Friday, February 12, 2010

VONIS ANTASARI TERKESAN RAGU-RAGU

Akhirnya Antasari Azhar, mantan Ketua KPK, dan para terdakwa lain yang dituduh terlibat dalam pembunuhan berencana terhadap Nasrudin Zulkarnaen dijatuhi hukuman oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Antasari dijatuhi 18 tahun penjara. Pada pengadilan yang terpisah, pengusaha Sigid Haryo Wibisono 15 tahun, Jerry Hermawan Lo 5 tahun dan mantan Kapolres Jakarta Selatan Wiliardi Wizar 12 tahun penjara.

Banyak yang menilai putusan pengadilan atas para terdakwa itu seperti keputusan ragu-ragu. Meskipun dalam keputusan formalnya hakim selalu menyatakan "dengan meyakinkan", namun hukuman yang dijatuhkan tidak selaras dengan ancaman untuk tindak pidana pembunuhan yang direncanakan.

Nampaknya tim hakim pun sesungguhnya juga ragu-ragu. Mau membebaskan riskan, mau menjatuhkan hukuman mati sesuai tuntutan jaksa, takut mencabut nyawa orang lain yang mungkin tidak bersalah. Maka dijatuhkanlah hukuman seperti sekarang, yang cenderung seperti "hukuman sela".

Menunda pengambilan keputusan yang final. Menyerahkan dan membagi kepada para hakim lain di atasnya beban tanggung jawab memeriksa dan memutuskan. Mungkin mereka akan dapat menggali lebih jauh fakta-fakta hukum yang lebih meyakinkan. Para hakim yang memutus perkara ini tentunya sudah dapat memastikan bahwa perkara ini akan berlangsung ke tingkat yang lebih tinggi, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.

Jaksa penuntut umum yang sebelumnya berapi-api, nampak juga hanya pikir-pikir alias ragu-ragu apakah akan naik banding atas putusan hakim yang jauh di bawah tuntutannya. Nasrudin Andi Samsudin Zulkanaen adil Antasari juga menyatakan ketidakpuasannya. Kalau memang hakim yakin, mengapa tidak menjatuhkan hukuman yang seberat-beratnya. Dan kalau tidak yakin mengapa tidak membebaskan Antasari.

Pernyataannya itu memang sejalan dengan sikapnya serta keluarga besar yang nampaknya tidak terlalu memojokkan Antasari dan para terhukum lainnya. Sebaliknya mereka akan terus melakukan pengusutan sendiri untuk menemukan para pelaku yang sesungguhnya.

Selama ini memang terkesan adanya kelompok lain, suatu jaringan yang terorganisir rapih, yang merekayasa pembunuhan itu. Diduga untuk menghalangi Antasari Azhar yang ketika itu sebagai Ketua KPK mulai menyidik keuangan KPU dan Bank Century.

Mungkin saja Antasari Azhar sebagai manusia biasa ada hubungan gelap dengan Rani Juliani isteri sisi Nasrudin Zulkarnaen. Kelompok lain ini lalu memanfaatkannya, mengadu domba Antasari Azhar dengan Nasrudin melalui SMS-SMS palsu. Nasrudin Zulkarnaen kemudian dikorbankan dengan pembunuhan.

Dengan terjadinya tindak kriminal itu, lalu "diusutlah" apakah ada seseorang yang "bermasalah" dengan si korban menjelang pembunuhannya. Maka "ketemulah" Antasari dengan motif "cemburu". Ancaman pidana pembunuhan memang merupakan cara yang efektif untuk menyekap Ketua KPK itu dari upaya penyidikannya. Di sini dilibatkanlah Kabareskrim Polri Komjen Susno Duaji.

Untuk pelaksanaan eksekusi mati dipakailah personil kepolisian lain (Kombes Wiliardi) dan beberapa warga sipil untuk melaksanakan tugas "luar biasa" dengan dalih demi "keamanan negara".

Lalu untuk melumpuhkan pimpinan-pimpinan KPK lainnya yang dianggap "berbahaya", maka diciptakanlah "memori" Antasari yang memojokan kedua wakilnya Chanda Hamzah dan Bibit Samad Rianto. Memori itu kemudian dijadikan dasar untuk membekap keduanya di tirai besi. Tindakan penahanan ini kemudian mendapat reaksi keras masyarakat luas yang memaksakan pembebasan mereka.

Entah karena sadar telah dimanfaatkan dan dikorbankan atau entah merasa ditinggalkan instansinya, kedua perwira Polri ini kemudian berubah sikap. Ada yang mencabut kembali kesaksiannya semula, mengungkapkan apa yang sesungguhnya yang terjadi dibalik perkara Antasari bahkan mengungkap adanya "tim lain" yang diduga menjadi eksekutor sesungguhnya atas diri Nasrudin.

Keterangan saksi ahli RS. Ciptomangunkusumo yang mengautopsi jenazah dan saksi ahli forensik yang meragukan kebenaran bukti-bukti tuduhan yang diajukan menambah akumulasi keraguan atas tuduhan terhadap Antasari. Sebaliknya malah makin menambah kecurigaan adanya kelompok lain yang misterius.

Aneh, kalau benar seperti yang dikemukakan pengacara-pengacara para terhukum bahwa hakim tidak mempertimbangkan fakta-fakta seperti SMS palu, keterangan ahli forensik, pencabutan berita acara, dan beberapa fakta lain yang dikemukakan para pembela.

Padahal dalam mengambil keputusan, hakim selalu menyebut "demi keadilan". Sebagai pemberi keadilan, semestinya semua hal yang dikemukakan kedua pihak yang bertentangan dipertimbangkan secara terbuka lalu diambil kesimpulan. Agaknya, proses pekara ini masih akan panjang.

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *