Saturday, September 20, 2014

SATU AHOK TIDAK CUKUP, KITA BUTUH AHOK-AHOK BARU.



      Sungguh, pada masa kampanye pemilihan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jokowi/Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tahun 2012, saya termasuk  orang yang meragukan kemampuan  Ahok bila terpilih menjadi Wakil Gubernur DKI.
          Penampilannya yang baby face, lagi pula kurang terkenal di tingkat Nasional menambah keraguan itu.  Sebagai bekas warga Jakarta selama sekitar 40 tahun,  wartawan hampir 30 tahun  dan pegawai Pemda DKI selama 17 tahun, tahu benar kehidupan di Jakarta itu keras.
         Kebiasaan warga kota yang kurang tertib  dan kurang berdisiplin seperti maraknya bangunan-bangunan liar, kesemrawutan lalulintas,  pendudukan jalur hijau, membuang sampah  sembarangan yang menyebabkan banyak genangan air di musim hujan. Semua ini seringkali memerlukan tindakan keras dari Pemerintah Daerah untuk menertibkannya. Belum lagi tingkat kriminaitas yang tinggi sebagai akibat tingginya angka pengangguran.
         Tidak heran kalau kepemimpinan  DKI Jakarta sebelum berlaku sistim pemilihan langsung, selalu dipercayakan kepada para purnawirawan Jendral. Mulai dari mantan Panglima  KKO Ali Sadikin, mantan Aspri Presiden  Jendral Tjokropranolo, mantan Pangkostrad Admodarminto kemudian  mantan Pangdam V Jaya Letjen Sutiyoso.   Bahkan Foke pun, gubernur berikutnya  yang sipil, masih merasa perlu didampingi seorang  Priyanto, yang purnawirawan Jendral sebagai wakilnya.   Apakah Jokowi-Ahok yang dua-duanya sipil akan mampu menangani semua tantangan di atas ?
             Kalau pada awalnya banyak orang  ragu,  lain halnya ketika  mereka mulai mampu menunjukan kebolehan mereka. Kesemrawutan  sekitar Pasar Tanah Abang mampu ditertibkan. Waduk Pluit  yang kian hilang diserobot bangunan-bangunan liar dan dipenuhi eceng gondok mampu disulap menjadi kawasan wisata.
       Kemudian mereka mampu menciptakan program kesejahteraan rakyat yang langsung dinikmati warga Jakarta seperti rumah susun, Kartu Jakarta Sehat, Kartu Pintar, pelayanan masyarakat yang semakin baik dst. dst.
      Khusus dengan Ahok, ia  berani melakukan gebrakan untuk menata kembali birokrasi Pemda DKI.  Pejabat yang kinerjanya buruk, dikecamnya secara langsung dan terbuka. Berapa banyak pejabat  yang sudah distafkan bahkan diusulkan untuk dipecat. Ia menyuruh memasang kamera CCTV yang terus merekam setiap jalannya rapat dan disiarkan media internet You Tube sehingga  siapapun dapat mengikuti  jalannya proses pengambilan keputusan. Ia menantang pejabat yang  merasa dirinya “pintar” untuk berdebat terbuka. Terkenal ucapannya pada rapat dinas pertamanya : “Bapak hati-hati kalau bicara, saya ini auditor”.
       Ahok juga berani menantang para preman atau backing-backing para pelanggar  Perda, bahkan memerintahkan Satpol PPnya mempersenjatai diri. Kalau perlu “berperang” di lapangan Monas, sekalipun di depan istana Presiden”.  Ia memang seorang yang tegas, anti korupsi, punya prinsip, taat pada konstitusi dan pernah berkata  ia tidak takut mati  kalau untuk menegakan konstitusi.
      Nampaknya, ia juga seorang yang religius, sebab ia pernah  berpesan kepada anak-anaknya, kalau ia  sampai  menjadi korban dalam melaksanakan tugas, jangan menyalahkan Tuhan. Ia juga takut melalaikan tugasnya karena  ia telah mengucapkan sumpah kepada Tuhan.
      Ironis,  sekarang ia banyak mengalami penzoliman. Hanya karena ia tidak setuju dengan sistim Pilkada  untuk kembali melalui DPRD seperti yang dianut partainya,  ia  ditekan untuk mengundurkan diri. Bahkan sekarang partainya sedang menggalang segala upaya mengubah Undang- Undang yang tersirat hanya untuk menjegal karier politik seorang Ahok.
     Sayang, ketika negeri ini membutuhkan banyak Ahok-Ahok baru, malah Ahok yang sudah ada sekarang yang sudah mulai dicintai warga Jakarta karena dianggap dapat memberikan harapan baru malah akan disingkirkan. Setelah  Jokowi pergi, kemudian  Ahok juga harus pergi, masa depan  kota Jakarta  akan kembali tak menentu.***

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *