Sunday, October 12, 2014

OPERASI PENYELEMATAN SI PEKIAU YANG DRAMATIS



    Ada-ada saja perbuatan di Pekiau, kucing lelaki kesayangan keluarga ini. Sudah tiga hari ia tidak muncul-muncul ke rumah.  Sudah dipanggil-panggil untuk makan, pake ikan lagi, tidak juga ada sahutan.
     Mungkin ini tingkah anak tetangga lagi. Beberapa waktu lalu, ia pernah disandra anak tetangga itu gara-gara  kelinci kesayangannya lepas dan menghilang. Ketika sang kelinci balik lagi, barulah si sandra dibebaskan. Tapi kali ini si anak tetangga mengaku tidak terlibat, langsung ataupun tidak langsung.
     Sehari  kemudian, kami mendengar suara mengaum-ngaum seperti suara si Pekiau. Tapi tidak begitu jelas suara itu datangnya dari mana. Ketika itu hari sudah malam dan kami, berdua dengan isteri, sedang siap-siap pergi ibadah. Terpaksalah operasi SAR ditunda.
        Keesokan harinya sore hari, suara itu terdengar lagi. Agaknya datang dari arah perkampungan di balik tembok kompleks kami. Agar memudahkan pengintaian, aku mendatangan tangga alminium dari rumah. Dari balik tembok setinggi lebih dari 3 meter itu kami naik bergantian mengintai sambil memanggil-manggil namanya.
      Ketika isteri saya naik dan memanggil-manggil namanya, barulah ia nampak menongolkan kepalanya yang hitam keabu-abuan. Ya, wajar saja. Isteri sayalah  yang selama ini  memberi mereka ransum tiga kali sehari lengkap dengan lauk-pauknya. Juga suka membelai-belai mereka. Jadi kalau mereka lebih dekat pada dia masuk diakal sehatlah, bukan ?.
       Sedangkan  aku,  antara suka dan tidak suka dengan kucing. Tatkala mereka  mendemonstrasika n kebolehan mereka  bergulat, latihan berkelahi dan memanjat, senang juga karena lucu. Tetapi ketika mereka mulai  tidak tertib, naik meja makan sembarangan, menggaruk-garuk  sampai rusak  bolsak yang kami beli dengan susah-payah amarahku memuncak. Dan bila itu terjadi, aku mengambil sapu lidi dan memukulkannya keras-keras pada kursi. Maka merekapun bubar lari tunggang-langgang mencari selamat.
      Nah, lanjut ceritera, si Pekiau ini agaknya terjebak di atas genteng sebuah rumah  kosong dan sedang berusaha turun. Mungkin  ia terlalu jauh pergi pacaran, lalu bingung dimana jalannya untuk balik pulang.
      Kami tidak segera dapat menolongnya karena ada kendala teknis. Karena di samping tembok setinggi itu,  ada juga parit  lebar berair  campur lumpur sehingga tidak diketahui kedalamannya. Lalu  sejajar dengan parit itu ada gang sempit, kemudian pagar lalu rumah tempat si Pekiau terjebak.
       Bagaimana strategi penyelamatan yang tepat ?? Kalau melalui gang, harus berputar dulu sekitar 2 km dengan memikul tangga. Kalau melewati tembok, diatas tembok itu juga dipasangi pecahan-pecahan beling. Kalau tidak hati-hati, pangkal paha sampai perut bisa  sobek. Terus bagaimana menyeberangi  parit lebar ke gang dari tembok  tinggi berbeling itu.
       Teringat masih ada tangga bambu setinggi 4 meter di rumah. Segera kupikul, naik ke atas tangga alminium dan kemudian pelan-pelan menyandarkannya  ke sebelah luar tembok dengan kaki-kakinya perpijak di dasar parit. Untung ujungnya masih terjangkau dari atas tembok.
        Maka dengan hati-hati sekali aku naik, menyeberangi atas tembok kemudian beralih turun keluar melalui tangga yang satu lagi. Harus hati-hati karena tidak jelas apakah dasar parit itu cukup keras. Kalau tidak , bisa merosot dan terjatuh di air kotor itu atau kepala membentur  sisi gang dari beton.
        Syukurlah aku bisa turun dengan selamat sampai  ke bawah. Melompat ke atas gang, menjangkau  tangga bambu itu lalu menyandarkannya ke  tembok rumah kosong dimana Pekiau terjebak. Aku harus hati-hati, selain  genteng itu cukup tinggi, tangga itupun sudah agak rapuh karena  tua. Lagi pula harus berpegang dengan satu tangan, karena tangan yang satu lagi harus  menjangkau si  Pekiau yang  belum lagi nampak. Hanya suaranya saja yang terdengar. Aku hanya bisa meraba-raba, sampai akhirnya kepalanya dapat kusentuh.
      Tapi jangkauannya masih agak jauh, sehingga aku terpaksa turun dulu untuk memindahkan sandaran tangga. Akhirnya leher si Pekiau dapat kupegang dan berusaha mengangkatnya turun. Tapi si Pekiau ini, entah karena takut jatuh, atau takut saya marahi, ia berpegang kuat-kuat dengan keempat kaki tangannya dengan cakarnya itu sehingga kami harus tarik-menarik dulu. Namun akhirnya aku juga yang keluar jadi pemenang.
      Sebenarnya ketika operasi penyelamatan itu berlangsung, hari sudah mulai gelap. Tapi Untunglah lampu luar rumah kosong itu sudah menyalah sehingga  turut membantu jalannya operasi.
      Setiba di bawah bagaimana menyeberangkan si Pekiau ? Timbul akal. Si Pekiau aku suruh mencengkram di ujung tangga lalu tangga kusandarkan di tembok pagar berbeling itu. Sementara itu sang isteri segera menggapainya dari  atas tangga dari sebelah dalam tembok. Maka  si Pekiau pun selamat sudah.
   Sekarang, bagimana  aku dapat kembali ?  Ujung tangga bambu tua itu ternyata tidak cukup tinggi untuk dapat memungkinkan aku berpijak kemudian pindah ke tangga alminium sebelah. Apalagi bagian atas tempok itu penuh beling tajam. Maka aku coba memajukan tumpuan tangga lebih dekat ke tempok. Memang cukup memberi kemungkinan untuk berpijak dan menyeberang, tetapi beling-beling itu tetap sangat berbahaya.
      Maka akupun minta tolong sang isteri mengambilkan sebanyak mungkin kain-kainan untuk menutupi beling-beling itu guna memperkecil bahayanya. Dan  dengan itu maka beranilah aku  menyeberangi  dengan mengangkangi tembok itu dan turun kembali ke dalam kompleks. Maka operasi penyelamatan yang mendebarkan itu pun berhasil dengan sukses tanpa ada korban, baik  yang diselamatkan maupun tim penyelamatan.
      Anehnya, selama operasi berlangsung tidak ada tetangga yang keluar. Mungkin mereka sudah tidur semua. Yang muncul adalah petugas Security  kompleks  yang berseragam muncul menanyakan apa gerangan yang terjadi. ***



No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *