Tuesday, February 16, 2010

SUKA DUKA MENGIKUTI MAPRAM

Setiap orang yang memasuki perguruan tinggi hampir dapat dipastikan terlebih dahulu kan melewati apa yang disebut "masa perkenalan" dengan berbagai nama seperti Ospek, Mapram dsbnya. Tapi apapun namanya, pada umumnya dalam setiap pelaksanaannya selalu ada semacam "tindak kekerasan", baik psikhis maupun fisik. Yang tak bisa nyanyi atau menari dipaksa harus bisa.

Dan yang juga membuat susah adalah itu : Buku Keramat. Cama (calon mahasiswa) harus banyak menyembah-nyembah kepada para pangeran Putera/puteri (senior) untuk meminta Tanda tangan. Sudah diusurun pakai pakaian compang-camping, rambut kepala dibuat Tidak keruan lagi. Itu pengalamanku waktu masuk di Iniversitas Pancasila.

Di Perguruan Tinggi Publisistik (PTP) lain lagi. Semula saya ikut apel dengan harapan setelah itu dapat diberi dispensasi karena ketika itu sudah menjadi wartawan, Tapi apa daya. Pada akhir upacara kami semua disuruh berjongkok,- dan mulailah aksi pembotakan bagi cama pria.

Ya, apa boleh buat. Harus mengikuti sampai selesai selama seminggu. Di suruh jual koran dan majalah, naik sepeda ke Senayan, berjoget semalam suntuk sampai beberapa orang pingsan. Tapi syukurlah tidak sampai terjadi penganiayaan seperti yang sering terjadi pada sekolah-sekolah tinggi kedinasan yang mengakibatkan korban jiwa.

Ketika akan berangkat mengikuti wisuda di Hotel Indonesia, tetangga kami tertawa geli melihat saya yang memakai jaket mahasiwa dengan kepala botak. " Kayak Cina", katanya. Eh biar botak-botak juga, akag terhibur juga karena terpilih sebagai King

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *