Sunday, October 5, 2014

MUSYAWARAH MUFAKAT ATAU MENANG-MENANGAN ?



       Menilik namanya,  Majelis Permuyawaratan Rakyat, MPR  harusnya  memang  sebuah  forum musyawarah.  MPR = forum musyawarah rakyat.  Karena rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke lebih dari 250 juta,  dan tidak mungkin mengumpulkan mereka semua dalam satu tempat, untuk mengurusi semua masaah. Maka  disepakatilah  suatu sitim perwakilan. 
        Namun  hal-hal  yang secara teknis  masih dapat dilaksanakan secara langsung oleh rakyat, seperti  Pilpres, Pileg dan Pilkada, tetap dilakukan langsung oleh rakyat. Tetapi dalam  hal-hal yang secara teknis tidak memungkinkan, memang harus melalui perwakilan yaitu MPR  dan DPR/DPRD.
          Seorang  anggota DPR l mewakili   sekian juta atau ribuan pemilih. Wakil-wakil  rakyat ini mestinya membawakan aspirasi  rakyat yang memilih mereka di MPR dan DPR. . Merekalah yang  mewakili rakyat yang 250 juta itu mengatur  porsi anggaran  untuk  hal-hal  yang dibutuhkan rakyat, membuat peraturan perundangan-undangan yang dapat menunjang pencapaian kebutuhan rakyat serta mewakili mereka dalam  mengawasi  secara rutin  Pemimpin ( Pemerintah) yang juga mereka pilih langsung agar  benar-benar melakukan tugas mereka untuk melayani  mereka (rakyat) dan tidak menyimpang.
          Tapi apa yang kita saksikan dalam proses  persetujuan  UU MD3,  Pikada  dan pemilihan  pimpinan DPR yang  lalu, nampaknya  faktor keterwakilinya   aspirasi  rakyat  tersisih. Yang muncul  bermain adalah elit-elit partai yang kalah dalam Pilpres yang  lalu. Karena jumlah partainya lebih banyak, mereka  dapat meloloskan  RUU dan tata tertib yang sarat dengan ketidakadilan.  Lalu dengan  alasan legalitas yang cacat itu, kini mereka  mau merangsek lagi  untuk  membubarkan  KPK, Komisi  Yudisial dan  Mahkamah Konstitusi   yang tidak memenangkan mereka pada Pilpres yang lalu.  Alasan mereka  adalah untuk kembali  ke UUD 45 sebelum  amandemen.  Mengapa, karena  memang dalam UUD 45 asli itu belum  ada MK maupun Komisi Yudisial  serta KPK.
        Bukti bahwa aspirasi rakyat para pemilih anggota DPR  tidak terwakili, adalah banyaknya  anggota  DPR terpilih nyaris tidak dilantik karena berbeda  pendapat dan sikap dengan pimpinan partai mereka   yang mempunyai kepentingan tertentu.  Untunglah  dengan  kewenangan KPU mereka   masih  mendapatkan hak itu untuk dilantik.
      
      Dalam  sidang  pembahasan  UU Pilkada dan pemilihan pimpinan DPR yang lalu-lalu, nampaknya  prinsip musyawarah/mufakat  tidak berjalan semestinya.  Faktanya  pada ruang sidang terjadi hujan enterupsi,Banyak pula anggota DPR yang tidak dapat bersikap dan  tidak berani menyatakan pendapat  sesuai  hati nurani  dan  aspirasi  para  konstituetnya, karena   takut  direcall  atau  dipecat oleh  elit partai  mereka. Padahal mereka adalah wakil dari ribuan bahkan jutaan rakyat pemilih.

        Kalau mau adil, sebagaimana  Presiden dan para Kepala Daerah yang juga dipilih langsung oleh rakyat diminta  melepaskan ketergantungan mereka pada Partai pengusung mereka dan beralih menjadi milik seluruh rakyat,- mestinya demikian pula dengan para anggota DPR. Sekalipun mereka  masuk menjadi anggota DPR melalui jalur partai, namun ketika mereka dipilih oleh rakyat, maka mestinya mereka menjadi milik rakyat dan bukan menjadi alat elit partai lagi  yang bahkan sampai  bisa memecat mereka.
     Pada  pembahasan  UU Pilkada dan pemilihan pimpinan DPR yang lalu, nampaknya  prinsip musyawarah/mufakat  tidak berjalan semestinya.  Faktanya  pada ruang sidang terjadi hujan enterupsi, yang sebagian besar  hanya diabaikan Ketua sidang.  Agaknya, akan lebih baik bila  istilah loby diganti saja dengan  “Forum Musyawarah/Mupakat” sesuai   jiwa  konstitusi.


     Dalam setiap  pengambilan keputusan hendaknya didahulukan musyawarah mupakat, karena dengan demikian hasilnya dapat diterima semua pihak sehingga tidak terjadi ketegangan yang gerkepanjangan. Para  pendiri  negeri ini telah memprakteknya asas musyawarah mufakat itu. Bukan menang-menangan. Kalau  mereka mau menang-menangan,  Republik ini  tentu telah lama menjadi  Negara  Islam. Bahasa nasional  Bahasa Jawa. ***


 





No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *