis  selama kondisi politik di negeri ini masih seperti sekarang. Mungkin itu pula sebabnya mengapa Partai Katolik, Parkindo, Partai Krisna, Partai Damai Sejahtera, PDKB yang dijiwai iman Kristiani tidak dapat berkembang di negeri ini. Masalahnya mereka  dianggap terlalu polos dan lugu. Tidak mampu mengatakan putih untuk yang hitam, atau yang putih dikatakan hitam.
Penulis sulit memahami bagaimana, saudara-saudara yang Kristiani cukup betah bertahan di lingkungan partai yang suka memanipulasi kebenaran, membiarkan diri terkooptasi oleh kemunafikan, ketimbang menjadi garam dan terang  di sekitarnya. *** 

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *