Wednesday, September 24, 2014

BENTROK OKNUM TNI - POLRI DALAM SOROTAN



         Insiden antara oknum-oknum personil TNI dan Polri sudah kerap terjadi. Yang terjadi di Batam  yang  menyebabkan  4 prajurit TNI terluka terkena pantulan peluru polisi, hanya  kejadian yang kesekian.
         Patut diapresiasi langkah cepat dari para pimpinan pasukan setempat dari kedua belah pihak yang mengadakan koordinasi dan melakukan pencegahan sehingga tidak terjadi bentrokan yang lebih masaal  yang dapat menyebabkan korban dan kerugian lebih besar.
        Panglima TNI dan Kapolri sudah sepakat untuk membentuk Tim Investigasi bersama untuk menyelidiki kasus itu disertai kesepakatan pula bahwa yang  bersalah harus ditidak tegas sesuai hukum yang berlaku dan sebaliknya yang benar harus dilindungi.
       Dalam proses tersebut kedua pihak meminta agar semua pihak  tidak mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang belum tentu benar dan dapat memperkeruh kembali keadaan. Dalam hubungan ini sangat disesalkan adanya media televisi yang terus-menerus mendesak para petinggi kedua  institusi untuk menceriterakan kronolis kejadian itu menurut versi masing-masing.
        Yang menjadi pertanyaan, adalah motif dari  beberapa prajurit TNI itu ikut campur dalam urusan  polisi yang sedang melakukan tugas penggerebekan ke tempat penimbunan  BBM bersubsidi di lokasi bentrokan. Apakah  benar mereka hanya “ingin tahu” dalam kemelut itu atau memang ada kepentingan lebih jauh dari itu ?  Orang yang tidak ada urusan banyak bertanya-tanya kepada orang yang lagi sibuk dan kerepotan menangani urusannya memang menyebalkan dan mengganggu.
        Kalau niat mereka ingin membantu polisi yang mungkin minim kekuatan saat itu dalam menghadapi massa yang mencoba menggagalkan penggerebekan, patutlah dihargai. Sebab undang-undang  memang telah mengatur bahwa dalam hal polisi menghadapi hambatan dalam melakukan fungsinya sebagai penanggung jawab keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) TNI wajib membantu bila diminta. Tetapi kalau keterlibatan mereka justru sebaliknya mau ikut menghalangi  penggerebekan, maka patut disesalkan dan polisi memang wajar bila bertindak tegas.
        Dari pihak Polri, patut pula dipertanyakan mengenai prosedur penggunaan senjata dengan peluru tajam. Setahu saya selama puluhan tahun menjadi wartawan Hukum, Hankam dan Kepolisian sejak jamannya Jendral M.Jusuf dan Jendral  Polisi Hugeng Imam Santoso, yang saya ingat tembakan peringatan harusnya ke atas, itupun tiga kali baru boleh melepaskan tembakan terarah.
       Ketika suatu hari ada pertengkaran antara dua bintara dalam markas, atasan mereka melepaskan tembakan peringatan ke atas. Maka kalau tentara tempur saja harus melepaskan tembakan perigatan ke atas, maka patut dipertanyakan lagi  Standar  Prosedur Operasi (SOP) Polri  sebagai pengayom rakyat dalam penggunaan senjata sekarang.
       Kalau SOP-nya memang harus menembak ke tanah untuk memberi peringatan, maka sangatlah berbahaya. Menembak di aspal yang keras di sekeliling orang banyak, secara probabiltas hampir dapat dipastikan akan jatuh korban dari  peluru yang memantul. Lebih menyedihkan lagi salah satu yang menembak itu seorang perwira menengah, Ajun Komisaris Polisi. Coba kalau yang terkena wanita hamil atau anak-anak.
      Kita harapkan pemerintahan Jokowi-JK kedepan dapat menata kembali institusi Kepolisian. Institusi polisi sebagai abdi masyarakat. DPR harus  mendukung dan tidak menghalangi   dalam  mereformasi semua  peraturan perundangan-undangan yang tidak lagi  pas untuk saat ini. ***

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *