Monday, October 6, 2014

KETIKA AMIEN RAIS BERHENTI JADI PANUTAN DAN NEGARAWAN



     Ketika kubu Prabowo merayakan kemenangan seusai mereka dimenangkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam uji materi UU MD3, Amien Rais menyarankan kepada Prabowo Subijanto agar mengakui saja kemenangan Jokowi-JK sebagai pemenang Pilpres 2014 sesuai keputusan KPU dan MK.
    Sampai pada titik ini  ia masih menunjukan sifat seorang negarawan. Demikian pula ketika ia menyarankan agar kubu Prabowo mendukung program reformasi mental yang dicanangkan Jokowi.
    Sebetulnya saran ini akan membantu menurunkan ketegangan hubungan antara kedua kubu Prabowo dengan kubu Indonesia Hebat bahkan dapat menjembatani terciptanya  rekonsiliasi.
     Tapi ketika  Amien Rais menambahkan, bahwa yang dimaksudkannya dalam reformasi mental itu termasuk “tidak mengingkari janji kepada rakyat”, maka makna pernyataan terdahulu itu  menjadi tidak berarti, bahkan makin menambah keraguan atas kenegarawanannya. Kata-kata “ingkar janji kepada rakyat” ini adalah sebuah sindiran yang sering dialamatkan kepada Jokowi, hanya karena ia tidak jadi memenuhi masa jabatannya selaku Gubernur DKI Jakarta  selama 5 tahun karena dikehendaki sebagian besar rakyat Indonesia  menjadi Presiden.
     Apalagi belum lagi hilang dari ingatan akan nazar sesumbar Amien Rais pada saat kampanye Pilpres yang lalu yang mengatakan ”kalau Jokowi menang, ia akan berjalan kaki dari Malang ke Jakarta”. Tetapi ketika Jokowi ternyata benar-benar keluar sebagai pemenang, Amien Rais tidak memenuhi nazarnya. Maka kecamanpun berdatangan. Tak kurang budayawan Goenawan Mohamad, yang juga tokoh senior Partai Amanat Nasional ikut mengeritiknya.
     Ia malah dianggap tidak lebih terhormat daripada Giman, seorang penjaja kue putu di Malang, yang memenuhi nazar serupa. Bahkan ia  mendatangi  Amien Rais di rumahnya untuk mengajaknya berjalan kaki bersama ke Jakarta. Tapi apa lacur, tokoh PAN ini ternyata sudah naik pesawat terbang ke Jakarta.
    Adik bungsu penulis, dalam sebuah suratnya yang panjang ketika ia sakit berkepanjangan,  mencurahkan isi hatinya bahwa ia khawatir jangan-jangan kondisi kesehatannya itu berkaitan dengan nazarnya ketika isterinya sakit keras.
     Ia bernazar kalau isterinya sembuh, ia akan  mengadakan pengucapan syukur menjamu seisi kampung dengan mengorbankan seseokor sapi. Akan tetapi janji itu belum sempat dilaksanakan sampai dia sakit. Akhirnya adik saya memang dipanggil Yang Mahakuasa.  Tetapi belakangan isterinya mengatakan nazar itu sudah dilaksanakan.
     Makanya jangan main-main dengan nazar dan jangan mudah bernazar, membuat janji dengan Tuhan yang Mahakuasa. Karena kalau tidak dilaksanakan,  akan balik mendapatkan ganjaran akibat nazar yang tidak ditepati itu.*** 

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *