Monday, November 10, 2014

RUJUK DPR AGAR TANPA DUSTA LAGI



DPR-KMP (belum DPR-RI, pen) dan DPR Sementara versi KIH konon kabarnya sepakat untuk rujuk. Rakyat yang sudah hampir hilang kesabaran , berharap mudah-mudahan kali ini benar-benar apa yang mereka ucapkan, akan terwujud dalam pelaksanaannya.
Tandanya akan segera terlihat segera setelah setiap tahap dilaksanakan. Apabila terlihat ada tanda-tanda kepuasan di kedua pihak, yang menurut tradisi budaya Indonesia biasanya dipresentasikan dengan saling bersalaman, maka bolehlah  untuk sementara kita menyimpulkan memang sudah terjadi rujukan atau islah, apapun namanya.
Akan tetapi kalau masih terjadi silang pendapat, saling salah-menyalahkan, maka itu artinya “perang” belum berakhir. Itu artinya, mesti ada campur tangan dari  luar institusi yang “belum terhormat” itu. Mungkin dari rakyat, yang sekarang sudah makin gemas.
Kalau tanda-tanda itu mulai nampak, maka tembok-tembok dan pagar besi di Senayan itu mesti ditinggikan lagi, mungkin perlu setinggi penjara Cipinang, Dan, seperti pada masa-masa lalu, idee ini tentu saja akan disambut senang oleh para pengelola anggaran di sana. Sebab ini berarti proyek. Dan dalam proyek, biasanya ada “rezeki” tambahan. Rezeki tambahan (dalam tanda kurung), karena rezeki yang benar mestinya selalu berasal dari  Tuhan Yang Maha Pemurah.
Dalam sengketa di institusi DPR ini, pihak KMP selalu mengklaim diri sebagai yang resmi alias konstitusional. DPR versi KIH mereka sebut “DPR tandingan” dan ilegal. KIH sendiri menyebut DPR versi mereka “DPR sementara”.
Karena kemelut ini asal-muasalnya bermula dari kebijakan pimpinan DPR yang kurang akomodatif dan kurang adil, maka sesungguhnya merekalah yang harus bertanggungjawab atas perpecahan ini. Para anggota di bawah mereka tidak harus bertanggungjawab. Karena mereka hanya nurut pimpinan mereka. Kalau tidak, mereka akan dipecat atau direcallI seperti sudah kerap terjadi.
Meski KMP merasa diri sudah konstitusional, namun jelas tersirat bahwa sesungguhnya mereka menyadari secara de facto mereka kurang kredibel. Apapun keputusan yang akan mereka ambil, tidak akan mendapat dukungan. Sebabnya karena banyaknya anggota DPR yang tidak hadir. Dari KIH saja, sudah hampir separoh jumlah anggota. Apalagi ketika DPR Sementara KIH membuat pernyataan politik, mosi tidak percaya kepada pimpinan DPR.
Itulah sebabnya, maka untuk pemilihan pimpinan Komisi dan alat kelengkapan DPR (AKD) lainnya, KMP selalu mengisyaratkan agar kubu KIH menyetorkan nama-nama anggotanya leh dahulu, baru musyawarah untuk mufakat dilakukan untuk menentukan komposisi pimpinan AKD.
Sebaliknya, pihak KIH menghendaki, komposisi pimpinan AKD dimusyawarah-mufakatkan dulu baru daftar nama-nama anggota AKD diserahkan. Mereka khawatir, begitu nama-nama anggota dari KIH didaftarkan, yang berarti quorum sidang terpenuhi dan semua unsur fraksi lengkap, yang berarti pula legalitas pengambilan keputusan akan menjadi lebih kuat, maka pihak KMP akan mulai “memainkan” gaya lama mereka untuk memenangkan kelompok mereka.
Kalau ini terjadi, maka akan tetap terjadi “perang dingin” lain. Apalagi nanti ketika mulai bekerja khususnya dalam bidang legislasi, anggaran dan pengawasan yang menyangkut program Pemerintah.
Dalam bidang hukum misalnya, pemerintahan Jokowi-JK sudah berketetapan hati untuk memperkuat institusi-institusi hukum untuk memberantas korupsi, memotong semua peraturan perundang-undangan menyangkut birokrasi yang menghambat jalannya pembangunan dan pelayanan masyarakat.
Dalam bidang anggaran misalnya, bagaimana agar program Pemerintah dapat diberikan alokasi anggaran yang memadai. Karena disayangkan APBN 2015 produk Pemerintah dan DPR lama tidak sinkron dan tidak mendukung sama sekali program Nawacita Kabinet Kerja.
Apalagi sekarang mulai muncul dakwaan-dakwaan khususnya dari para “ahli hukum tata negara” yang sejak dahulu sudah terkenal ketidak netralan mereka. Mereka menuduh Kartu Indonesia Sehat (KIS) Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sehat (KKS) ilegal. Mereka berkoar agar DPR segera mengajukan interpelasi. Dan sudah dapat dibaca tujuan akhirnya apa.
Padahal, sejak kampanye Jokowi-JK dimulai, ketiga  gagasan itu yang paling banyak dijual Jokowi-JK dan ternyata mendapat dukungan rakyat. Terbukti mereka terpilih sebagai Presiden/Wakil Presiden. Dan ketika kini Kartu-kartu ini  sudah mulai didistribusikan dan malah sudah banyak yang menguangkannya, kita khawatir bila ini ditunda apalagi dibatakan, rakyat akan marah.
Para penghambat ini, ketimbang memberi saran yang membangun, mereka hanya menekankan, ini salah, itu salah, itu ilegal, ini melanggar hukum dsbnya. Kalau toh ada saran, sarannya apabila dilaksanakan hanya akan menimbulkan masalah baru atau tidak menyelesaikan masalah sama sekali.
Misalnya, ketika Yusril Iza Mahendra menyarankan agar Pemerintah segera membicarakannya dengan DPR untuk mencari jalan keluarnya. Sedangkan ia tahu, di DPR hingga kini masih dalam suasana perang. Saran apaan ini ?
Kalau toh ada peraturan yang kurang sinkron, maka kalau program itu  bagus, untuk rakyat dan kemanusiaan, maka peraturan itu harus dikalahkan dan disesuaikan.
Jangankan undang-undang, sedangkan Hukum Ketiga dari The Ten Comandements, hukum dasar dari Tuhan Yang Maha Tinggi itu, dapat dianulir, kalau untuk kemanusiaan. “hukum untuk Manusia, bukan Manusia untuk hukum”. Begitu penegasan Yesus Kristus (Isa a.s.) kepada ahli-ahli Taurat orang Yahudi yang marah ketika Ia secara terbuka menyembuhkan orang lumpuh di hari Sabat dalam rumah ibadah.
Teguran yang sama kepada “orang-orang taat hukum secara membabibuta” itupun dilakukan pula ketika  pada suatu hari Sabat, murid-murid Yesus memetik dan memakan biji-biji gandum karena kelaparan.[i]Mereka tidak tahu  apa sesungguhnya yang menjadi dasar penetapan hukum sepuluh itu, yaitu Hukum Kasih.***



[i] rupa

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *